HURTS ke-tiga puluh tiga

1K 62 12
                                    

31. Terluka kembali

"Karena dengan atau tidak dengamu, aku terus terluka. Sekuat apapun aku memakai topeng ini, hatiku tak bisa berbohong, karena hatiku terlanjur remuk."

*****

Chelsea berlari. Ia melompati pohon yang tumbang yang jatuh di jalan setapak menuju desanya. Pohon yang tumbang karena serangan bom musuh tak membuatnya pantang untuk segera melihat keadaan desanya yang telah di bom oleh musuh desanya. Dengan langkah cepat, Chelsea melompati pohon tersebut.

Dari kejauhan, asap hitam sudah terlihat mengepul menggantikan awan putih. Hati Chelsea mencelos ketika tahu ia tak bisa menyelamatkan keluarga serta warga desanya. Bahkan ketika ia sudah sampai di perbatasan, kakinya lemas. Melihat desanya sudah terbakar dengan api yang menyulut, serta aroma gosong yang memekakan indera penciumannya. Ia gagal.

"Chelsea!"

Sontak, Chelsea menoleh dengan sigap. Tangannya yang gemetar semakin tak karuan ketika melihat Tazka berdiri di belakangnya dengan membawa pedang yang runcing. Lalu Tazka dengan seringainya, tersenyum sinis. Pedang yang ia pegang ia hunuskan ke—

"CHELSEA!"

Chelsea terbangun. Matanya mengerjap berkali-kali untuk memastikan yang tadi hanyalah mimpi. Dan Tazka tak benar-benar menghunuskan pedangnya yang runcing ke dadanya. Chelsea menghela napas, kemudian mengucek matanya dengan malas.

"Bu Steffi udah selesai," ucap Tazka, membuat Chelsea sadar bahwa ini jamnya pulang.

Chelsea mengangguk dengan malas. Suasananya masih ramai karena Bu Steffi benar-benar baru saja keluar dari kelas. Rangkuman Biologi yang sempat Chelsea rangkum tak sengaja jatuh karena nyawanya yang belum genap. Ia mengambilnya. Namun ada tangan yang ikut mengambilnya. Chelsea kenal itu. Gelang dengan bandul bulan penuh jelas-jelas menghiasi pergelangan tangan itu. Chelsea memejamkan matanya. Rizky.

"Genepin dulu nyawa lo, Chelsea," ucap Rizky sembari menyodorkan rangkuman pada Chelsea.

Chelsea menelan ludahnya, kemudian mengangguk canggung. Tazka yang ada di sampingnya hanya mengamati keduanya sambil tersenyum jahil. Sementara Chelsea, ia harus menetralkan detak jantungnya sesegera mungkin, agar suasana kelas yang makin sepi tak membuat Rizky mendengar detak jantung Chelsea. Chelsea tak mau dibuat malu lagi.

"Nih," Tazka menyodorkan sebuket bunga mawar putih pada Rizky. Bau harumnya membuat Chelsea semakin bingung mengapa bunga ini ada pada Tazka dan diberikan pada Rizky. Ada apa ini? "Lo nitip bunga kayak gini, kan?"

Rizky menerimanya dengan cengiran. "Hehe, tahu aja, sih, bunga yang bagus,"

Chelsea yang sendari tadi hanya diam dan memikirkan kemungkinan yang akan terjadi beberapa menit ke depan semakin diam. Chelsea mati kutu. Apalagi ketika Rizky mengajaknya ke rumah pohon sekarang sebagai ganti kemarin yang gagal ke rumah pohon semakin membuatnya canggung. Dan nampaknya rasa canggung itu terlanjur menjalar sampai ke ujung kaki.

Seharusnya ketika Jeric masuk ke dalam kelas untuk menjemput Tazka, suasananya bisa berubah. Setidaknya jantungnya tak perlu berdetak cepat karena ada orang lain yang bisa mencairkan suasana di keadaan seperti ini. Tapi ia salah. Seperti tanggul yang jebol, air yang berisi kecanggungan mengaliri setiap saraf tubuh Chelsea.

"Gue pulang dulu, ya," pamit Tazka dengan senyuman lebar seperti biasanya.

Jeric mengamit tangan Tazka,kemudian menggenggamnya dengan mesra. "Gue culik dulu, ya nenek moyang kalian," celetuk Jeric, membuat Rizky terkekeh geli melihat Tazka manyun. Sementara Chelsea? Ia malah menjadi penonton saja.

LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang