#Part 7 of 1 (The Beginning of Tragedy)

133 18 0
                                    


Disuatu senja di sore hari, tepatnya di sebuah parkiran emergency rumah sakit yang cukup besar, terlihat dari mobil ambulans itu keluar 2 orang perawat yang sedang sibuk mengeluarkan pasiennya yaitu seorang gadis yang terbaring kesakitan, sambil memegang perutnya yang ia rasakan. Perawat itu lalu sedikit terburu-buru membawanya keruang IGD untuk segera di tangani oleh para team dokter yang berjaga.

"sakitnya sejak kapan bu seperti ini " Tanya seorang Dokter pada ibu yang mendampingi gadis itu, sambil memeriksa pasien.

"Sakitnya memang sering dok di keluhkan tapi hanya sesaat, tidak seperti saat ini yang betul-betul ia rasakan" Jawab ibu dari gadis itu.

"Baiklah bu.. sebaiknya saya coba hubungi dokter yang lebih ahli untuk menangani penyakit dalam ini". (setelah dokter Igd memberi penjelasan selesai memeriksa pasien, lalu segera ia menghubungi dokter specialist internist untuk ditindak lanjuti).

Tak lama kemudian, seorang suster datang untuk memberitahukan bahwa pasien untuk saat ini harus di opname agar bisa lebih intensif lagi dalam pemeriksaan dokter yang akan menangani. Lalu suster memasang jarum infus di tangan pasien dan memberikan suntikan untuk Pereda rasa sakit yang dialaminya.

Setelah penanganan dari ruang IGD lalu pasien pun akhir nya di pindahkan kekamar VIP yang sudah di pesan oleh ibunya saat mendaftarkan anaknya yang di nyatakan harus tinggal di rumah sakit tersebut.

Di kamar VIP gadis itu terbaring lemah yang bernama Ririn. Ternyata gadis itu adalah adik tiri Rendy yang sedang sakit, dan di temani oleh ibunya yang tak lain adalah Shinta.

Terdengar suara handphone berbunyi ... segera Shinta mengangkat telpon cellular yang berada di dalam tasnya, dan ternyata tertulis nama menelpon ke handphonenya yaitu "My husband".

"Hallo maam.. gimana keadaan anak kita saat ini ". Suara yang terdengar dari handphonenya dari kejauhan sana.

"Ririn sudah tidak merasakan sakit saat ini, hanya sedkit mengantuk mungkin karena suntikan untuk meredakan sakit nyeri yang dia rasakan tadi...papi jam berapa kesini ".

"Secepatnya mam, saya kesana selepas saya meeting, mami yang sabar yaa.. trus dokter bilang apa mengenai sakitnya?".

"Ririn memang harus dirawat dan perlu penanganan khusus dari dokter internist pap".

"Ya sudah kalau memang harus seperti itu, nanti saya segera kesana.. ada apa-apa khabari papi yaa".

Tak lama selesai percakapan dengan suaminya, tiba-tiba dari pintu kamar itu datang seorang dokter yang di damping suster menghampiri Shinta. Dokter internist itu menyapa dengan memperkenalkan dirinya, yang bernama Larista yang akan menangani penyakit dalam lalu dengan memeriksa kembali keadaan Ririn. Di tekan secara perlahan dibawah perut, terasa nyeri yang di rasakan oleh Ririn. Dokter Larista memberi gambaran ada kemungkinan penyakit yang diderita Ririn saat ini yaitu usus buntu, mengingat Ririn adalah pencinta makan-makanan pedas.

Dokter Larista menjelaskan juga pada Shinta, harus segera dilakukan tindakan operasi secepatnya agar sakit yang dialami Ririn tidak berkepanjangan. Dan Shinta menyerahkan sepenuhnya atas keputusan Dokter untuk kebaikan anaknya. Dokter Larista sendiri menerangkan akan berdiskusi terlebih dahulu pada dokter bedah dan dokter anastesi yang akan melakukan tindakan operasi tersebut, setelah itu barulah ia akan memberitahukan pada Shinta waktu jadwal tindakan operasi yang bisa dilakukan sesegera mungkin.

Mendengar ulasan dan keterangan dari Dokter Larista, Shinta mengerti apa yang harus dokter Larista lakukan demi kebaikan pada pasiennya. Shinta menganggap operasi usus buntu adalah operasi kecil yang biasa terjadi pada kalangan anak muda biasanya, yang senang akan menkonsumsi makanan pedas.

