🌀 1

12K 761 6
                                    

Persahabatan adalah alasan mengapa aku tersenyum, bernapas, dan bahagia hingga hari ini.

***THE PRINCE MERMAID***

Aku tidak asing dengan tempat ini, tempat di mana aku menumpahkan air mata, marah, kesal, bahagia bahkan sampai melompat-lompat dan terjatuh karena saking senangnya. Dan terjatuh karena tidurku yang tidak bisa diam.

Napasku terengah-engah seperti habis berlari 500 km, terdengar mustahil tapi ini yang sekarang aku rasakan. Keringat dingin yang merajai seluruh tubuhku sudah membasahi bawah kasurku. Aku meraih jam beker kesayanganku, dan melihat jarum jam tepat pukul 12 malam.

Mimpi itu benar-benar membuatku terkejut, dan aku merasa itu mimpi yang luar biasa. Mimpi yang seperti benar-benar kenyataan. Bahkan bola air yang dilempar Fey saja aku ingat betul bahwa bola itu kepunyaan Athan.

Aku merasakan ada sesuatu yang perih di telapak tanganku, aku menaruh jam beker ketempat semula dan melihat ada apa dengan tanganku.

Mataku hampir saja copot melihat luka berhiaskan sisik ikan, di tangan kiriku, namun tidak berdarah, hanya perih. Dan ini...,

Seperti gelang emas yang kulihat di lengan kanan pemuda beriris amber itu. Mimpi itu. Aku meraba-raba sisik ini, dan ... kalian tahu? Ini bukan luka berhiaskan sisik ikan, ini seperti tato. Tato yang bergambar sisik ikan berwarna emas.

Aku mencoba agar tidak panik dan berpikiran positif, mungkin ini gambar yang dibuat Athan saat aku sudah tertidur. Bisa jadi. Aku tahu betapa jahilnya Athan, bahkan saat aku ulang tahun, dia dengan baik hatinya membuat kamarku seperti kapal yang menabrak gunung es. Hancur berkeping-keping. Tapi untung saja kamarku bukan terbuat dari kayu.

Tunggu! Kalau ini dibuat Athan, kenapa rasanya bisa seperih ini? Atau Athan menggambarnya dengan jarum? Aduh, kepalaku meminta agar aku segera turun dan meminum air dingin.

Aku menurunkan kakiku agar menyentuh lantai, lantainya begitu dingin padahal aku tidak menyalakan air conditior hanya kipas angin kecil di ujung kamarku.

Aku berjalan keluar kamar dan menuruni anak tangga dengan kantuk yang siap membawaku ke alam mimpi. Dengan langkah sayu aku berjalan ke dapur yang membuat mamaku betah berada di sana untuk menyajikan makanan.

Kulkas berwarna hitam itu yang sekarang aku cari, dan air dingin yang berada di dalamnya. Aku menuang air ini kedalam gelas yang baru saja aku ambil dari rak kaca yang menyimpan peralatan makan.

Sejuk rasanya saat air ini melewati tenggorokanku yang kering seperti sawah tak berair. Aku menaruh gelas itu ke washtafel dan ingin kembali melanjutkan tidurku yang belum usai.

Kaki ini membawaku untuk bergegas naik dan kembali berbaring, namun langkahku terhenti saat aku menemukan sosok pria paruh baya dengan piyama tidur putihnya menatapku datar.

"Sedang apa kamu, Ry?"

"Minum." jawabku singkat. Lalu aku harus jawab apa kalau bukan itu?

"Kembali ke kamarmu." titahnya menunjuk ke lantai atas, di mana kamarku berada, dengan suara lembut.

"Iya Pa." Aku menata langkah menaiki anak tangga.

Kulirik papa yang juga membuka pintu kulkas. "Pa? Papa sedang apa?" aku memiringkan kepalaku agar bisa melihat apa yang Papa lakukan.

"Papa lapar." Aku melihat Papa membawa sepiring kue dari dalam kulkas sana dan aku juga melihat kue itu. Tapi sungguh aku tidak begitu suka dengan makanan manis.

The Prince Mermaid Where stories live. Discover now