Ben

36 7 8
                                    

Hari ini hari pertama Lewi kemo.

Anjrit.

Rasanya, gue butuh orang buat ngehajar gue sampe gue bangun; terus menghela nafas lega, karena ini cuma mimpi.

Tapi nggak; semuanya realita yang harus dihadapi tiap kami semua bangun pagi.

"How do you feel?" Tanya gue, yang sejak tadi melihatnya tersenyum lemah; memerhatikan Kaka dan Jack yang sedang main bersama di sebelahnya. Semenjak Lewi sakit, Jack jadi sedikit-banyak belajar ngurus anak—ngurus Kaka.

"Never been this good." Bibir pucatnya tersungging. Infus kemo tertancap di lengan kirinya sekarang; wujudnya amat berbeda dari beberapa bulan lalu, saat gue terakhir kemari.

"You're gonna be okay." Senyum gue, mengusap tangannya. "Kaka udah gede banget."

Lewi kembali tersenyum.
"Iya, kan? Bentar lagi dia main keluar bukan gue lagi yang jemput, tapi temen temennya. Im not ready for it."

Gue tertawa pelan; tiba tiba merasa yang paling siap nikah dan punya anak adalah ia, bukan gue.

"Masih ngedot?" Tanya gue lagi, karena terakhir gue kemari, Kaka masih megangin botol susu.

Lewi menggeleng, menggenggam jempol kecil kaka.
"Tapi kalo tidur masih suka ngenyot jempol. Ya, Ka? Kalo tidur ini masih suka masuk ke mulut, ya?"

Kaka tersenyum malu malu; tidak menggeleng, tidak mengangguk.
"Tapi kakak juga gak boleh aku pake dot."

"Udah gede." Geleng Lewi, mengacak rambut Kaka. "Malu."

Kalo Lewi makin parah, Kaka gimana?

Bisa gak dia tidur sendiri, gak sama Lewi?

Gue mengusap wajah kasar; kadang pikiran gue memang suka kurang ajar.

"Tapi kan temen aku ada yang pake dot, adeknya." suara Kaka lirih berbisik di dekat Lewi. "Terus kan temen aku pake juga, minjem dot adeknya."

"Terus..." Ia tertawa pelan. "Tapi kakak jangan marah, ya?"

"Apa?" Tanya Luke, tersenyum kecil. "Lo minjem dot adeknya temen lo, gitu?"

Kaka mengangguk pelan, senyumnya masih disana.
"Hehe."

"Ampun." Tawa Lewi. "Kapan gedenya nih?"

"Tapi kan enak pake dot." Cengir Kaka, berbicara amat pelan, supaya cuma Lewi yang bisa dengar. Kamu gak tau om om kamu semua bandar nyontek dulu, Ka. Kuping kami tajam, setajam... Ah, skip lah, ntar ketauan gua sering nonton. "Terus adeknya juga gak apa apa kita pake dot dia."

"Kalo gue kasih lo dot nih, terus lo mau pake sampe kelas berapa?" Tanya Lewi, kali ini memangku Kaka.

Gue gak pernah denger dia minta adek sama bokap nyokap, dan diantara gue, jack, dan dia, gue gak pernah denger dia ngomongin kalo dia punya anak nanti mau berapa, atau gimana; eh, tiba tiba, dia yang paling bagus ngurus anak.

Ajaib.

"Sampe gede." Cengir Kaka lagi; kepalanya bersandar di dada Lewi seperti biasa. "Sampe kayak kakak."

"Ih, malu." Geleng Lewi, setelahnya tertawa. "Mau denger cerita waktu lo masih kecil gak, Ka?"

"Apa, kak?"

"Dulu lo tuh suka ngemutin jari. Semua jari."

"Jari kaki?"

"Kadang kadang iya."

Nah, kalo cerita yang ini gue tau, nih. Tapi dengerin dulu, ah, Lewi nyampeinnya ke Kaka gimana.

"Terus gue pernah main ke rumah lo waktu lo masih kecil, masih kelas satu kalo gak salah. Apa masih TK, ya? Lupa, pokoknya masih kecil. Itu, pas gue main, lo lagi duduk di sofa; nonton barney, sambil ngemutin jari manis."

Kakak • lrhWhere stories live. Discover now