6. Sabtu Terpenting

5.4K 607 19
                                    


Drtt...Drt...

Ponselku bergetar di atas meja. Aku melihat ada sebuah nomor yang tidak ku simpan tertera di layar. Sialan, siapa sih yang berani menginterupsi obrolanku dengan Alistair?

Alih-alih mengangkat, aku malah mendiamkannya sampai panggilan itu berhenti sendiri. Kemudian melanjutkan obrolan dengan Alistair. Namun belum sempat aku mendengar satu kalimat penuh dari Alistair panggilan itu muncul lagi.

"Angkat aja, siapa tau penting," ujar Alistair.

"Nomornya ga gue simpen, tandanya ga penting." balasku sebal.

Alistair hanya mengangkat kedua bahunya dan tidak berniat menambahi ucapanku sampai panggilan itu kembali berhenti. Namun lagi-lagi ponselku kembali bergetar. Dengan sebal aku meraihnya dan menggesernya untuk menerima panggilan itu.

"Halo?" ujarku ketus.

"Kalo atasan panggil itu seharusnya diangkat di panggilan pertama, paham kamu?"

Rupanya orang tidak penting yang nomornya tidak ku simpan ini memang benar-benar orang yang tidak penting dalam hidupku. Dengan kesal aku mendengus, "ada apa? Ini udah di luar jam kerja gue. Jadi formalitas status antara gue dan lo udah ga berlaku. Langsung to the point aja!"

"Jadi kamu juga berbicara seperti ini apabila yang menghubungi kamu Pak Setiadji di luar jam kerja? Atau mungkin pihak-pihak penting yang menghubungi kamu di luar jam kerja?"

"Ga ada orang penting berakal yang menghubungi gue diatas jam sembilan dengan alasan membahas pekerjaan. Kecuali mereka udah janji akan menghubungi gue malam-malam, dan itu pun mereka akan kirim pesan singkat lebih dulu. Ga kaya lo yang main langsung nelfon dan ngomel-ngomel karena gue ga langsung angkat."

"Kamu benar-benar—,"

"Bisa ga gausah sok formal kalo ngomong sama gue di luar jam kerja? Enek dengernya." Balasku ketus.

"Oke-oke, gue akan ngomong lo gue sesuai yang lo mau,"

Aku mendecak, "buruan, ngomong ada apa?"

"Karena ini di luar jam kerja lo, berarti gue gaboleh bahas soal kerjaan?"

"Gaboleh."

"Oke kalo gitu, lo berharap gue bahas apa nelfon lo malem-malem gini kalo ga bahas kerjaan?"

Dahiku mengernyit, alisku bertaut, apa-apaan pria lemah ini? Kenapa ia berbicara seolah-olah aku mengharapkan ia flirting denganku malam-malam. Benar-benar menjijikan, ewh!

"Kok lo jadi sok iya gini? Buruan ngomong ada apa, ga usah basa-basi kebanyakan. Jengah gue dengernya."

"Hahaha jangan galak-galak sama gue, hati-hati jadi sayang. Cuma mau kasih tau aja kalo yang baper sama gue bukan cuma satu dua orang doang, tapi banyak. Apalagi asisten-asisten PM gue , hampir ga ada satu pun yang ga baper sama gue," katanya diselingi tawa jail yang benar-benar membuatku ingin menamparnya jika bertemu langsung.

"Bodoamat, SETAN!"

"HAHAHAHAHAHAHA," tawanya semakin menjadi-jadi terdengar dari sambungan ponsel.

"Ngomong ada apa atau gue tutup telfong ga penting lo ini. Gue itung, satu, dua, tiga...,"

"Gue mau lo besok temenin gue lunch sama pihak GBK," belum sampai lima, Ghani sudah mengucapkan apa maksud tujuannya menelfonku.

Women's StoryWhere stories live. Discover now