Kaka

44 12 0
                                    

Kakak... Beneran nggak kuliah?

Aku membuka mata sedikit demi sedikit, lantaran lampu masih redup dan tangan kak luke masih melingkari satu badanku. Kayaknya, posisi tidur kita dari semalam begini aja, nggak pindah atau berubah sedikitpun.

Bangunin kak luke nggak, ya?

Jangan, deh... Kemarin kan kakak jadi nggak bisa tidur gara gara aku...

Dan tentu, karena acara mandi malam bersama kak luke kemarin, sekarang badanku lumayan segar, nggak segila kemarin. Cuma tinggal sisa pilek aja, yang paling beberapa hari lagi sembuh.

Kak luke pasti kecapekan, deh...

Kalau aku bikin sarapan buat kak luke, mungkin capeknya bisa hilang...

Aku tersenyum lebar, saat tau persis apa yang sekarang harus kulakukan. Perlahan, aku melepaskan pelukan kak luke, yang meskipun itu membuatnya mengerang sesaat, tapi untungnya nggak berlangsung lama, jadi aku bisa langsung berjalan perlahan ke dapur, membuatkannya sesuatu yang entah apa, belum kepikiran.

Tapi, kalau diingat ingat lagi... Aku nggak keberatan kok sakit lagi kayak semalam, hehe. Ya, aku tau kok aku ngerepotin kak luke, tapi nggak tau kenapa, aku senang aja diperlakukan begitu waktu lagi sakit. Biasanya, kalau aku sakit, ditelantarin aja dirumah, sampai berasa mau mati kadang salah minum obat. Pernah dulu aku sakit kayak gini, terus yang aku minum alkohol 70%. Dan iya, bukannya sembuh, aku keracunan. Habis keracunan, aku kena marah lagi. Padahal kan, aku nggak mungkin keracunan kalau mereka kasih instruksi yang bener aku harus ngapain atau harus minum obat apa. Ya, kan? Kalau kak luke, boro boro begitu. Aku nangis aja dia cemas, kan? Maksud aku, mana ada orang yang bisa sebaik kak luke sama aku?

Kakak suka makanan apa, ya?

Aku mengambil seikat roti -atau apa bahasanya, entah, aku selalu tidur di pelajaran bahasa, jadi nggak tau penyebutannya-. Namun, aku masih bingung harus diapakan.

Kalau aku bakar rotinya, rumahnya bisa ikut kebakar nggak?

Kalau aku panggang rotinya, jariku ikut kepanggang, nggak?

Aku makin bingung.

Ada ayam, nggak? Mending aku motong ayam daripada bikin roti, deh.

"Ayo, Ka." Aku menyemangati diri sendiri. "Kamu pasti bisa! Aku tau kamu bego matematika, tapi kalau bikin roti, bego kamu pasti nggak seberapa!"

Tanpa ragu, aku mengambil selembar roti dari dalam plastik, kemudian melumurinya dengan mentega. Jujur aja aku nggak tau gimana cara bikin roti, karena aku sendiri nggak pernah sarapan tiap berangkat sekolah. Mungkin itu faktor utama yang bikin aku super ngantuk waktu upacara. Kalau orang lain tumbang waktu upacara karena lemes, aku tumbang karena ketiduran. Nggak tahan dengerin kepala sekolah ceramah ini itu, asli. Mending muridnya langsung ngelakuin, ini mah ngangguk ngangguk doang, ngertinya ntar waktu lulus.

Terus udah gini diapain lagi, ya?

Dibakar kali, ya?

Apa direbus?

Duh, diapain ya?

Kasih nutella, aneh nggak, ya?

Aku makan aja deh, terus bikin yang baru!

Aku terdiam, meratapi apa yang baru saja kupikirkan tadi.

Nggak, jangan dimakan, Ka. Ini kan punya kak luke.

Mengangguk pede, akhirnya aku memutuskan untuk memberikan nutella diatas roti yang sebelumnya sudah kuberikan mentega. Ah, bodoamat soal rasa, kalau nggak enak, kak luke pasti jujur, kok. Nggak mungkin aku dimarahin gara gara rotinya nggak enak, kak luke kan bukan kak cal.

Kakak • lrhHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin