5. Bukan Sahabat

6.2K 625 11
                                    

Darahku seakan mendidih dan siap muncrat melalui kepala mendengar penjelasan Pak Setiadji selaku event director. Apa katanya? Kerja PM dan Asistennya sama saja? Hello, aku yang sudah merasakan menjadi asisten bertahun-tahun dan kerjaku jauh lebih banyak dari PM. Tapi aku tidak tau apakah Ghani ini akan kerja jauh lebih baik dari PM-PM sebelumnya atau sama saja. Jika ia bekerja sama seperti PM sebelumnya, maka aku tidak akan segan-segan menegur. Persetan dengan posisiku yang berada di bawahnya. Toh posisi itu pada awalnya ditetapkan untukku, dan Pak Setiadji bilang kerja PM dan asistennya sama, jadi tidak ada strata dalam pekerjaan ini.

Karena tidak sempat sarapan, aku memutuskan untuk pergi ke kantin kantor. Menikmati kopi hitam hangat untuk menghilangkan pening akibat alkohol semalam. Di kantor ini aku tidak pernah mengakrabkan diri dengan karyawan yang lain, terutama para perempuan-perempuan bagian admnistrasi yang kerjaannya lebih banyak dandan dan gosip dibandingkan menguruskan keungan kantor dan acara. Bukan bermaksud sombong, tapi setebal apapun bedak mereka, urutan wanita tercantik di kantor ini tidak akan tergeser. Dan wanita itu adalah aku. Aku berbicara fakta, buktinya, bulan ini saja sudah ada dua pria yang mendekatiku di kantor. Alasan klasik mengajak makan malam atau siang sudah seperti rutinitas harian yang harus dikerjakan mereka untukku.

Aku menyesap kopi hitam itu dari cangkir sembari menghirup asap yang mengepul. Peningku terasa sedikit berkurang. Karena tidak biasa sarapan banyak, jadi aku hanya menikmati kopi hitam hangat ini untuk mengganjal perut. Di samping itu, aku juga sangat ketat dengan bentuk tubuh. Walaupun tidak seketat Kaia, tapi takdirku tetap wanita yang senang memiliki badan langsing.

Saat aku kembali meneguk kopi hangat itu sedikit-sedikit, sebuah pemandangan tidak mengenakan mata dan hati itu muncul. Siapa lagi kalau bukan moodbreaker-ku pagi ini, Ghani. Tampaknya ia belum terlalu berbaur dengan warga kantor sehingga ia datang kemari sendiri dan duduk di kursi yang mejanya bersebrangan denganku.

Ia meneguk minumannya dari mug warna hitam sembari satu tangannya membolak-balik kertas yang dijepit di papan jalar. Aku tau kertas apa yang ia baca itu karena sudah pasti kertas itu sama dengan milikku.

Rambut hitamnya yang sedikit gondrong itu ia sisir ke belakang dengan tambahan gel rambut yang membuatnya klimis tapi tidak berlebihan. Dahinya berkerut begitupun dengan alisnya yang terkadang menaik satu saat ia memperhatikan kertas-kertas itu. Sungguh, melihat wajahnya yang serius rasanya ingin ku siram. Padahal ia adalah pria lemah yang hanya bisa galau di bar menurutku. Tapi apa yang diucapkan Pak Setiadji tadi tampaknya berbanding 180 derajat dengan sifatnya terhadap kerjaan.

Mataku tidak berhenti menatapnya dengan tatapan sebal. Jika tidak ingat dimana aku sekarang, sudah bisa dipastikan aku akan mendekat dan memarahinya karena merebut jabatanku dengan semudah itu. Tapi langsung menyerang tanpa ancang-ancang itu bukanlah Anna, jadi aku memilih untuk mengetahui bagaimana kerjanya dulu sebelum akan memarahinya nanti.

Drtt...Drtt...

Ponselku bergetar dari dalam saku rok, aku segera meraihnya dan melihat ada satu pesan singkat di sana.

From: +62xxxxxxx

Nimas Anastasia Putri? Ini saya Ghani Suryadiningrat sebagai Project Manager tim kamu, saya minta tolong kamu untuk atur waktu rapat besok bisa?

Women's StoryWhere stories live. Discover now