Kemudian dokter dan suster pamit untuk kembali bertugas.

*****************************

Waktu sudah menunjukkan gelapnya keadaan diluar sana, sementara Ririn sudah tertidur pulas setelah menyantap makanan yang di sedia kan pasien. Sementara itu Shinta hanya duduk di sofa sambil menonton acara yang berada di suatu station tv, dengan menanti kedatangan suami yang akan menjemput dirinya.

Setiap satu jam sekali perawat datang memeriksa tensi dan suhu badan Ririn, dan mengecheck infusan yang mengalir dengan baik, agar tidak terjadi pembekakan pada tangan pasien.

Sesekali Shinta melirik jam yang berada di tangan nya, ia sudah mulai resah menanti suaminya datang dan banyak hal yang ingin disampaikan padanya. cuaca di luar sana terlihat dari kaca jendela rumah sakit yang tertutup rapat, hujan deras yang mengguyur wilayah itu. Gelisah seakan menghantui fikirannya, akan kekhawatiran suami yang masih berada jauh darinya.

Merasa jenuh diruang kamar itu, ia menghibur diri sesekali melihat handphone dan melihat social media yang ia miliki dari celularnya. Hasrat ingin segera memberitahukan apa yang telah di jelaskan oelh dokter pada suaminya tapi di urungkan niat itu, dikarenakan dia tidak ingin menambah beban fikiran Harjono (sang suami ) menjadi resah atas berita mengenai anaknya.

Sedang asiknya Shinta terbawa suasana membaca berita up to date yang berada di social media saat ini, tiba-tiba Harjono sudah mengintip dari balik pintu kamar ruang rawat Vip tersebut dengan wajah tersenyum dan Shinta menyadari kedatangan suaminya. Dengan wajah bahagia Shinta menyambut suaminya, terasa keteganggangan akan kekhawatiran mulai memudar dari fikirannya.

Harjono menatap penuh kesedihan melihat wajah Ririn yang masih tertidur pulas lemah tak berdaya, dengan tangannya yang terinfus. Di belainya rambut Ririn yang terurai diatas bantal kepala. Kemudian Shinta menjelaskan apa yang sudah di jelaskan oleh dokter Larista pada dirinya prihal sakit yang dialami anak gadis mereka.

Harjono mempercayai keputusan itu pada Shinta, sebagai ibu dari anaknya sekaligus yang menemani Ririn selama masa perawatan berlangsung. Harjono menyadari keterbatasan waktu yang bisa ia luangkan pada anak dan istrinya sangat terbatas akan kesibukannya sebagai salah satu kepala pimpinan di perusahaan yang ia bekerja saat ini.

Shinta meminta izin pada Harjono agar kiranya ia bisa menetap di rumah sakit menemani anak mereka sampai Ririn pulih kembali kerumah.

Keinginan Shinta hanya ingin tetap menjaga dan menemani anaknya tanpa mengurangi rasa sayang dirinya pada suami, dan Shinta juga mengutarakan pada Harjono untuk setiap harinya menyempatkan waktu untuk melihat perkembangan Ririn baik sebelum dan sesudah operasi nanti.

Hal itu di turuti Harjono, mengingat waktunya yang sangat tersita oleh pekerjaannya, dan ia berusaha untuk hadir menemani istrinya selepas tugas sepulang kantor, singgah ke rumah sakit.

"Yaudah mam.. aku pulang dulu yaa, hari ini benar-benar lelah sekali karena traffic di saat kesini " ujar Harjono yang sedikit mengeluh akan jalan yang di laluinya tadi.

"Aku besok pagi pasti kesini lagi untuk mengantar beberapa pakaian untuk salin mu, sekalian kamu catat apa-apa yang perlu aku bawakan dari rumah yaa ".

Lalu Shinta mencatat keperluan yang ingin dibawakan oleh suaminya, agar bisa di kemas malam ini oleh Harjono saat mampir esok. Kemudian Harjono pamit pada istrinya dengan mengecup kening Shinta dan juga tak lupa mengecup kening Ririn yang masih tertidur.

Setelah suaminya pergi, Shinta merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang yang berada di ruang kamar VIP itu dan mematikan lampu yang menyilaukan mata, dan hanya tersisa lampu sudut yang berada di pintu kamar.

*************************

Langkahku Bagian dari BayanganmuWhere stories live. Discover now