Kaka

28 8 5
                                    

"Tapi kalo dijadiin pecahan, hasilnya desimal, ya? Ngerti, semua?"

"Elhamka?"

"Ka,"

Aku menoleh, mendapati Ash yang kini menunjuk mr. Felix didepan,

"Elhamka, bisa kerjain yang ini?"

Aku menggeleng pelan.
"Sir?"

"Ya?"

"Izin keluar ya, om ku nelfon." Bohongku, yang tanpa nunggu jawabannya langsung bawa tas keluar.

Mau ngapain? Ya pergi dari sini, lah.

Jalanku makin cepat; menarik nafas lega saat akhirnya bisa keluar dari gerbang sekolah tanpa ketauan siapapun. Persetan sama hukuman yang bakal dikasih nanti, yang penting sekarang aku bebas dari sini.

Kalo kakak tau aku kabur, dia marah gak ya?

Masa bodo dengan itu juga; aku berjalan menuju jalan raya; menyusuri cat kuning pinggir jalan yang entah dimana ujungnya. Aku cuma ingin cari tempat sepi; setelahnya, entah mau apalagi.

Maksud om Ben tadi malem apa, ya?

"The city of townsville," gumamku, meniru opening power puff girls. "Ah, pusing!"

Kamu harus bikin kak Luke seneng, Ka. Jangan bikin dia marah.

Aku berjalan menuju padang rumput luas dan sepi yang didepannya terdapat sungai kecil. Kata kata Ash tentang kak Luke masih bersarang dikepalaku; diam diam merasa bersalah juga, karena kalau sampai kak luke tau aku kabur dari sekolah, dia pasti marah.

Aku duduk di pinggir sungai; pantulan wajahku terpampang di air.

Kok mataku jadi bengkak banget?

Kok bibirnya jadi beda, ya? Dulu kayaknya tiap ngaca aku senyum...

Tadi pagi, aku bangun dengan mood yang jeleeeek banget. Kayak habis nangis semaleman; pokoknya jadi sedih; sedih banget, gak tau ada apa.

Aku mau kakak...

"Woy,"

Aku menoleh; mengernyit heran.

Kak Cal?

Dia ngapain disini?

"Kenapa?" Tanyaku acuh; mau dia marah marah, atau mukulin aku lagi, semuanya masa bodo sekarang.

"Ngapain lo disini?" Ia mengulum rokok sebelum akhirnya menjepitnya dengan dua jari; matanya masih sinis menatapku, seperti biasa. "Cabut kan lo?"

Paling bentar lagi ngomong 'ini tempat gue, lo sana dong!' Gitu.

Kalo dia begitu, aku geser ke ujung deh.

"Nggak, udah pulang." Bohongku lagi.

"Boong."

Aku nggak menjawab.

Kok dia ngga ngomong gitu, ya?

Ia duduk gak jauh dariku; melempar batu kecil ke sungai; suaranya terdengar sampai kesini.

"Badanku terkujur kaku, bentuk malang melintang," kak Cal bersenandung. "Tertutup mataku namun cahaya semakin terang."

"Jiwaku mengambang tinggi terus melayang-layang."

"—Nyawaku dirampas namun kita yang jaya perang."

Senandungan kak Cal membuat pikiranku lari pada orang yang pasti—atau mungkin—marah, jika tau aku kabur dari sekolah hari ini.

Kakak • lrhWhere stories live. Discover now