🌀 28

1.7K 107 1
                                    

Makasih untuk _KiraraPutri_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makasih untuk _KiraraPutri_

Yuta's POV

Lama aku memerhatikan pergerakan apa yang akan dia lakukan. Hah! Aku tidak percaya dia benar-benar seekor duyung. Mana mungkin duyung ada, mereka semua itu hanya makhluk mitologi.

Mungkin dia sedang melakukan adegan peran, dan karena kekurangan biaya untuk membeli make up makanya mereka menangkapku dan akan meminta tebusan nanti. Ya mungkin saja.

"Apa maumu?" tanyaku berusaha tenang.

Monster itu tidak bergerak seincipun. Hanya mata ambernya terus menatapku tajam.

"HIAAAA!!!"

Aku terhempas setelah monster itu menjerit kuat. Dia murka. Matanya sudah bukan amber lagi. Melainkan merah. Merah darah.

Tubuhku terasa hancur saat bergesekan dengan lantai kasar ini. Sepertinya darahnya bertambah banyak.

"Kau sangat berani menentangku! Akan aku habiskan kau setelah aku puas memanfaatkanmu!" serunya hingga ruangan ini dipenuhi gema.

Aku bergidik, badanku gemetaran. Mataku melotot saat dia merentangkan tangannya lebar-lebar dan kepala yang menengadah ke atas. Angin kencang berhembus hebat. Rambut panjangnya berseliweran kemana-mana.

Dia semakin menakutkan.

Cahaya yang entah datang dari mana menyelimuti seluruh tubuhnya. Dia mengerang. Tongkat panjang melayang dari atas. Dia terbang ke atas dan mengambil tongkat itu.  Mulutnya merapalkan sebuah kata yang sama sekali tidak terdengar olehku.

Detik berikutnya, matanya menajam ke arahku. Tepat di manik mataku.

"Kau berani melawan! Biar kau rasakan dulu akibatnya!"

Tongkatnya melayang, mengarah tepat ke kepalaku. Aku menutup mataku, meringis karena takut hidupku akan berakhir sebelum aku menemukan Vloryne.

"HYAAA!!"

Tepat aku membuka mataku, tidak ada yang terjadi padaku. Tongkat itu tertancap di samping telinga kiriku. Aku menghela napas sejenak. Mataku naik, menatap monster perempuan yang kini melayang di depanku.

"Jika kau mau bertarung, lepaskan kuncian ini dari tubuhku," ujarku. "Kita akan bertarung secara wajar. Bukan aku diikat dan kau leluasa melancarkan seranga—"

Plakk...

Tamparan keras itu terjadi di pipiku, begitu aku mengucapkan kalimat yang belum usai. Kulihat darah meluncur ke lantai kasar ini.

"Kau anak manusia, jangan pernah berbicara sekenamu! Aku bisa saja menghabisimu detik ini juga," celotehnya panjang.

Dia pergi. Menghilang dengan membawa cahaya. Keadaan kembali gelap. Hening. Dan sakit...

The Prince Mermaid Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang