4. Hilang Jabatan

6.4K 602 10
                                    

Aku sengaja berangkat larut malam agar semua orang rumah sudah tidur. Walaupun usiaku sudah menginjak dua puluh delapan dan dua tahun lagi menginjak kepala tiga, tapi jika ketauan kelabing aku bisa habis oleh mami. Jadi, jalan terbaik dan aman adalah berangkat larut malam.

Aku tidak suka menggunakan dress pendek seperti apa yang perempuan-perempuan di kelab malam sering gunakan. Menurutku dress ketat itu menghambat gerakku. Jadi aku memilih menggunakan atasan lengan buntung warna hitam dengan hotpants high waisted warna putih dan sepatu boots hitam selutut yang memiliki heels lima centimeter. Tidak usah yang tinggi-tinggi dulu jika hanya untuk joget. Setelah menyapuhkan make up di wajah, aku segera meraih sling bag dengan warna senada dengan celana pendekku. Kemudian keluar dari kamar dan lewat pintu belakang untuk kembali menyalahkan mobil di garasi.

Tidak butuh waktu lama, lima belas menit aku sudah sampai di kelab malam yang dulu menjadi langganan aku, Marvin, dan Kaia setiap jumat malam. Marvin bilang ia tidak memesan table atau sofa untuk aku dan dirinya karena kami hanya berdua. Oleh sebab itu ia mengajakku untuk minum dikursi yang berhadapan langsung dengan bartender.

Karena hari ini adalah hari Rabu dan suasana kelab tidak seramai saat jumat malam, jadi mudah untukku menemukan Marvin. Pria dengan celana chino yang mengatung di atas mata kaki itu tengah menopang dagu sembari meneguk vodka-nya. Aku tidak tau sudah berapa shots yang ia minum, tapi tampaknya Marvin mulai kehilangan kesadaran.

"Wah stress lo ya, kalo lo mabok siapa yang mau nopang? Gue? Ogah banget, gue juga mau mabok, Banci."

Marvin melemparkan tatapan membunuhnya padaku dengan mata belernya itu. "Berisik lo ya. Gue ngajak lo ke sini ya buat temenin mabok aja, bukan buat sok nopang gue," balasnya sewot.

"Yaudah, deal. Lo mabok, gue mabok, kita tidur di mobil masing-masing."

"Hem, bawel." Balasnya kemudian menghabiskan minumannya.

"Cel, vodka vanilla three shots,"

"Siap," balas bartender yang sudah ku kenal lama itu. Sebenarnya Axcel teman kuliahku dulu, ya walaupun beda jurusan tapi aku kenal dia dari salah satu temanku.

Tidak ada penari latar seperti malam-malam weekend, hanya DJ yang memainkan musik tanpa banyak yang partisipasi di lantai dansa. Karena teori kelab malam adalah, malam weekend adalah malam senang-senang, sementara malam weekdays biasanya diisi oleh orang-orang yang stress dengan peliknya masalah hidup. Banyak cerita yang membawa raga-raga itu kemari. Ada yang karena putus cinta, masalah keuangan, keluarga, dan masalah lain yang tidak ku ketahui. Dan alasanku sendiri kenapa mau mabok malam ini adalah, hanya ingin menghilangkan penat semata dan stress karena kerjaan.

"Nih, Na," ujar Axcel sembari meletakan minumanku di atas meja.

Aku meraih gelas itu dan meneguknya sampai habis di gelas pertama. Kemudian lanjut di gelas kedua dan ketiga. Rasa panas itu menjalar di kerongkonganku. Sudah lama tidak meminum semacam ini membuat kerongkonganku merasa asing.

Baru tiga gelas saja kepalaku sudah terasa berat. Tapi, pandanganku masih jelas melihat sekitar.

"Tes tes," kepalaku yang semula menatap lurus ke arah botol-botol yang di pajang di belakang Axcel pun teralih ke sumber suara.

Women's StoryWhere stories live. Discover now