30. Eternal Hurt

166K 15.3K 350
                                    

Yeay!! Bisa update cepet 😄
#EfekLiburSeminggu

Tekan ⭐ sebelum membaca.
Tekan 💬 setelah membaca.

Happy reading!

---------------------------------------------
Gelenyar aneh terasa menusuk bagian lehernya hingga membuat kelopak mata itu terbuka. Menampilkan manik cokelat indah nan menyejukkan jiwa.

"Ngh."

Gadis pemilik mata itu melenguh saat sengatan kecil terasa menusuk lehernya saat ia bergerak sedikit saja. Kepalanya terasa sangat pening dengan ujung pelipisnya yang berkedut seirama.

Lenguhan gadis itu sontak saja membuat sesosok lelaki yang sedari tadi berbaring disampingnya dan memeluknya erat, terbangun dari tidurnya dan langsung menatap wajah gadis itu dengan penuh cemas.
"Jangan terlalu banyak bergerak, amour. Gigitan Yezra tidak akan sembuh secepat itu."

Gadis yang tak lain adalah Dyeza Zafriela itu hanya merespon dengan helaan napas berat. Jantungnya berdegup kencang saat mendapati bahwa sama sekali tidak ada jarak diantara dirinya dengan suaminya ini.

Membelai rambut Dyeza, Dreynan berkata lirih "Apa masih terasa sangat sakit, amour?"

Dyeza mengigit bibir bawahnya. Takut kalau rasa sakit itu akan menyerang lehernya lagi jika ia mengangguk."Se-sedikit."

Mereka berdua kini tengah terbaring diatas ranjang besar di salah satu kamar yang memang sudah dipersiapkan khusus untuk para tamu. Ruangannya memang terlihat cukup besar dan aksen Italia klasik yang dominan, namun didalamnya hanya terisi oleh barang-barang biasa seperti ranjang dan almari saja. Tidak ada hiasan ataupun sekedar lukisan yang seharusnya bisa mempercantik tampilan interiornya. Atapnya bahkan cukup terlihat usang dengan laba-laba yang merajut benang dengan senang hati di sudut atap paling pojok. Seperti tak terawat cukup lama.

"Bersabarlah, amour." Dreynan meraih punggung tangan Dyeza dan mengecupnya lembut."Asrein sedang dalam perjalanan mengambil ramuan ungu di istana. Tak lama lagi rasa sakit itu akan hilang."

Dyeza hanya bergeming.
Sebenarnya ia sama sekali tidak peduli dengan dua lubang kecil berwarna merah di lehernya. Rasa sakit ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit dihatinya saat melihat Yezra yang terlihat sangat rapuh dan terluka. Dirinya sama sekali tidak marah atas perlakuan Yezra tadi kepadanya. Ia percaya, ada suatu alasan yang melatarbelakangi Yezra melakukan hal itu padanya. Tapi apa?

"Dreynan." panggilnya pelan dan disambut dengan gumaman rendah oleh lelaki itu.

Dyeza mendongak, menatap mata abu-abu lelaki itu yang serasa menusuk jiwanya."Apa yang terjadi dengan Yezra di masa lalu?"

Bukannya menjawab, Dreynan malah mengalihkan pandangannya. Enggan menatap Dyeza yang tengah menatap penuh permohonan kepadanya.

Hati Dyeza sempat terasa sakit saat Dreynan tidak mau menjawab dan malah mengabaikannya. Tapi ia tak putus asa, demi Yezra ia takkan menyerah untuk mencari informasi tentang masa lalu lelaki paling perhatian kepadanya itu.

"Ku mohon, Dreynan." lirih Dyeza dengan tangan terulur menangkup pipi Dreynan agar menatapnya.

Bibir Dreynan mengulas senyum getir diatas rahang kerasnya. Tangannya menggenggam tangan halus Dyeza yang menangkup pipinya."Aku tidak bisa menjawabnya."

"Kenapa?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Dyeza. Otaknya berpikir keras. Bukankah Dreynan lahir terlebih dahulu daripada Yezra? Seharusnya dia mengetahui perihal tentang adiknya itu.

"Hanya satu orang yang bisa menjelaskan semuanya,"

Berbagai pertanyaan kembali terlintas di pikiran Dyeza. Siapa? Apakah Raja Varlsyien? Apakah itu berarti ia harus kembali ke istana sekarang juga? Tapi bagaimana dengan Yezra?

