BAB 5

108K 7.8K 303
                                    

Insiden cermin hancur sudah berlalu selama dua hari, tetapi hingga kini William masih mengabaikan Mia. Ia tahu, perempuan itu melakukannya dengan sengaja. Cermin itu bukan seperti piring yang mudah disenggol dan terjatuh, ia dilekatkan dengan kokoh di dinding. Bagi William, merusaknya secara sengaja serupa dengan mengibarkan bendera perang.

"Kau masih marah padaku?" Mia bertanya pada William yang tengah membaca di ruang keluarga. William diam, memilih tidak menggubris perempuan itu.

Helaan napas panjang terdengar. "Baiklah, aku memang salah, karena melakukannya dengan sengaja. Tapi, kau tahu kenapa?" tanya Mia kesal. "Karena kau selalu saja menghinaku dengan peringatanmu itu."

William berpura-pura tidak mendengar. Matanya tetap fokus membaca.

"William." Dengan jari telunjuk, Mia mencolek pundak sang suami. "Maaf, aku sungguh menyesal." Mendapati William masih bergeming, Mia mengerucutkan bibir. Ia lantas memikirkan strategi yang tepat untuk memperoleh maaf dari lelaki itu.

"William, bagaimana kalau kubuatkan pancake? Aku sudah mempelajari resepnya di internet. Atau kau mau makan—"

"Baiklah, kau kumaafkan." William menyela cepat, sebelum Mia benar-benar berpikir untuk melakukan apa yang ia katakan. Yah, memaafkan Mia jauh lebih baik daripada membiarkan wanita itu mengacau lagi.

Mia mengulas senyum. Padahal, ia tidak benar-benar berniat memasak. Dan ternyata, taktiknya berhasil

***

Mia melempar pandangan pada jam yang menggantung di dinding kamar, waktu sudah nyaris larut malam. Sesaat kemudian, tatapannya jatuh pada sisi ranjang yang semestinya ditempati William. Kosong.

Mengapa dia tidak kunjung masuk? pikir Mia. Segera saja, perempuan itu bangkit dari tempat tidur. Ia berderap keluar, lalu tertegun mendapati William. Lelaki itu tampak tertidur di ruang keluarga dengan kepala terkulai pada sandaran sofa. Kedua kakinya bersila, dengan laptop menyala di sisinya. Sepertinya William tertidur saat tengah menyelesaikan pekerjaan.

Merasa iba karena lelaki itu pasti lelah, Mia memilih tidak membangunkannya. Ia berjalan ke kamar, lalu kembali keluar dengan membawa perlengkapan tidur. Usai menyingkirkan laptop, pelan-pelan, Mia meraih kepala William dan merebahkannya di atas bantal. Setelahnya, ia meluruskan kedua kaki lelaki itu, lantas menutupi tubuhnya dengan selimut.

"Good night, William," bisik Mia kemudian, tepat di telinga sang suami.

***

"William, beberapa macam barang kebutuhan sehari-hari sudah habis," kata Mia, esok paginya. William yang tengah memakai sepatu tampak mengangguk mengerti.

"Oke, aku akan singgah ke mini market sepulang dari kantor nanti."

"Tidak perlu, biar aku saja yang pergi berbelanja. Aku akan berhati-hati." Mia mencoba meyakinkan, saat menangkap tatapan ragu di mata William. "Kau tidak perlu khawatir."

"Aku bukan mengkhawatirkanmu, melainkan barang belanjaannya," ketus William.

Mia seolah dicampakkan dari gedung yang tinggi. Ia menatap William dengan mata memicing, bibirnya meluncurkan dengkusan sebal.

"Maksudku, aku akan berhati-hati membawa barang belanjaannya, agar dapat sampai di rumah dengan keadaan mulus tanpa cela, Tuan," timpal Mia, dengan memberi penekanan pada kata terakhir.

"Baguslah, kalau begitu." William membuka dompet, mengeluarkan sekeping kartu kredit dan menyerahkannya pada Mia. "Pakai ini."

"Tidak perlu, aku bisa menggunakan uangku."

My Silly WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang