13

3.2K 181 6
                                    

Kebanyakan orang tidak menyukai adanya hari Senin, termasuk Fia. Karena saat hari Senin, dirinya harus berdiri di bawah terik matahari untuk berpuluh-puluh menit lamanya lalu mengikuti pelajaran Fisika yang membuat gaya belajar menurun karena tenaga lelah setelah upacara, biologi yang membuat otot tangan lelah akibat gerakan menulis yang terlalu lama, dan kimia yang mereaksikan senyawa otak menjadi melayang ke alam mimpi.

Saat ini, Fia sudah berdiri di lapangan upacara bersama dua temannya. Bel sudah berbunyi sekita sepuluh menit yang lalu, tetapi upacara belum juga dimulai.

"Lama banget, mataharinya makin naik tuh" gerutu Bintan sambil mengipas wajahnya menggunakan topi miliknya.

"Iyaa, mana PR fisika gue belum selesai lagi" timpal Zahra.

Fia hanya menjadi pendengar setia dari setiap keluhan kedua temannya itu.

"Seluruhnya, siaaaaap gerak" Suara pemimpin upacara menggelegar seantero lapangan upacara, yang menandakan upacara akan segera dimulai.

Upacara berlangsung seperti biasanya. Namun, teriknya sang mentari terlalu menyengat hari ini dan membuat kepala Fia sedikit pusing. Zahra yang merasakan ada yang aneh dari Fia pun sedikit cemas.

"Lo nggak apa-apa, Fi?" Zahra memegang pundak Fia. Fia menggeleng sebagai jawaban pertanyaan Zahra.

"Mau pake minyak kayu putih gue?" Tanya Zahra bermaksud memberikan perhatian kepada Fia. Zahra seorang gadis yang sangat cepat panik, perhatiannya terlalu tinggi, terlalu cepat kasihan kepada orang dan dia orang yang sabar dalam hal apapun, namun terkadang ia juga bisa marah jika sesuatu yang ia hadapi telah menguras kemarahannya.

Fia menggeleng, "Gue enggak apa-apa kok Ra" Zahra mengangguk mengerti. Namun tangannya terus merangkul pundak milik Fia, takut jika gadis itu kenapa-napa.

Fia melemparkan senyum ke arah Zahra namun Zahra mengarahkan pandangannya lurus ke depan.

"Upacara selesai" ucap pembaca acara lalu disusul dengan langkah gusar dari seluruh murid SMA Cendrawasih.

Fia dan kedua temannya berjalan menuju kelasnya yang berada di ujung koridor. Namun saat di pertengahan koridor, Fia merasa pandangannya buram, kepalanya sangat pusing, tangannya dingin, kakinya begitu lemas untuk menopang badannya, dan seketika yang ia lihat hanya gelap. Fia pingsan, Zahra dan Bintan panik melihat Fia yang sudah terjatuh di lantai dengan seketika orang-orang yang berada di sekitarnya sudah membendung Fia tanpa melakukan apapun.

Zahra menepuk-nepuk pipi Fia bermaksud menyadarkan gadis itu, namun Fia tetap tidur. Dari arah belakang, Fandy berlari menuju ke arah mereka bertiga. Saat lelaki itu tiba di sebelah Fia, ia langsung menggendong Fia ala bridal style. Zahra dan Bintan mengikuti langkah Fandy menuju UKS. Fandy meletakkan tubuh Fia di salah satu tempat tidur di UKS.

Bu Hesti yang merupakan dokter sekolah pun segera memeriksa keadaan Fia. "Dia nggak apa-apa, mungkin dia belum sarapan tadi pagi"

"Tapi, kenapa dia belum sadar bu?" Tanya Bintan khawatir.

"Sebentar lagi pasti sadar. Kalian kembali ke kelas saja, saya yang akan jaga Fia"

Zahra dan Bintan saling tatap lalu mengangguk. "Ya udah, bu. Tolong jagain Fia ya bu. Kalau ada apa-apa, kelas kami di kelas sepuluh MIPA dua" Jelas Zahra dan membuat Bu Hesti mengangguk mengerti.

Fandy masih berdiri di samping tempat tidur Fia, Zahra yang melihat lelaki itu masih berdiri di tempatnya pun memukul lengan lelaki itu. "Lo nggak mau ke kelas?" Fandy menggeleng. "Nanti lo dicari Bu Erna dan malah dituduh enggak-enggak" Ujar Zahra.

Angel(o)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن