BAB 25

82.8K 6.5K 489
                                    

"Maafkan aku, Mia ...."

Mia tertegun mendengar bisikan William. "Untuk apa?" lirihnya pelan. Wajah William yang nyaris tidak berjarak di atasnya, membuat Mia dapat menyaksikan raut lelaki itu dengan jelas. Tidak ada kesinisan di sana. Keduanya saling menatap begitu dalam, seolah berupaya menyelami lautan hati masing-masing.

"Untuk sikapku selama ini. Untuk semua ucapanku yang menyakiti hatimu," jawab William, nyaris berbisik. Ibu jarinya bergerak, mengelus pelipis Mia dengan lembut. Untuk pertama kali, ia bersyukur telah memperistri Mia. Wanita di hadapannya cantik, dan begitu baik. Bodohnya, William baru menyadari hal itu, ketika Mia nyaris akan direbut oleh sahabatnya sendiri.

Mia membatu, kelopak matanya bahkan tidak berkedip. "William, kau ... tidak salah berbicara?"

Mendengar pertanyaan itu, William tertawa kecil. Alih-alih menjawab, ia lebih memilih menenggelamkan wajah pada lekukan leher sang istri. Menikmati kenyamanan yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan di sana. Demi apa pun, bagi William, malam ini akan benar-benar menjadi panjang.

***

William menggeliat pelan, tatkala panas cahaya mata hari dari kaca jendela terasa menyentuh kulitnya. Lelaki itu menggeliat sebelum akhirnya membuka mata, lalu melempar pandangan pada jam yang menggantung di dinding. Jarumnya sudah mengarah ke angka tujuh. Syukurlah ini hari Minggu, jadi ia tidak perlu buru-buru bangun dan berangkat ke kantor.

William menolehkan kepala, Mia masih tertidur pulas di sisinya. Wajah wanita itu begitu cantik dan mendamaikan hati. Perlahan, segaris senyum terukir di bibir William. Apa yang mereka lakukan malam tadi kembali terlintas dalam benak, melahirkan bahagia tak terkira. Kini, Mia telah sah menjadi miliknya secara utuh, dan tak ada seorang pun yang dapat menggugat hal itu.

William merengkuh tubuh Mia yang hanya ditutupi sehelai selimut. Ia mendaratkan kecupan lembut pada bahu sang istri. Diraihnya punggung telapak tangan perempuan itu, digenggamnya begitu kuat. Dalam hati, William berjanji. Ia tidak akan melepaskan jemari Mia, terlebih menyerahkannya pada orang lain.

***

"Ini yang kau sebut bersenang-senang?"

Mia menatap datar pada layar televisi di depannya, berikut dua popcorn dan berbagai camilan di atas meja. Oh, serta dua kaleng softdrink sebagai pelengkap. Usai sarapan pagi tadi, William mengatakan bahwa siang ini mereka akan bersenang-senang. Mia pikir, William akan mengajaknya berekreasi, berbelanja atau apa. Namun, perkiraannya salah total.

"Melewati hari libur dengan menonton berbagai film bersama. Bukankah itu menyenangkan?" balas William, tangannya sibuk memencet remote. Semalaman tadi ia sudah memikirkan film apa yang akan mereka tonton hari ini, lalu pilihannya jatuh pada Forrest Gump. Salah satu film terbaik yang masih menjadi favoritnya hingga sekarang.

Mia mendecih, pikiran William memang tidak tertebak. Tepatnya, berbeda dengan lelaki lain. Padahal, Mia sudah membayangkan berbagai kegiatan menyenangkan menurut wanita pada umumnya.

"Sebenarnya, aku ingin mengajakmu keluar. Tapi, aku tahu kau pasti lelah. Jadi aku mengurungkannya." Ada maksud tersembunyi di balik senyum William, Mia menyadarinya. Perempuan itu mengalihkan wajah seraya mendengkus sebal, membuat tawa William berderai. Entah mengapa, ia senang berhasil menggoda sang istri.

Mia membisu kemudian. Mau tak mau, ingatannya turut melayang pada peristiwa malam tadi. Ketika untuk pertama kalinya, mereka melakukan hubungan yang semestinya dilakukan oleh suami-istri, usai menikah selama empat bulan lebih. Mia tidak pernah menyangka hal semacam itu akan terjadi juga, mengingat selama ini William selalu bersikap buruk padanya.

"William," panggil Mia tiba-tiba.

Yang dipanggil segera menolehkan kepala, kedua matanya menatap Mia. "Hm?"

My Silly WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang