BAB 33

82.7K 6.5K 563
                                    

William melirik arloji di tangan. Pada detik yang sama, bunyi ting terdengar, seiring terbukanya pintu lift yang mengantarkannya ke lantai 5—tempat divisi keuangan berada. Mengikuti ucapan Carlos, ia melangkah lebar-lebar ke arah ruang meeting.

William segera membuka pintu, begitu tiba di ruangan tersebut. Carlos benar, Mia ada di sana. Wanita itu sontak menoleh ke belakang. Matanya yang serupa biji almond terlihat membesar mendapati kedatangan William.

"Ada ap—"

Ucapan Mia terhenti saat William berderap masuk. Ia menyisir sekeliling dengan pandangan mata, seakan tengah mencari sesuatu. Lalu, dahi lelaki itu tampak berkerut.

"Kau ... sendirian?" tanya William, mengembalikan tatapan ke arah Mia.

"Ya. Memangnya kenapa? Kau mencari seseorang?"

William menelan ludah. Mungkinkah Carlos berbohong?

"Tidak." William menyeka pangkal hidung sembari berdeham pelan. "Sedang apa kau di sini?" tanyanya kemudian.

"Menyiapkan ruang meeting. Satu jam lagi, divisi keuangan akan mengadakan rapat internal."

Mendengar jawaban Mia, William mengangguk-angguk. Ia mengetahui hal tersebut, sebab Ethan memang sudah melapor padanya. Bodohnya, ia bahkan tidak mengingat laporan itu akibat terlalu fokus dengan ucapan Carlos.

"Jadi, Ethan menyuruhmu melakukannya?"

Mia mengangguk.

"Apa tadinya, kalian ... berdua di sini? Maksudku, apa sebelumnya Ethan menemuimu untuk memerintahkan hal yang lain?" William masih berusaha menemukan bukti dari ucapan si brengsek Carlos. Namun, Mia justru menggeleng.

"Tidak. Kami bahkan tidak bertemu sejak pagi. Dia memintaku menyiapkan ruangan ini melalui panggilan telepon."

William mengangguk-angguk lagi. Pikirannya sontak menggaungkan makian untuk Carlos. Bagus, si mulut besar itu kembali berulah. William bersumpah akan memberikan pelajaran padanya.

"Hm, begitu," ucap William, tangannya menyentuh leher bagian belakang, antara malu bercampur kesal. Malu pada Mia—atas tindakannya yang tiba-tiba muncul tanpa alasan jelas—dan kesal pada Carlos yang dengan kurang ajar telah mempermainkannya.

"Kalau begitu, aku keluar dulu," ucap William kemudian. Lelaki itu nyaris berbalik, tetapi suara Mia menghentikan langkahnya.

"Tunggu, William."

William menoleh, kembali menatap Mia. Ia hanya mampu mematung, tatkala Mia melangkah mendekat, berhenti tepat di hadapannya. Dengan telaten, wanita itu memperbaiki letak dasi William yang sedikit miring.

"Aku tidak mengerti mengapa kau terlihat begitu marah sejak malam tadi," ucap Mia dengan pandangan fokus pada dasi William. "Tapi, seharusnya, kau tidak perlu menahan diri untuk meminta bantuanku memakaikan dasimu. Bagaimanapun, itu adalah tugasku sebagai seorang istri."

Kemudian, jemari Mia berpindah pada bagian depan rambut William, merapikan helaian yang sedikit berantakan. "Kupikir, kita sudah cukup dekat untuk bisa saling bekerja sama dengan baik dalam pernikahan ini. Jadi, kau tak perlu sungkan memintaku melakukan apa pun untukmu," kata perempuan itu dengan lembut, lebih terdengar seperti seorang ibu yang tengah menasihati anaknya.

Mia tidak tahu, dalam kediamannya, William berupaya keras menahan jantung yang berdentam hebat. Bahkan selama beberapa detik, lelaki itu menahan napas. Keberadaan Mia tepat di depannya, dengan aroma parfum yang memabukkan penciuman, serta sentuhan lembut yang ia tinggalkan di dahi William, benar-benar perpaduan yang sangat buruk untuk membuat fokus lelaki itu terjaga.

My Silly WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang