Luke

40 10 2
                                    

I got this feeling inside my bones
It goes electric, wavey when I turn it on

Gue tersenyum lebar, saat acara akhirnya dibuka dengan tarian flashmob, terlebih ketika melihat Kaka di barisan paling depan. Tentu, kalau dia di barisan paling belakang juga, masih keliatan. Bukan, bukan karena dia paling tinggi, tapi paling petakilan, jadi pasti mau gimana caranya pasti kelihatan.

Tapi anak kelasnya tinggi tinggi, ya... Pantes dia ditempatin di depan, ternyata yang pendek yang di depan...

"Ka!" Gue melambaikan tangan padanya, lantas menjepret gambarnya dengan kamera saat mendapatinya menoleh kearah gue serta kamera. Dan jujur, sampai disini, kebahagiaan terbesar gue adalah ketika melihatnya tersenyum lepas di atas panggung. Terlebih, ketika ia memakai sepatu yang gue berikan padanya tadi pagi.

Itu yang katanya Ashton?, Gumam gue, saat gerakan flashmob berganti menjadi gerakan dansa, dimana Kaka berpasangan dengan seorang lelaki ikal yang lebih tinggi darinya. Mau dibilang dia nggak suka Ashton juga, senyumnya nggak lantas hilang ketika ia berpasangan dengannya. Sampai disini, gue bisa menyimpulkan bahwa makhluk kecil yang gue pikir cuma bisa nempel terus sama gue, ternyata bisa buat improvisasi yang bagus juga. Kalau ia nggak profesional, pasti ekspresi nggak sukanya kelihatan, tapi ini enggak. Senyumnya masih terkembang seperti biasa.

"Maaf, ayahnya Kaka?"

Gue menoleh, saat seorang wanita di samping mencolek lengan gue.

Tuh, kan. Anjrit lah, setua apa sih gue?

"Enggak, kakaknya." Tawa gue canggung. "Maaf, siapa ya, kalau boleh tau?"

"Anne-Marie," Ia menyalami gue. "Ashton's mom."

"Oh, iya. Luke Hemmings," Angguk gue, yang mendadak ingat ketika ia menyebutkan nama 'Ashton'. "Ashton yang tadi jadi pasangan Kaka, kan?"

"Iya." Tawa wanita tersebut, "Senang-"

"Thank you for having us!" Seru Kaka yang rupanya sudah selesai flashmob tanpa mikrofon, sukses membuat gue sontak menoleh ke arah panggung.

Nggak pakai mikrofon aja kedengeran sampai belakang, apa kabar kalau pakai mikrofon...

"Aku Kaka-"

"Ngomongnya 'saya', jangan 'aku', Ka! Enggak sopan!" Sikut lelaki ikal di sampingnya, yang gue asumsikan sebagai Ashton, membuat Kaka mendengus jengah.

"Biarin!" Tukas Kaka. Tentu, bisikan mereka nggak bisa gue dengar, tapi gue bisa membaca gerak mulut mereka. "Suka suka aku, dong! Udah, kamu diam aja!"

Ashton tampak bete, namun sepertinya, kali ini ia nggak punya pilihan lain, selain membiarkan Kaka bicara.

"Pagi semua! Jadi... Aku Kaka dari kelas 4-1, hari ini angkatan kami bakal pentasin drama..." Ujarnya yang berhenti tiba tiba, lantas melirik Ashton seakan meminta bantuan. Dengan ekspresi jengahnya, Ashton membisiki Kaka, membuat makhluk kecil di panggung itu kini tersenyum.

"Kami bakal pentasin drama Cinderella!" Senyumnya, yang kali ini ditujukan pada gue, membuat gue balas tersenyum padanya. "Selamat menikmati!"

'Selamat menikmati', lo kata kotak martabak kali Ka, Ka...

"Enjoy our show!" Seru Ashton, yang sepertinya berniat memperbaiki slogan kotak martabak yang Kaka sebut tadi menjadi lebih halus dan enak didengar. Namun, itu sukses membuat gue tertawa kecil.

Panggung mendadak hening, digantikan oleh nyalanya layar panggung, menampilkan satu persatu profil murid angkatan mereka. Tentu, gue menunggu profil Kaka muncul di layar-

Kakak • lrhWhere stories live. Discover now