10. Late

205K 18.2K 795
                                    

"Siapa yang mengantarmu?"

Perlahan Dyeza menoleh ke asal suara yang terkesan dingin tapi sangat familiar di indra pendengarannya.

Disana, tepatnya diatas kursi kayu di ruang tamu. Duduk sesosok lelaki berambut segelap malam yang senada dengan iris matanya. Mata yang selalu memancarkan sebuah teka-teki misterius yang tak dapat terpecahkan. Raut wajah datar tanpa ekspresi dan sangat irit dalam berucap, mampu membuat siapapun tak bisa menebak semua hal tentang lelaki ini.

"Eyden?"

Eyden bergeming. Jemarinya sibuk mengetuk-ngetuk pegangan kursi dengan tatapan lurus ke lantai berkeramik putih.

Sedangkan Dyeza, ia hanya bisa menggigit bibirnya guna menutupi rasa gugup yang kini menderanya. Tangannya meremas pelan roknya hingga membuat beberapa bagian menjadi sedikit kusut.

"Kemari!" panggil Eyden dan mau tak mau Dyeza harus melangkah menghampirinya.

Belum sempat Dyeza mendaratkan pantatnya di atas kursi, Eyden kembali bersuara. "Siapa yang menyuruhmu duduk?"

Dan Dyeza terpaksa kembali lagi berdiri tepat didepan Eyden, dan hanya dipisahkan oleh sebuah meja kaca yang didalamnya terdapat pasir putih. Didalam hati ia sibuk menggerutu. Yang punya tempat siapa, yang nyuruh-nyuruh juga siapa!

Walaupun sedang kesal, ia masih sama sekali tidak berani untuk sekedar menatap wajah Eyden. Aura mengintimidasi dari tatapan mata hitam kelamnya berhasil membuat bulu kuduknya merinding.

"Siapa dia?"

"Di-dia siapa?" Kini malah Dyeza yang balik bertanya. Entah kenapa otaknya seakan tidak dapat berfungsi dengan normal.

Mata Eyden memicing.
"Kau pura-pura bodoh atau memang bodoh?"
Itu bukan sebuah pertanyaan, melainkan lebih tepat disebut dengan pernyataan.

Dyeza menelan salivanya dengan susah payah, "Ellzer."

"Aku tidak bertanya namanya." ucap Eyden datar. "Apa hubungan antara kau dan dia?"

"Te-teman." cicit Dyeza seraya masih menunduk takut. Sejenak ia merasa seperti seorang tahanan yang sedang diinterogasi polisi.

Ketukan jari Eyden terhenti. Setelah itu tidak ada pergerakan ataupun suara sama sekali.
Hening.

Semakin lama Dyeza semakin merasa tidak nyaman akan situasi yang terjadi sekarang ini. Pikirannya berkecamuk, apakah mempunyai teman itu adalah sebuah kesalahan? Ia rasa tidak!

"Menjauh atau menyesal!"
Itu bukan hanya sekedar peringatan, melainkan juga merupakan ancaman.

Dyeza mendongak dan menatap Eyden tak percaya. Baru beberapa hari yang lalu ia berteman dengan Ellzer karna jarang sekali ada orang yang mau berteman dengannya. Dan dengan mudahnya si lelaki berwajah sedatar triplek ini menyuruhnya untuk menjauh? Jangan harap!

"Tidak!Aku baru berteman dengannya!Lagipula Ellzer adalah orang yang baik!" Entah darimana keberaniannya mulai muncul. Ia bahkan sedikit berani menatap wajah Eyden yang selalu datar itu.

"Menjauh!" Eyden mendesis penuh peringatan dengan tatapan lurus tepat di manik mata Dyeza.

Dan sontak mau tak mau Dyeza harus menundukkan kepalanya lagi. Keberaniannya langsung lenyap ditelan bumi setelah melihat tatapan Eyden yang mengintimidasi.
"Me-memangnya ke-kenapa?"Suaranya bahkan mirip seperti cicitan tikus sekarang.
"Di-dia kan cuma te-teman."

Tak ada jawaban.
Dan itu membuat Dyeza semakin merasa gelisah. Eyden kembali tak ada pergerakan sama sekali. Karna sifat keingintahuannya, perlahan ia mendongakkan kepalanya.

5 PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang