BAB 2

140K 9.1K 196
                                    

Mia mencicipi hashbrown olahannya, lalu mengernyit mendapati asin yang luar biasa. Sepertinya, ia terlalu banyak membubuhkan garam. Mia mendesah. Ia sendiri tahu, masakannya kerap kali tidak layak dimakan. Namun, dengan percaya diri, ia malah menawarkan sarapan untuk William. Tidak heran lelaki itu sering menolak.

Dengan lunglai, Mia membuang makanan itu ke tong sampah. "Ini satu-satunya tempat yang tidak akan menolakmu," kata Mia pelan, seakan kentang tak berdosa itu dapat mendengar ucapannya. Lalu, Mia berjalan ke kamar, hendak bersantai untuk menenangkan pikiran. Sesampainya di ruangan bercat krem itu, matanya mendapati William tengah mematut diri di depan cermin. Lelaki itu terlihat merapikan kerah baju.

"Kau mau pergi?" tanya Mia.

"Menurutmu?" William membalas ketus.

"Bolehkah aku ikut? Aku bosan berada di rumah sepanjang hari."

William menatap Mia tajam. "Kau bosan atau tidak, sama sekali tidak ada urusannya denganku," katanya, lalu berjalan melewati Mia begitu saja.

Mendesah pelan, Mia merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia meraih ponsel yang ada di atas nakas, lalu memainkannya sejenak. Kebetulan, sebuah chat datang.

Mia, kau tidak lupa dengan reuni hari ini, bukan? Ah, ya, apakah William akan ikut bersamamu?

Pesan itu dikirimkan oleh Lily Walter, teman terdekat Mia semasa duduk di bangku Junior High School. Kedua bola mata Mia membesar, nyaris saja ia melupakan acara tersebut. Beberapa dari teman sekelasnya terdahulu menggelar acara reuni sederhana, sekadar melepas rindu katanya.

Untung saja Lily mengingatkan, pikir Mia. Secepat mungkin perempuan itu bangkit dari ranjang, berjalan menuju lemari pakaian. Ia tidak punya banyak waktu lagi.

***

"Apa kau sudah gila?!" Claire Clifford memekik kaget, ditatapnya William dengan bola mata membesar.

"Belum, Ibu. Tapi, aku akan benar-benar menjadi gila jika tinggal lebih lama dengan perempuan yang tidak tahu apa-apa itu," desis William. Siang ini, ia memutuskan pergi ke rumah orang tuanya demi menyampaikan niat yang sudah ia pendam sejak satu bulan belakangan; menceraikan Mia.

"Tidak, Will. Tidak akan pernah ada perceraian. Menurutmu, apa yang akan Cecilia katakan padaku jika kau menceraikan anaknya? Kau ingin merusak hubungan persahabatan kami yang bahkan sudah terjalin sejak kecil?" cecar Claire.

"Dan Ibu ingin tetap membiarkanku hidup bersama perempuan yang bahkan tidak bisa menyiapkan sarapan untukku? Oh, rasanya aku akan lebih bersyukur jika Ibu menikahkanku dengan Bibi Dorothy!"

"William!" Claire menghardik marah. Tatapannya beralih pada Dorothy yang datang membawakan minuman. Usai meletakkan dua gelas itu di atas meja, Dorothy berjalan pergi. Memilih meninggalkan kedua majikannya yang tengah bersitegang.

"Setidaknya, bersama Bibi Dorothy, aku tidak perlu mencemaskan soal makanan. Masakan Bibi Dorothy enak. Aku juga tidak perlu pusing mendapati rumahku berantakan, sebab Bibi Dorothy ahli merapikannya. Sedangkan wanita pilihan Ibu? Membuat kepalaku sakit, hanya itu yang dia bisa! Pokoknya, aku akan mengurus perceraian kami!"

"Baiklah, terserah!" seru Claire, napasnya terdengar memburu. "Silakan urus perceraianmu. Dan setelah itu, urus juga pemutusan hubungan ibu dan anak di antara kita!"

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Claire berderap meninggalkan William. Ia merasa kesal, sebab di hari libur yang indah, anaknya justru datang memohon bencana. Oh, sungguh, Claire berpikir putranya yang tampan itu mulai tidak waras.

"Ibu!" panggil William, tetapi Claire tidak menoleh.

Frustrasi, William meremas rambutnya. "Astaga, aku bisa gila!"

My Silly WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang