25. Pertengkaran

3.7K 567 82
                                    

Aroma soto ayam sangat menyengat hidung. Membuat perut kosong menjadi keroncongan. Aku mengaduk soto itu dan memasukan beberapa sendok ke dalam piring berisi nasi. Kemudian menyuapnya ke dalam mulut.

"Hai," momen khidmatku terganggu saat pria itu meletakan tabletnya di atas meja dan menarik kursi di sebelahku.

Aku hanya menanggapi dengan senyum tipis karena aku juga sibuk dengan laptop. Biasa, jika sudah urusan kerjaan aku akan mengerjakannya kapan saja dan dimana saja termasuk kantin kantor. Sudah tidak ada waktu untuk lunch cantik di luar kantor jika seperti ini.

Seorang pelayan datang membawakan pecel ayam dan meletakannya di atas meja. Ghani meraih tabletnya dan tampak sibuk menyentuh layar tipis itu sampai pecel ayam yang baru tersaji di meja tidak ia hiraukan.

Keadaan kami berdua sudah seperti pasangan yang membosankan karena keduanya sibuk dengan gadget masing-masing. Aku dan Ghani sepertinya memiliki sifat ambisius yang sederajat. Jika sudah menyangkut pekerjaan, semua dikesampingkan.

Ghani menjadi PM event untuk bulan depan. Ia sudah lebih dulu masuk kantor dibandingkan aku, dan kesibukannya memasuki fase kritis karena event yang ia pegang adalah bazar makanan bertemakan food truck yang akan mendatangi 5 tempat di Jakarta. Jadi kerjanya gembar gembor seperti ini.

Aku melihat jam di laptop, jam makan siangku harus selesai lima menit lagi karena aku harus kembali bekerja. Jadi aku buru-buru menghabiskan nasi dan soto ayam kemudian mengkondisikan laptop dalam keadaan sleep.

"Aku naik duluan ya. You okay?" Tanyaku pada Ghani.

"Yeah im good, Honey." Balas Ghani sembari mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis sebelum pada akhirnya kembali fokus pada tablet.

Aku meraih laptop dan botol minum yang memang selalu ku bawa, kemudian melangkah keluar kantin kantor menuju lift. Selama di dalam lift aku terus memikirkan konsep acara, tata panggung, dan segalanya yang berhubungan dengan acara. Tidak ada yang dapat mengendalilan pikiranku kecuali pekerjaan.

Pintu lift terbuka, aku melangkah keluar dari lift menuju ruang rapat. Saat sudah berada di depan pintu, aku menempelkan ID card sebagai akses untuk masuk.

Fazri sudah berada di dalam ruang rapat. Ketika aku masuk ia yang semula memainkan ponselnya sembari tersenyum itu buru-buru menyapaku dan memasukan ponsel ke dalam saku celana chino. "Mba Anna," tegurnya begitu aku meletakan laptop di bagian ujung meja.

Aku hanya membalas dengan senyum tipis dan meraih kursi untuk duduk sembari menunggu yang lain tiba di ruang rapat. Aku datang terlalu cepat dari jam rapat yang ditentukan. Sengaja, aku malas naik ke atas untuk duduk di ruangan hanya lima menit kemudian turun lagi ke bawah ke ruang rapat.

Fazri mendekat ke arahku, menarik kursi yang berada di sebelah kanan. Kemudian mendaratkan bokongnya di sana. "Mba Anna keliatannya lagi sibuk banget, mungkin ada yang bisa saya bantu, Mba?" Ujarnya.

Aku melempar pandangan padanya. "Dekorasi udah sampe mana?" Bukannya menjawab tawaran aku malah kembali bertanya.

"Aman, Mba. Lampu, red carpet, sama barang dekorasi lain persiapannya udah 90%. Jadi..., Mba Anna ga usah khawatir."

Aku mengangguk dan kembali fokus pada laptop.

Tlit... Krek...

Suara pintu terbuka membuatku mengalihkan pandangan. Ghani muncul dengan wajah panik dan keringat seukuran biji jagung di dahi.

"An sorry banget tapi aku butuh ruang rapat sekarang. Please,"

"Hah?" Alisku bertaut. "Kan aku yang udah booking hari dan jam segini. Ga mungkin ada kesalahpahaman lagi."

Women's StoryWhere stories live. Discover now