28. Tantangan

3.6K 541 19
                                    

Weekend kali ini aku habiskan dengan memanjakan diri di salon dan berbelanja barang-barang yang ku ingin. Karena selama fokus kerja rasanya aku lupa melakukan me time. Jadi saat mendapat libur setelah event aku sudah berencana menghabiskan waktu dengan menghamburkan uang demi kesenangan pribadi.

Aku membuka kemban dan menggantungkannya di gantungan yang menempel di dinding. Kemudian masuk ke dalam bathtub yang berisi air susu untuk mandi. Memejamkan mata begitu sudah memposisikan tubuh sedikit tiduran dan bersandar. Rasanya benar-benar tenang.

Drtt...drt...

Getar ponsel di atas kursi samping bathtub ku hiraukan. Aku melakukan perawatan demi merasa tenang dan tidak ingin menerima masalah— yang banyak muncul saat menerima telepon.

Drtt...drtt...

Getarnya belum hilang dan sangat menggangu. Tapi aku mencoba tetap teguh untuk tidak mengangkat panggilan tersebut sampai pada akhirnya panggilan itu terputus dan dering berhenti.

Aku kembali memposisikan diri seperti sebelumnya karena suara getar tadi membuatku berubah posisi jadi duduk. Kemudian kembali memejamkan mata. Menikmati aroma susu dan aroma terapi di kamar mandi salon. Aroma terapi membuat atmosphere semakin tenang. Sampai mataku terasa berat dan ingin tidur.

Drtt...drt...

Aku menahan nafas sebal. Mencoba untuk tetap tidak membuka mata dan tetap tenang. Namun suara getarnya semakin menggangu. Dan berakhir aku meraih benda tipis itu dari atas kursi dan tanpa melihat dulu siapa yang memanggil, aku langsung menerimanya.

"Halo?" Jawabku ketus.

"Kamu dimana?" Seseorang di sebrang sana buka suara.

Aku tau betul siapa yang menghubungi. Dengan sebal aku menanggapi, "Kenapa emangnya?"

"Mau ajak kamu makan. Bisa?" Ghani tampak tidak terganggu dengan kejudesanku.

"Kapan? Jam berapa?"

"Sore sekitar jam 4?"

Aku melihat jam di ponsel, kemudian kembali menempelkannya di telinga. "Ok."

"Yaudah, mau aku jemput?"

"Aku di salon Rafles, kamu tau kan?"

"Rafles yang di Jakpus?"

"Heeh," tanggapku sembari mengangguk.

"Tau. Yaudah aku jemput jam 4 kurang ya,"

"Iya."

"See u," setelah mengucapkan dua kata tersebut ia memutus sambungan tanpa sempat aku membalas kata-katanya.

Entah hanya perasaanku saja atau bukan, tapi Ghani rasanya sudah tidak sehangat dulu. Aku yang semula sering ke rumahnya sudah mulai malas semenjak ia sangat sibuk dengan Youtube. Tidak ada obrolan ngalur-ngidul lagi diantara kami.

Tidak pernah ku lihat ia mencari lowongan pekerjaan setelah resign dari kantor. Ia seakan menikmati dirinya yang pengangguran. Ghani persis bocah SMA yang senang menghabisk waktu luang dengan hal remeh semacam Youtube. Ia memang pernah bilang bahwa Youtube menghasilkan untuknya, tapi ia juga bilang bahwa Youtuber hanyalah sampingan untuk mengisi waktu luang.

Bukannya baper karena Ghani selalu menolak tiap aku tawari atau beritahu dia tentang lowongan kerja, tapi aku menginginkan kesadaran dari pria kepala tiga itu sendiri untuk mencari pekerjaan dan mulai memiliki rutinitas teratur yang sehat. Aku tau ia begadang demi menyelesaikan edit videonya. Kemudian akun Youtube yang semula isinya hanya Ghani bernyanyi mulai berubah menjadi akun Youtuber pada umumnya yang senang melakukan challenge, review, reaction, dan obrolan semacam QnA.

Women's StoryWhere stories live. Discover now