🌀 9

4.5K 330 3
                                    

Author Pov.

Pangeran menutup pintu besar nan tinggi itu sembari menatap lurus Vloryne —gadis yang dia temui di danau itu dengan sedikit cemas.

Takut bila hal yang tidak diinginkan terjadi. Dan pangeran tidak bisa bermain kedunia manusia lagi. Karena anak manusia meninggal dan ditemukan mengambang di danau. Begitu pikirnya.

"Anak itu merepotkan." gumamnya lirih.

Pemuda itu berjalan melewati lorong-lorong ini. Berjalan ketempat tujuan selanjutnya. Tempat yang diperintahkan raja.

Pangeran membuka pintu dan masuk, berjalan lambat karena tahu kalau raja pasti akan menceramahinya, karena lagi-lagi pergi tanpa izin.

"Ada apa Yang Mulia Raja?" tanyanya menunduk sopan dan menatap raja.

Helaan napas keluar dari bibir sang raja melihat anaknya yang sedang bersimpuh di kakinya–ralat ekornya. "Mengapa kau selalu melanggar laranganku?" tanya raja lirih, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Tak habis pikir dengan anak penerusnya yang keras kepala.

"Maaf Yang Mulia Raja, tapi saya tidak bisa kalau tidak makan–" Tangan raja terangkat ke atas. Mengisyaratkan kalau omongan pangeran harus berhenti.

"Lagi dan lagi kau berbicara seperti itu. Apa koki di istana tidak bisa membuatkanmu makanan yang lezat?"

Pangeran tertunduk, dia berbicara dalam hati. "Ya, memang tidak bisa."

Cklek...

Keduanya menoleh bersamaan ke arah pintu. Sang ratu datang. Mendekati keduanya dan duduk di samping raja.

"Sudahlah Yang Mulia Raja, Rafeyz tidak akan ketahuan oleh manusia kalau dia mengubah ekornya menjadi kaki." kata ratu sambil tersenyum ke arah pangeran.

"Kau boleh keluar." kata raja kepada pangeran.

Pangeran Rafeyz pun keluar dari kamar raja sekaligus ratu itu. Sesampainya di luar kamar, pangeran berniat untuk memeriksa keadaan anak itu. Tapi dia teringat larangan perawat perempuan itu.

Pangeran berjalan ke kamar miliknya, membuka pintu dan mengubah kakinya menjadi ekor ikan. "Sangat melelahkan menjadi manusia." gumamnya seraya duduk di sofa.

***

Di sana, di atas ranjang yang berbalut sprai berwarna putih, gadis itu berbaring, baju dan celana yang dia gunakan sudah  dilepaskan oleh tabib perempuan itu, dan digantikan dengan kain berwarna putih sampai lutut.

Tabib itu menekan-nekan telapak tangannya, menyalurkan pengobatan lewat sihirnya.

"Sudah selesai, hanya kurang daun villeryo." gumamnya dan mengambil daun obat yang sudah ditumbuk.

Ditaruhnya obat berwarna hijau itu di dada gadis itu. Dibalut dengan kain berwarna biru muda sebagai penyanggah obatnya agar tidak jatuh.

Tangan kanan Tabib Lyzi  terangkat, begitupun dengan Vloryne. Tubuhnya melayang di air. Tangan Lyzi yang lain bergerak mengambil baju Vloryne dengan sihir.

Seketika Vloryne sudah berbaring lagi di atas ranjang dengan menggunakan baju miliknya. Matanya belum terbuka. Badannya masih terkulai lemas. Namun, suhu tubuhnya sudah cukup membaik.

"Baiklah aku harus mengantarkan gadis ini kedalam kamar tamu." kata Lyzi dan kedua tangannya ditaruh di atas kepala anak itu.

Sihir teleportasinya sudah membawa Vloryne ke dalam kamar tujuan Lyzi. Dibalut dengan sprai putih yang berkilau.

***

Teman-temannya Vloryne kebingungan karena anak itu belum juga melempar kembali bola airnya.

"Kenapa lama sekali?" tanya Fey. Nada bicaranya sangat kelihatan kalau dia sedang cemas.

Athan yang tadinya membelakangi tempat di mana Vloryne mengambil bola pun berbalik badan. "Mungkin bolanya hanyut."

"Kurasa tidak. Air danau ini tidak bergelombang." sanggah Yuta terhadap ucapan Athan.

"Bagaimana kita naik dulu? Aku kedinginan." kata Fey, badannya gemetaran. Dia memeluk tubuhnya sendiri.

"Ayo." ucap Yuta dan Athan bersamaan.

Selesai memakai handuk, dan Athan serta Yuta memakai pakaiannya, mereka menyusuri hutan lebat yang menjadi pusat daratan di danau itu.

"Apa di sini ada harimau?" tanya Fey sambil melirik ke sekitarnya.

Yuta yang berjalan lebih dulu menoleh ke belakang, tangannya dimasukan ke kantong jaket abunya. "Kurasa Vloryne tidak akan ke hutan ini. Dia itu sedikit ... penakut."

Athan yang berada di belakang Fey berjalan ke sampingnya, wajahnya terlihat panik. "Lebih baik kita meminta bantuan warga. Kalau seperti ini kita juga yang akan hilang arah."

Yuta mendekati kedua orang itu, "Fey? Apa kau kedinginan?" tanyanya.

Fey mengangguk, bibir dan wajahnya sangat pucat. Bahkan sedari tadi badannya gemetaran. "I–iya, a–anginya mem–buat ba–danku gemetar." ucapnya tergagap-gagap menahan dinginnya udara.

"Baiklah, kita pulang saja dulu." ajak Yuta kepada dua orang temannya itu.

Sudah ditawarkan oleh Yuta dan Athan, kalau Fey menggunakan jaket keduanya, tapi Fey menolak. Sebenarnya dia juga menggunakan jaket di bawah lapisan handuk. Tapi angin yang berembus mengalahkan tebalnya jaket.

Fey, Athan dan Yuta berjalan ke arah jembatan kayu berada. Jembatan yang terbuat dari pohon kelapa yang hanya terdiri dari satu batang. Serta pegangan yang terbuat dari tali tambang plastik di sisi kanan yang diikat dari pohon satu ke pohon di seberangnya. Serta tanah lumpur licin di atas jembatan itu membuat semuanya terlihat begitu menyeramkan.

Salah sedikit langkah saja, badan dan kaki akan tercebur. Ya, memang tidak apa-apa kalau sedang kering, tapi sedang dingin begini? Badan akan terasa beku bila berenang lagi.

"Em... Fey, kau jalan di tengah ya? Biar Athan duluan." kata Yuta sambil memegangi tali tambang dengan satu tangan.

Athan yang berjalan paling belakang langsung mendekat, "Kenapa aku? Mengapa tidak kau saja?"

"Yasudah, aku jalan lebih dulu. Kau belakangan, ya?"

Fey sedari tadi kedinginan hanya bisa membagi pandangan kedua orang ini. Dia memeluk tubuhnya sendiri, agar tidak terlalu banyak angin yang meresap ke tubuhnya.

Athan menghela napas, dia berjalan mendahului Yuta yang sedang menunggu Fey agar berjalan setelah Athan.

Setelah Athan berjalan hampir seperempat, Yuta memberi isyarat agar Fey berjalan. Athan mengulurkan tangannya ke Fey, agar anak ini tidak jatuh terjelembab ke air yang dingin itu. Diterimanya uluran itu dan kemudian berjalan dengan kaki memiring, tangan kanannya memegang tali tambang yang menjadi pegangan.

Sampai di seberang, Yuta merogoh saku celana panjangnya. "Eh? Permen lolipop?"

Tbc

8 Juli.

Floweryum note :

Ohayo!

Aku update kilat. Karena kemarin updatenya telat. Muhun... Wkwkwkw

Ada yang udah baca ORBIS FUSHIGINA? Kalau belum, harus baca. Harus. Wajib. Kudu. Sunnah muakad. *hei.

Pangeran Rafeyz? Uah... Namanya itu aku pikirkan dari kemarin-kemarin-kemarin gak sreg sreg. Dan baru ini aku sreg.

Baiklah, baybay

Floweryum

The Prince Mermaid Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt