BAB 11

86.9K 7.9K 534
                                    

"Siapkan mentalmu dengan baik."

Kalimat yang meluncur dari bibir Ellena pagi tadi, kembali terngiang dalam benak Mia. Kini, ia mengerti maksud perkataan perempuan itu. Bahkan pada hari pertamanya bekerja, Mia sudah nyaris pingsan akibat tugas tiada henti yang diberikan oleh sang atasan.

Shirley Addison. Mia masih mengingat bagaimana angkuhnya wanita itu menyebutkan nama dan jabatan yang ia duduki—asisten manajer keuangan. Dan tampaknya, kejumawaan perempuan itu meningkat beberapa level, sebab ia diberi tugas menggantikan manajer keuangan yang tengah mengambil cuti demi perjalanan ke luar negeri. Oh, wajahnya yang dibubuhi foundation setebal buku Harry Potter juga tak dapat dilupakan begitu saja, berikut lipstik semerah darah yang mewarnai bibirnya.

Sejak pagi tadi, perempuan berlagak bos besar itu tak henti menugasi Mia berbagai hal. Mulai dari mencetak lembaran kertas, menggandakannya dengan mesin fotokopi, menyusun laporan-laporan berbungkus map sesuai urutan tanggal, bahkan membuatkan kopi—tugas yang semestinya dikerjakan oleh office girl.

Mia tidak keberatan dengan berbagai perintah tersebut, ia hanya tidak menyukai cara Shirley memperlakukan dirinya—yang tak jauh berbeda dengan cara seorang majikan menugasi pelayan. Namun, mengingat perbedaaan pada jenjang jabatan mereka, Mia tidak punya pilihan selain tetap menurut.

"Kopi ini terlalu manis!" hardik Shirley tiba-tiba, membuat Mia berjengit kaget. "Bukankah sudah kukatakan, bahwa gulanya cukup satu sendok saja? Kopi buatanmu ini, rasanya seperti dibubuhi gula lima sendok, kau tahu?"

"Tapi ... saya sudah melakukan sesuai permintaan anda, Ms. Addison." Mia membela diri dengan intonasi pelan, berupaya tetap terlihat sopan.

"Aku tidak mau tahu, ganti kopi ini sekarang juga!"

Untuk ketiga kalinya, Shirley meminta Mia mengganti kopi yang telah ia buat. Menurut Shirley, kopi yang pertama terlalu pahit. Kemudian, ada bau tidak sedap pada cangkir kedua. Dan sekarang ... perempuan itu kembali memberi alasan berbeda.

Mia menghela napas panjang, mencoba memupuk kesabaran. Bagaimanapun, ia harus tetap bertahan demi membuktikan pada William, bahwa dirinya tidak seremeh yang lelaki itu pikirkan. Maka, Mia meraih gelas yang diangsurkan Shirley. Ia berderap menuju pantry¸ hendak membuat kopi yang baru.

***

Mia menelungkupkan wajah di atas meja, kelelahan sungguh menguasai tubuhnya. Sekian lama berjibaku dengan perintah Shirley yang tak kenal henti, pada akhirnya, ia memiliki waktu beristirahat.

"Mia, ayo kita makan siang."

Ellena menyentuh lengan Mia, membuat perempuan itu segera mendongak. Dengan lunglai, Mia menganggukkan kepala. Ia lantas berdiri dari kursi, mengekori langkah Ellena yang menuntunnya ke kafetaria.

Kafetaria terletak di lantai 4, sedangkan divisi mereka berada di lantai 5. Jadi, Mia dan Ellena harus menggunakan lift untuk mencapai tempat itu. Dan begitu mereka sampai, sesuai instruksi Ellena, Mia mengambil nampan. Ia mengisinya dengan menu makanan yang diinginkan.

Mia nyaris mengambil kursi pada barisan di sebelah kanan, tetapi Ellena segera menahan lengannya.

"Ada apa?" tanya Mia dengan kedua alis bertaut, merasa bingung.

"Jangan duduk di sana. Lebih baik, kita di belakang saja." Ellena menunjuk kursi pada pojok sebelah kiri.

Mengedikkan bahu, Mia menurut saja. Baginya, duduk di mana pun tidak menjadi masalah, selama ia dapat makan dan beristirahat sejenak. Tentu saja, agar nantinya ia memiliki tenaga untuk kembali berjibaku dengan perintah Shirley.

My Silly WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang