14. Kusut

4.4K 627 44
                                    

Setelah merasa kesal malam kemarin, aku memilih untuk segera pulang dan menghabiskan waktu untuk membaca buku-buku yang berada di rak best seller toko buku saat ku beli bulan lalu. Dibandingkan menonton film, menurutku membaca jauh lebih asik dan membuatku memiliki imajinasi sendiri. Walaupun, bacaanku terbilang berat karena berisi pengetahuan semacam politik, sejarah, dan bacaan lain yang kebanyakan non-fiksi, tapi tetap aku bisa membayangkan apa yang disampaikan penulis melalui tulisannya.

Dari jaman SMA dulu aku memang memiliki ketertarikan lebih dengan politik, menurutku seru sekali mengetahui bagaimana keadaan di kantor-kantor penting negara. Bermacam-macam buku tentang politik sudah ku baca, dari yang isinya mengangkat derajat sampai yang menurunkan alias tidak suka keadaan di politik pun sudah ku baca. Awalnya saat kuliah aku ingin mengambil jurusan hukum, hubungan internasional, atau ilmu politik. Tapi mami tidak mengizinkan, jadi yasudah aku tidak mengambil jurusan yang ku mau. Malah mengambil jurusan komunikasi dan penjurusan mass communication. Pekerjaan sebagai EO juga tidak pernah terbesit di pikiranku sama sekali, tapi jurusan kuliah membawaku ke sini. Hidup itu memang misteri di tiap detiknya.

Karena kelelahan membaca buku sampai pagi, aku bangun siang di hari Sabtu. Dan telat masuk kantor. Sebenarnya Sabtu itu libur, tapi jika mendekati hari h event maka tidak ada kata libur. Bahkan jika hari h sudah berjarak seminggu lagi dan persiapan belum mencapai 95%, Minggu pun akan tetap masuk kantor.

Aku tiba di kantor pukul 9 kurang lima menit,sementara rapat akan di mulai pukul 9. Tapi rapat kali ini hanya rapat dengan tiap koor divisi, jadi telat sedikit bukan masalah.

Aku mengetuk pintu rapat, kemudian membukanya dan melihat setiap koor dari divisi sudah duduk tenang di sana sembari membolak-balik kertas mereka. Ghani belum tiba, syukurlah aku tidak akan kena semprot dia karena telat datang kali ini.

Sebelum Ghani masuk nanti aku lebih baik mempersiapkan bahan-bahan yang ia butuhkan untuk presentasi. Walaupun Ghani tidak menghubungiku semalam dan bicara tentang apa yang ia mau aku persiapkan, tapi aku tau apa yang akan di bahas kali ini.

Kami semua yang berada di ruang rapat tampak sangat sibuk. Tidak ada satu pun yang mengobrol di luar pekerjaan. Bahkan hanga suara keyboard laptop dan goresan spidol di atas kertas yang terdengar di ruang berbentuk segi panjang ini. Aku juga memilih untuk meneruskan pekerjaan lewat laptop yang selalu ku bawa kemana-mana jika sudah mulai mendekati event.

Entah sudah berapa lama kami semua berada di dalam sini, tapi Ghani belum menunjukan batang hidungnya. Karena sedikit gelisah aku pun melihat arloji di tangan yang memperlihatkan pukul 9.30. Ghani sudah telat 30 menit, dan melewati batas terlambat yang ia buat sendiri.

Jika Ghani tidak datang hari ini, maka aku yang akan menggantikannya presentasi. Tapi, untuk memastikan Ghani tidak datang, lebih baik aku menghubunginya lebih dulu. Aku meraih ponsel di atas meja kemudian membuka kontak dan mencari nomor Ghani.

Belum sempat nada sambung terdengar, pintu ruang rapat terbuka. Menampilkan Ghani dengan wajah lelah dan rambut sedikit berantakan. Karena kantorku memang membiarkan pekerjanya mengenakan baju bebas alias bukan baju resmi kantor, Ghani datang rapat dengan kemeja flanel yang ia gulung lengannya sebatas siku. Tiga kancingnya pun dibiarkan terbuka. Ya, memang gaya Ghani seperti ini sih, tapi kali ini ia tampak begitu acak-acakan.

"Maaf saya terlambat," ujarnya sembari meletakan laptop di atas meja dan mencolokan kabel infokus.

Karena Ghani atasan dan ia sangat otoriter, jadi tidak ada yang berani membantah. Tapi, ia sudah buat peraturan bahwa ia tidak akan menambah durasi rapat sekali pun ia telat. Jadi, rapat kali ini bahasan Ghani akan terpotong 30 menit.

Women's StoryWhere stories live. Discover now