10. Kontrak

5.1K 560 38
                                    

Hari ini tidak ada rapat pagi seperti biasanya. Entahlah, mungkin Ghani sedang tidak dalam mood yang baik hari ini sehingga ia malas rapat. Tapi tidak mungkin juga sih, karena Ghani itu kan berbeda sekali saat dihadapkan dengan pekerjaan, ia akan berubah menjadi seseorang yang menyebalkan dan sangat teratur jika tentang hal yang satu ini. Jadi tidak mungkin ia tidak mengadakan rapat pagi jika hanya karena mood. Ah masa bodo dengan Ghani, yang penting sekarang aku bisa lebih leluasa mengerjakan pekerjaanku tanpa terganggu dengan rapat.

Aku keluar dari dalam lift, saat pintu lift terbuka dan menampilkan lantai yang menjadi tempat kubikelku berada. Dengan perasaan yang gembira karena tidak ada rapat, aku melangkah menuju kubikelku dengan semangat. Ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan agar bisa cepat pulang dan bertemu Alistair di kafe nanti malam.

Langkahku terhenti begitu melihat satu bucket mawar berada di samping komputer. Mawar asli yang jumlahnya lima puluhan itu benar-benar menarik perhatian. Jika saja mawar itu dari kekasihku, mungkin aku akan bahagia setengah mati. Tapi masalahnya aku kan lajang dan tidak memiliki kekasih, jadi dari siapa mawar ini.

Aku mendekat dan melihat ke arah kartu ucapan yang terletak di atasnya.

'Thanks for everything'

Begitu tulisannya.

Aku berpikir siapa yang memberikan bunga mawar ini dengan ucapan terimakasih.Tiba-tiba saja sebuah nama terlintas dipikiranku, buru-buru ku tepis pikiran nakal itu. Jijik sekali apabila memang benar yang mengirimkan bunga adalah orang yang ada dipikiranku barusan. Semoga saja tidak.

Alih-alih ingin mengabaikan mawar dengan jumlah banyak itu, aku malah terus menatap ke arahnya. Melihat betapa segar bunga-bunga itu membuat hatiku seakan menghangat. Dan karena mawar ini aku kehilangan semangat melanjutkan pekerjaan karena ingin terus memperhatikannya.

Rasa penasaran terus berkecamuk di kepala. Ingin aku berteriak di satu lantai ini siapa yang mengirim mawar ini, tapi aku malu dan gengsi. Ya, kalo aku tidak bertanya siapa pengirim mawar ini kan setidaknya rekan-rekan kerjaku tidak ada yang tau bahwa statusku masih lajang.

Karena sudah kehilangan kesabaran akan penasaran, aku meraih ponsel dari atas meja dan mencari satu nama di kontak. Setelah menemukannya aku langsung menghubunginya dan sambungan pun mulai terdengar.

"Halo?" tidak lama kemudian suara bariton itu terdengar di rongga telingaku.

"Dimana?"

"Ruang kerja,"

"Im on my way." Tepat setelah mengucapkan kalimat tersebut aku memutus sambungannya. Kemudian meraih surat kecil yang berada di atas mawar-mawar merah indah itu dan melangkah menuju ruang kerja seseorang.

Aku mengetuk pintunya beberapa kali sampai orang di dalam sana mengizinkanku untuk masuk. Aku pun melangkah masuk ke dalam dan yang pertama ku lihat adalah wajah kusut Ghani. Ia melirik ke arahku, kemudian kembali melirik ke arah miniature patung kuda yang terbuat dari logam besi itu di atas mejanya.

Tanpa dipersilahkan lebih dahulu, aku memilih duduk di hadapannya. Kemudian menyodorkan kartu yang ku bawa tadi. "Dari lo?" tanyaku tanpa basa-basi.

Ghani melirik ke arahku, ia menghela nafas sembari mengusap wajahnya.

Dahiku mengernyit, "Ghan," ujarku mencoba memastikan bahwa ia mendengar dan paham pertanyaanku.

Women's StoryWhere stories live. Discover now