Calum

17 8 1
                                    

"Nah, gini,"

"—tinggal dikasih." Senyum gue puas, memberikan print out tiket yang sudah gue beli sebelumnya. "Tahun ini tahun terakhir si Ben single, Ka. Tahun depan, pasti udah punya anak."

Akhirnya, gue menghabiskan uang untuk dugem lagi; setelah sebelumnya hampir dihajar mati oleh bokap, karena kebiasaan kampret gue yang satu ini. Meskipun gue udah hampir berhenti dugem, setelah dipikir pikir lagi, kayaknya kalo cuma sekali kali ya, boleh lah.

"Nanti lu yang kasih ke Ben, ya." sahut gue, yang langsung menyambar kunci motor; tentu mau ke rumah sakit, bertemu empunya tiket yang baru. Iya, kami gak makan makan seperti ulangtahun Ben tahun lalu; karena Luke sakit, tentu saja. Tapi yaudahlah, makan makan juga yang ada gua ribut doang sama Luke ujungnya.

Kadang gue pengen damai sama Luke, barang sebentar. Cuma, anjirlah, emosi bawaannya kalo sama dia; ada aja yang bisa dibandingin sama orang lain dari kami, gitu. Yang gantengan Luke lah, yang kaleman dia lah, yang pinteran dia, lah. Kan mager juga jir dengernya; mendingan gak usah deket deket dia sekalian.

Emang gue seburuk itu, ya?

"Ayo, ka." Panggil gue. "Masukin Sorry ke kandang, terus kita caw. Gece."

"Oke, kak."

Enak juga punya adek, bisa dibabuin.

"Ayo, gece!" Tukas gue lagi, kali ini memanaskan motor. "Nanti keburu malem."

"Oke." Angguk Kaka, yang entah kapan udah duduk di belakang gue.

"Berang berang makan coklat," Gue lantas tancap gas. "Berangkat!"

Semoga Ben ngga bocor ke bokap, kalo gue dugem lagi.

Sampe bocor, calonnya gua umpetin.

***

"Om!" Seru Kaka, yang entah kenapa malah meluknya Luke.

"Ka," Mata luke membulat; pasti bentar lagi dia ngomel. Bodo amat, lah. "Kaka, rambut lo kenapa?!"

"Dipotong." Senyum Kaka, yang kayaknya seneng banget ketemu Luke lagi. "Gak kayak boots kan, kak?"

"Siapa yang motong?"

"Gua." gue berjalan menghampirinya. "Kayak setan, kalo rambutnya panjang."

"Kok lu gak bilang gue dulu?"

"Lah, emang lu nyokapnya, sampe harus izin dulu?"

"Udah, udah, wei. Happy birthday dulu dong nih, si palkon ulangtahun." Lerai Jack, yang tiba tiba masuk membawa kue ulangtahun beserta lilinnya; yang mati ditengah jalan, ketiup angin. "Happy birthday palkon--"

Nyanyian Jack terhenti, lantaran tante Liz mencubit pinggangnya. Gue jadi tante Liz, udah pasti gue dukung.

"Aduh, iya, iya." Ringisnya. "Happy birthday, Ben."

Gerak bibirnya masih berkata 'palkon', membuat Ben hampir menghajar Jack, kalau saja Mali gak masuk--

--dan membawa kue lain, dengan lilin diatasnya.

Kakak • lrhWhere stories live. Discover now