15. Malam ini

4.9K 599 30
                                    

Jam di ruangan ini sudah menunjukan pukul setengah dua belas malam. Wanita paruh baya itu sudah terlelap sekitar dua jam yang lalu. Sementara aku dan Ghani masih berkutat dengan kerjaan. Aku mencorat-coret kertas dan Ghani membuka dokumen kerjaan melalui laptop yang ku bawa.

"An, tidur aja, udah malem. Biar gue yang lanjutin," ujar Ghani tanpa menatap ke arahku.

"Nanggung,"

"Besok masuk pagi lho, An. Inget ya, gue ga kasih keringanan soal waktu terlambat rapat," Ghani mengulum senyum sembari melontarkan kalimatnya dengan wajah sok serius.

Aku tertawa kecil, meninju lengannya pelan. "Orang gue ke kantor bareng sama si Mas, jadi santai aja gausah takut telat,"

Ghani tertawa menanggapi omonganku, "gue tinggal sih kalo lama,"

"Ngeselin," omelku sembari mendecak.

Ia kembali tertawa sembari menggelengkan kepala. Kemudian pandangannya yang semula menatap laptop, kini beralih menatapku. "An, makasih ya."

Aku mengangkat kepala, menatapnya dengan tatapan bingung. "Untuk presentasi tadi di kantor?"

Ghani mengangguk, "sama mau temenin gue nginep di rumah sakit."

Aku tersenyum tipis, "santai."

"An,"

"Apa?"

"Mau tau ga first impression gue ke lo?"

Menggumam, aku coba menimbang jawaban. Sebenarnya aku tidak pernah peduli sih sama kesan pertama orang-orang yang bertemu denganku, karena hal tersebut tidak akan membuatku berubah menjadi pribadi yang menarik di kesan pertama. Justru sebaliknya, aku lebih senang dinilai oleh orang terdekat, karena aku menunjukan sisi asli dalam diri hanya kepada orang terdekat. Tapi, karena kami sudah menghabiskan waktu hampir dua jam untuk berdiam diri dan fokus kepada pekerjaan, obrolan pun tidak menarik karena hanya membahas event, jadi ku rasa mendengarkan kesan pertama Ghani terhadap diriku akan menjadi awal pembicaraan yang asik.

"Boleh, tapi kalo jelek gue males dengernya."

"Yah, sayangnya kesan pertama gue ketemu lo itu emang ga ada yang bagus. Karena dengan muka sejudes ini, gue sebagai cowo jadi kaya ga ada minat gitu liatnya,"

"Kampret lo."

"Hahahaha, tapi cara lo berpakaian lumayan impressive buat gue. Dari sekian banyak cewe yang lebih milih keliatan cantik kalem, lo malah lebih milih tampil berani dan..., it's kinda hard to say but youre hot." Ghani mengucapkan kata-katanya dengan wajah tanpa ekspresi berlebihan. Biasa saja, alis bergerak dan bibir yang tidak tertarik senyum atau cemberut. Membuatku yakin bahwa ia memang jujur.

"Bilang makasih ga nih?" Balasku bercanda.

"Nyokap bilang kesan pertama ketemu lo itu dikiranya lo galak, karena rambut lo di-ombre dark red gitu. Tapi pas lo nawarin dia buat dorong kursi roda, kesan pertamanya ancur karena ternyata lo unpredictable. Pas lo ngomong sopan, ramah juga karena murah senyum katanya."

"Gue emang sopan dan ramah dari dulu, Ghan. Ga sadar ya? Hahaha,"

Ghani lagi-lagi tertawa dengan ucapanku.

"An, mau ngomong agak serius dikit nih gue. Lo jangan ngelawak ya,"

"Si kampret, gue mana pernah ngelawak si?"

"Hahaha oke-oke, serius ya sekarang,"

"Hm,"

Ghani tampak terdiam, menghela nafas kemudian menghembuskannya. "Kayanya Nyokap suka sama lo,"

Women's StoryWhere stories live. Discover now