"Siapa orangnya? Katakan!" Desak Dyeza cepat yang dibalas oleh hembusan napas berat oleh Dreynan.

"Sean Millenix."

-----------------------------------------------
Sunyinya malam penuh dengan kegelapan di langit ini serasa cocok dengan suasana sepi diantara kedua lelaki berketurunan sama itu. Keduanya sama-sama menatap lurus ke gelapnya langit malam dengan pikiran yang melayang kemana-mana. Sedari tadi tidak ada salah satu diantara mereka berdua yang mau memecahkan keheningan yang menyelimuti mereka. Angin yang berhembus membuat ayunan bambu yang mereka duduki sedikit bergoyang dengan menciptakan derit kecil hampir tak terdengar.

"Aku bisa melihat bibi tersenyum disana." Hingga akhirnya suara lelaki berambut perak menghancurkan kesunyian yang sudah diciptakan sedari tadi itu. Senyuman pahit terukir di wajahnya dengan mata masih menatap lurus ke langit.

Penuturan Sean hanya dibalas dengan tawa miris oleh Yezra. Pandangan matanya yang masih merah pekat, terlihat kosong dan sulit diartikan. Di sudut bibirnya dapat terlihat bekas darah yang sudah mengering, dan tentu saja itu adalah darah Dyeza.

"Bibi pasti sangat bangga kepadamu, sepupu. Kau berhasil melalui masa-masa sulit itu dengan perjuangan yang luar biasa." Sean mencoba menghibur Yezra. Lebih tepatnya bukan menghibur, tetapi memuji sekaligus kagum akan semangat hidup Yezra yang awalnya sempat redup sebelum bertemu dengan Dyeza.

"Tidak. Aku mengecewakannya." Yezra menyangkal perkataan Sean dan beralih menundukkan kepalanya sedih."Aku mengecewakan ibu, dan aku juga mengecewakan Dyeza."

"Tidak, kau--"

"Jangan membual, Sean." Sanggahan Sean dipotong cepat oleh Yezra."Aku tahu kau cuma ingin menghiburku."

"Kenyataannya memang aku sudah mengecewakan kedua orang yang paling aku sayangi." lanjutnya dengan hati yang sudah terasa sesak saat harus menghadapi kenyataan pahit yang menimpanya.

Sean terdiam. Matanya turut menatap sedih anak dari bibinya yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri ini. Ia tidak menampik bahwa Yezra selama ini terlihat baik-baik saja, namun sesungguhnya lelaki ini menanggung beban kehidupan yang berat dimasa lalu yang terus membayanginya sampai sekarang. Walaupun itu semua hampir terhapus oleh kehadiran Dyeza di kehidupannya, tapi masih tersisa ruang besar yang menyimpan memori masa lalu di otak lelaki ini. Memori masa lalu yang ia yakin sangat sulit untuk dilupakan.

"Aku sudah mengecewakannya. Dia sudah tidak percaya lagi padaku." racau Yezra dengan nada terluka. Kemudian ia menoleh menatap Sean yang balas menatapnya sedih." Apa aku memang ditakdirkan untuk selalu kesepian?"

"Jangan seperti ini, sepupu. Tidak ada makhluk yang ditakdirkan untuk kesepian." Sean berusaha menenangkan Yezra, walaupun ia tahu kalau usahanya ini akan sia-sia saja.

"ADA!!" Tanpa sadar Yezra berteriak keras hingga urat-urat wajahnya terlihat menonjol

"Benar kata orang, aku memang anak pembawa sial."

"SHUT UP!!" Sean balas berteriak saat mendengar Yezra mulai membuka luka lama lelaki itu. Ia tidak akan membiarkan sepupunya ini kembali ke titik dimana dia sangat rapuh dan putus asa.

"Kenapa?" Yezra tertawa miris dengan pandangan kosong lurus kedepan."Kenyataannya aku memang anak pembawa sial."

Tangan Sean reflek mengepal erat dan tak segan akan melayang ke wajah Yezra jika sampai lelaki itu benar-benar akan membuka luka lama yang memang belum mengering. Ia tidak mau sepupunya ini kembali mengingat kejadian di masa lalu itu dan akan terbayang-bayang semasa hidupnya nanti. Padahal kehadiran Dyeza selama ini ia kira sudah cukup berhasil membuat Yezra melupakan kejadian itu, namun ternyata tidak.

----------------------------------------------
Tbc.

Jikalau tuhan mengizinkan, hari minggu saya bakalan up. Tapi nggak janji yaaa 😄

5 PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang