19. Kumpul

4.2K 484 30
                                    

Hari berlalu dengan cepat, kesibukanku semakin bertambah tiap harinya. Panggung sudah mulai dibangun dan sudah 80% siap. Pembagian penonton VIP dan yang bukan sedang diatur sedemikian rupa.

"Batasnya pagar juga ya, biar ga ada yang bisa nyelos ke bagian VIP, terus di pagar pembatas gue mau ada security. Biar ga ada yang rusuh manjat pager buat ke bagian VIP," ujarku pada koordinator divisi keamanan.

"Siap, Mba," balasnya sembari menuliskan ucapanku di atas kertas kerjanya.

"Udah itu aja,"

"Yaudah saya balik kerja lagi, Mba,"

Aku mengangguk kemudian kembali kepada kertas di tanganku yang dijepit di-clipboard. Ghani sedang sibuk memberikan arahan kepada beberapa koordinator. Kancing kaos warna hitamnya tidak dikaitkan sehingga dada bidang itu sedikit terekspos. Di siang bolong saat matahari sedang menyengat kulit dan teriknya ampun-ampun, melihat Ghani dari kejauhan dengan penampilan berantakan dan dada tereksposnya itu malah membuat sesuatu di dalam diriku ikut terbakar pesonanya. Cepat-cepat aku mengembalikan fokusku dengan membaca susunan tata panggung.

"Na, security udah oke?"

Aku menoleh ke sumber suara yang entah sejak kapan ia melangkah mendekat ke arahku.

"Udah," tanggapku.

Bagaikan oase di gurun pasir, angin pantai di musim panas, dan es teh manis di siang bolong, penampakan Ghani yang kini berada di hadapanku sukses meniup fokus yang mulai ku susun lima menit lalu.

Aku yang memiliki tinggi sebatas dagunya dapat menikmati wajah Ghani dari bawah sini. Keringat yang membasahi pelipis, dan bibir yang dilipat saat berpikir membuat Ghani terlihat benar-benar hot. Sepertinya aku mulai harus mempertimbangkan ajakan Ghani untuk membangun hubungan yang serius dengannya.

"Gue selesaiin ini bentar, abis itu kita break makan siang ya," ujar Ghani sembari mencorat-coret kertasnya.

Aku hanya mengangguk karena tidak begitu mudeng dengan ucapannya,  wajah Ghani berhasil menyita semua fokusku.

"Mau makan siang bareng, An?" Ghani menoleh ke arahku dan tatapan matanya membuatku sedikit terkejut sehingga kembali sadar dari lamunan.

"Uhm.., apa?"

"Makan siang,"

"Oh, gabisa. Gue udah ada janji sama temen gue,"

"Ohh, si barista itu?" Balasnya dengan nada menyindir.

"Bukan, ga usah cemburu gitu dong." Candaku sembari menepuk bahunya.

"Cemburu itu cuma untuk orang yang ga percaya diri kata Dilan,"

"Hahahahaha, apa-apaan nih? Siapa yang ngajak lo nonton film roman picisan ABG?" Tawaku meledak mendengar celetukan Ghani.

"Ponakan gue yang ABG. Lumayan lah, nambah kosa kata buat ngegombalin cewe," Ghani menaik turunkan kedua alisnya sembari tersenyum menjijikan.

"Inget umur, Om, udah ga pantes gombal pake kata-kata."

"Pantesnya gombal pake apa?"

"Duit, hahahaha."

"Itu mah khusus buat gombalin lo doang," Ghani mendengus.

"Ngomong-ngomong, lo mau makan siang sama temen-temen lo, Gue boleh join?"

"Temen gue yang satu ibu-ibu, yang satu banci, gapapa?"

"Lo punya temen banci?" Mata Ghani membelak.

Women's StoryWhere stories live. Discover now