37. Vainly Dispute

147K 15.1K 1.6K
                                    

Alhamdulillah bisa up cepet. Efek libur satu hari 😁

Tekan ⭐ sebelum membaca.
Tekan 💬 setelah membaca.

Happy Reading!

--------------------------------------------
"Argh, hidungku!"

Asrein hanya bisa mengerang kesakitan tanpa berniat untuk menyentuh hidungnya akibat kedua tangannya yang digunakan untuk menggendong Dyeza.

Dreynan menggigit bibir bawahnya, tak menyangka kalau ternyata lelaki yang ia tonjok adalah adiknya sendiri."Maaf aku tidak sengaja. Apakah sangat sakit?"

"Kau pikir saja sendiri!" sentak Asrein tiba-tiba sembari menatap ketus Dreynan. Kemudian tanpa berniat untuk mengelap hidungnya yang berdarah hingga menetes membasahi bajunya, ia melangkahkan kakinya melewati Dreynan menuju ke kamar Dyeza. Beruntung sekali gadis ini tidurnya tidak terusik dan tetap tenang seperti bayi.

"Hey, kau mau pergi kemana? Setidaknya obati dulu lukamu!" Dreynan berbalik dan menegur Asrein.

"Terserah aku mau pergi kemana. Tidak usah ikut campur!" ketus Asrein tanpa menatap Dreynan.

Mood lelaki itu sedang kacau sekarang. Ia baru saja kesal sekaligus sedih saat ungkapan perasaannya ternyata tak didengarkan oleh Dyeza. Dan ini malah dapat bonus tonjokan super. Wow, luar biasa sekali!

Membuka pintu kamar dyeza dengan kakinya, Asrein masuk ke dalam dan langsung menidurkan Dyeza dengan hati-hati diatas ranjang agar tidak terbangun. Tangannya terulur menarik selimut sampai menutupi sebatas dagu Dyeza.

Terakhir, lelaki itu membungkuk dan segera mendaratkan satu buah kecupan manis di kening gadis itu. Mengecupnya lama dengan penuh rasa cinta kasih.

"Aku mencintaimu. Tolong balas perasaanku."

Menegakkan kembali badannya, Asrein mengernyit ketika darah yang mengucur dari balik hidungnya tenyata ikut menetes di dahi Dyeza. Mungkin karena ia cium tadi.

Mengulurkan tangannya, Asrein mengusap lembut dahi Dyeza. Dengan sedikit sihir, darah itu pun hilang tak berbekas tak terkecuali darah di bajunya.

Matanya mendapati Dreynan yang sibuk mengintip dari balik pintu yang terbuka sedikit. Ia mendengus, dengan cepat ia keluar dari kamar Dyeza dan mengunci pintunya.

"Kenapa masih disini?" tanya Asrein sedikit sewot. Matanya menatap sebal Dreynan sembari melipat kedua tangannya didada. Posisinya yang berada tepat didepan pintu seolah membuatnya terlihat seperti seorang penjaga.

Menghela napas, Dreynan berkata "Aku hanya ingin tidur bersama Dyeza malam ini."

"Tidak! Aku yang akan tidur bersamanya malam ini." tolak Asrein cepat.

Dreynan hanya menatap datar wajah Asrein. Tatapan matanya terfokus kepada hidung adiknya itu yang nampak terlihat memerah walaupun darahnya sudah tidak ada.

"Aku sudah mengikutinya sepanjang hari ini, dan aku berhak untuk tidur bersamanya."

Dreynan menggeleng cepat."Tidak Asrein. Kau bisa tidur dengan Dyeza dikemudian hari. Sedangkan aku, mungkin hanya hari ini saja aku bebas dari tugas dan bisa sekedar tidur bersamanya. Tolong mengertilah."

Tapi Asrein tetaplah Asrein. Lelaki yang tidak pernah mau mengalah dengan tingkat ke-keras kepala-an tingkat tinggi.

"Aku bilang kalau aku ingin tidur bersama Dyeza, berarti aku harus tidur bersamanya!"

Dreynan berdecak kesal."Ck, dasar adik durhaka! Minggir kau!"

Dreynan menepis tubuh Asrein dari depan pintu, namun sang empunya tubuh rupanya tidak mau menyingkir dan malah beralih mendorong Dreynan agar tidak mendekat dan masuk ke dalam.

"Menyingkir, Asrein! Aku mau masuk!"

"Tidak! Pulanglah kau ke istana, hari ini adalah jadwalku bersama dengan Dyeza!"

"Tapi kau sudah seharian ini bersama dengan dia! Sekarang giliranku!"

"Ish, jangan dorong-dorong!"

"Aku tidak mendorongmu, tapi kau yang mendorongku!"

Mereka pun saling beradu mulut dan saling dorong-mendorong layaknya dua orang anak kecil yang tengah bertengkar.

Hingga akhirnya Dreynan menginjak kaki Asrein hingga membuat adiknya itu meringis dan berhenti mendorongnya.

"Aduh, kakiku!" ringis Asrein saat Dreynan tak main-main dalam menginjak kakinya yang tak menggunakan alas kaki.

Sepatunya tadi ia copot didepan apartemen Dyeza karena tidak ingin membuat lantai apartemen istrinya itu kotor. Jika lantainya kotor, berarti Dyeza harus menyapu. Jika menyapu, pasti Dyeza akan kelelahan. Dan ia tidak mau sampai istrinya itu kelelahan!

"Maafkan aku, Asrein. Aku terpaksa melakukan itu."

Tak melewatkan kesempatan, Dreynan berbalik dan memutar kunci kamar Dyeza. Tapi baru saja ia hendak memutar knop pintu, sebuah sentakan kuat menarik bahunya kebelakang.

Asrein yang semula kesakitan, langsung melupakan sakit itu dan dengan cepat menarik bahu Dreynan agar tidak masuk ke dalam.

Tapi sialnya, ketika Dreynan tertarik kuat kebelakang dan harus berbalik secara paksa. Pangeran Mahkota itu tak sengaja menyikut hidung Asrein yang masih merah tadi dengan lumayan keras.

Dug!!

"ARGH!!"

Asrein langsung menjerit keras saat tulang hidungnya seperti patah semua. Tangannya yang memegang hidungnya tampak basah oleh darah yang mengucur dari balik indera penciumannya itu.

Dreynan meringis seolah ikut merasakan kesakitan Asrein. "Maafkan aku, Asrein. Aku sama sekali tidak sengaja." ucapnya panik.

Namun Asrein tak merespon. Lelaki itu sibuk mengelap darah dari hidungnya yang tak mau berhenti mengucur.

"Pulanglah ke istana dan segera cari tabib Han agar mengobatimu." saran Dreynan lalu berbalik dan memutar knop pintu.

Malam ini, ya hanya malam ini saja ia amat teringin sekali tidur bersama Dyeza. Ia selalu rindu dengan suara dan senyuman gadis itu. Andaikan ia tidak lahir sebagai anak pertama dan harus menjalankan kewajiban sebagai Pangeran Mahkota, pasti ia punya banyak waktu dengan Dyeza. Menghabiskan waktu bersamanya dengan berharap bisa mendapatkan hatinya.

Pintu itu pun terbuka.

Namun senyuman yang sempat terukir di wajah aristokrat Dreynan langsung lenyap seketika. Matanya membulat penuh saat mendapati Dyeza-nya tidak tidur sendiri di ranjang itu.

Gadis itu tidur dengan lelap di pelukan sesosok lelaki berambut hitam legam dengan iris hitam kelam yang tertutup rapat. Dan ia sangat mengenali siapa lelaki itu.

Eyden.

Tubuh Dreynan seakan lemas dan memegang tembok sebagai penopang. Udara disekitar seolah menghilang, dan hatinya merasa hampa sekaligus kecewa.

Berbeda halnya dengan Asrein.
Lelaki itu tertegun didepan pintu saat melihat gadisnya sudah tertidur bersama saudaranya yang lain. Lelaki childish itu bahkan tak lagi mempedulikan darah dari hidungnya yang menetes membasahi baju dan kedua tangannya.

Dalam diam, mereka sama-sama berpikir,

Seperti inikah rasanya ditikung?

------------------------------------------
Tbc.

Hm, kira-kira diantara Asrein dan Dreynan siapa yang lebih menderita ya?

5 PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang