HURTS ke-sembilan

1K 64 4
                                    

9. Goresan Baru

"Tidak usah tidak enak hati. Tetaplah begini. Kamu menganggapku sahabat, sedangkan aku menganggapmu lebih. Tidak apa. Setidaknya tidak sesakit biasanya."

****

Chelsea duduk di tepi ranjangnya dengan tatapan mengarah pada jendela yang memperlihatkan pekatnya langit tanpa bintang atau bulan. Chelsea mendesah sesaat sebelum merentangkan tangannya dan menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Hari ini ia banyak mendapat kesulitan. Selain kesulitan menjawab pertanyaan di soal latihan Matematika dan memahami ocehan Bu Niken yang super rumit, ia juga kesulitan mengontrol emosinya. Bukan emosi, mungkin lebih enak disebut cemburu?

Chelsea menatap langit-langit kamarnya dengan awang. Seperti sedang menonton sebuah film, Chelsea terus memandang langit-langit seraya bayangan masa lalunya kembali berputar. Seperti kembali ke masa masih SMP, kebahagiaan terpancar di wajah Chelsea saat ia akan menjenguk Rizky yang demam. Kebahagiaan itulah yang Chelsea rindukan. Kebahagiaan yang tulus, belum ada rasa kecewa yang bercampur.

Sebuah pesan menyangkut di ponsel Chelsea yang ia letakan di atas meja belajar. Setelah ia mengerjap, menghapus bayangan tersebut, ia bangkit dan beranjak ke meja belajarnya. Ia mengambil ponselnya dan duduk sambil kakinya diluruskan ke kaki meja dan punggungnya bersandar pada senderan kursi.

Sabrina : lo kenapa gk ikut Teater?
Sabrina : tadi Bu Winda nanyain lo. Katanya lo jadi ketua buat pensi.

Chelsea mengerutkan keningnya. Acara pensi? Ada apa sekolahnya mau mengadakan acara pensi?

Chelsea NP : pensi apaan?

Sabrina : pensinya masih lama sih. Lo ditunjuk jadi ketua. Trus juga ada anak baru yg masuk Teater. Kakak kelas sih. Cewek. Orangnya cuek banget gila. Frontal. Tapi, gue suka.
Sabrina : lo kenapa gk Teater?

Chelsea NP : buset dah. Lo kalo jelasin bener-bener detail banget ya.
Chelsea NP : gara-gara cowok gila yang nyuruh gue ngajarin dia main gitar sama musik. Sumpah demi apa ya, dia tuh nyebelin banget! Lama-lama gue bisa jadi guru TK kalo ngajarin dia.
Chelsea NP : ngomong-ngomong, sejak kapan lo jadi jeruk makan jeruk gitu? Lo udah gk tertarik sama cowok lagi? Sorry, i can't help you :(

Sabrina : eh goblok. Gue masih waras lah.
Sabrina : gatau ah. Hidup lo dramatis mulu. Udah ya, gue mau nge-date sama doi:)
Sabrina : besok ada Teater. Bu Winda mau ngasih arahan biar lo berjalan di arah yang benar.
Sabrina : btw, selamat ya, semoga cita-cita lo jadi guru TK beneran tercapai. Good luck!

Chelsea NP : Tai.

Chelsea terkekeh geli melihat kawan satu ekskulnya sama absurdnya dengan Rizky. Ah. Lagi-lagi Rizky yang terlintas di pikirannya. Namun, jika dipikirkan lagi, Chelsea tidak bisa marah atau bahkan membenci sahabatnya itu. Sudah banyak bukti. Berkali-kali sahabatnya itu menyakiti hati Chelsea, tapi nyatanya Chelsea pasrah. Chelsea hanya bisa menghela napasnya menyadari bahwa hatinya mulai tergores lagi.

Chelsea menyambar buku diary-nya. Ia membuka kembali satu persatu halaman, membuatnya kembali mengingat memorinya dulu. Untuk kali ini, Chelsea hanya tersenyum hambar melihatnya, sebelum tinta hitam tercoret di halaman yang baru.

"DEK, TEMPAT YANG ASIK BUAT MAKAN DIMANA?"

Gerakan tangan Chelsea terhenti ketika pintu kamarnya dibuka paksa oleh kakaknya. Chelsea menoleh dengan sigap, lalu melotot pada Rafif. Kakaknya ini terlihat terengah-engah sambil tangannya memegangi dada. "Apaan, sih? Main dobrak-dobrak aja. Lo kira kalau pintu rusak, lo mau benerin?" kata Chelsea seraya memutar bola matanya.

LaraWhere stories live. Discover now