BAB 30

88.3K 6.8K 297
                                    

William menyesap latte di tangan, lalu mengembalikan cangkirnya ke atas meja. Lelaki itu mengambil napas sedalam mungkin, tatkala Ethan yang duduk di hadapannya melempar tatapan tajam. Begitu jam operasional kantor usai, kedua orang itu memutuskan bertemu di Greenhill's Cafe, tempat mereka biasa bersantai dan berbincang. Suasana kafe ramai oleh pengunjung, tetapi tidak memberi pengaruh apa pun bagi keduanya, yang justru diikat keheningan begitu pekat.

"Kau tahu, aku berusaha mati-matian untuk tidak memukul wajahmu saat ini." Kalimat pertama yang meluncur dari bibir Ethan. Wajahnya mengeras—bahkan sejak menyambut kedatangan William.

"Aku hanya tidak tahu harus memulainya dari mana. Aku sedang berusaha mencari cara yang tepat untuk memberi tahu semuanya padamu," sahut William.

Ethan berdecih. "Lalu akhirnya, kau mengumumkannya di depan seluruh karyawan kantor. Itu yang kau sebut tepat?"

"Demi Tuhan, Ethan. Aku melakukan hal itu, karena sungguh tidak tahan melihat mereka memperolok Mia. Apa kau tahu bagaimana tertekannya Mia akibat permasalahan ini? Lalu kau pikir, aku bisa diam saja melihatnya diperlakukan tidak baik di depan mataku sendiri?"

Ethan terdiam sebentar, menghela napas panjang. Benar, ia sendiri turut mendapati ketidaknyaman di wajah Mia selama beberapa hari terakhir. Bahkan, wanita itu seakan kehilangan semangat bekerja. Ethan beberapa kali memergokinya termenung di depan komputer, ketika ia memasuki ruang kerja divisi keuangan. Namun, Ethan tidak dapat melakukan apa pun, mengingat ia harus menjaga nama baik Mia yang mengaku telah bersuami. Sejak beredarnya kabar miring itu, Ethan memilih mengawasi Mia dari kejauhan.

"Tapi, mengapa kau tidak mengaku sejak awal, bahwa lelaki itu adalah kau?"

"Seperti yang sudah kukatakan, aku sedang berusaha menemukan cara yang tepat untuk memberitahumu. Hanya saja, keadaan sudah terlanjur kacau. Dan saat di kafetaria tadi, aku benar-benar tidak dapat menahannya lagi. Aku mengungkap semuanya agar mereka berhenti menyakiti Mia." William menerangkan tanpa jeda, sembari berupaya menjaga nada bicaranya agar tetap terdengar tenang. "Kau pikir, hanya kau yang terkejut dengan semua ini? Aku sendiri merasakan hal yang sama, saat mengetahui masa lalumu dengan Mia."

Ethan terdiam, benaknya mencoba mencerna segala ucapan William.

"Aku tahu ini akan terdengar kejam," William kembali bersuara, "tapi kumohon lupakan Mia. Aku tidak tahu pasti bagaimana kisah kalian di masa lalu. Namun, kini Mia sudah menjadi istriku. Dia milikku. Dan aku tidak akan menyerahkannya kepada siapa pun. Sekalipun itu kau, sahabatku sendiri."

***

Mia mengangguk puas, ketika berhasil menghidangkan beberapa menu makanan di atas meja. Hasil dari latihan selama beberapa waktu belakangan, malam ini ia sudah mampu menyiapkan hidangan, bahkan tanpa melihat tutorial di internet. Entahlah bagaimana respons William nanti, yang penting Mia sudah berupaya. Semoga saja, lelaki itu tidak menghinanya lagi.

Perhatian Mia terusik, tatkala telinganya menangkap suara pintu terbuka, disusul ketukan sepatu pantofel milik William. Cepat-cepat ia berjalan menuju ruang utama. Seketika, wajah lelah William memenuhi pandangan matanya.

"Mengapa kau lama sekali? Apa pekerjaan yang harus kau tuntaskan hari ini sebegitu banyak?" tanya Mia, matanya mengikuti gerakan William. Lelaki itu terlihat membuka jas, lalu menyampirkannya pada sandaran sofa. Dengan sebelah tangan, ia melonggarkan dasi yang melingkari leher.

"Kau memasak sesuatu? Aromanya begitu nikmat," balas William, mengabaikan pertanyaan wanita itu.

Mia mengangguk seraya tersenyum kecil. "Mandilah. Setelah itu kita makan."

***

Sepeninggal William, Ethan masih terdiam di atas kursi dengan tatapan kosong. Sulit baginya menerima kenyataan yang ada. William dan Mia adalah pasangan suami-istri? Bolehkah ia berharap ini hanya mimpi?

My Silly WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang