🌀 19

2.6K 194 8
                                    

SSRRTT...

Kudongakan kepalaku menatap atas sana. Ekor?! APA ITU EKOR?!

Ini darat. Yang benar saja!

Masih dengan kepala yang mendongak ke atas, bahuku ada yang menepuk. Aku terkejut bukan main. Dan hampir saja aku berteriak keras kalau saja mulutku tidak dibekap si penepuk pundak. Aku menoleh dan menemukan pangeran di sana, si pelaku penepuk pundak.

"Emm... Maaf." Baru saja hendak memukul lengan besar itu, dia sudah meminta maaf terlebih dahulu.

"Untuk?" Aku bertanya jahil.

"Kaget?" ucapnya seperti menanyaku balik. "Aku tarik ucapanku sebelumnya."

"Ah tidak," kataku sambil terkekeh. "Iya aku kaget."

"Maaf."

Aku mengangkat sebelah alisku, "Baru saja kau menariknya tadi." Aku menjahilinya dengan senyum mengejek.

Dia membuang pandangannya, wajah juteknya membuatku sangat ingin menamparnya. Huuuhh.

Hening. Aku masih memandangnya dan dia masih memalingkan wajahnya. Aku rasa, anak ini sepertinya keras kepala dan juga memiliki ego yang tinggi. "Erm... pengeran." Aku membuka topik. "Tadi aku... em... Melihat-" Aku menunduk.

"Apa?" Dia tertarik!

"Ekor, di atas sana," lanjutku sambil menunjuk dengan telunjukku ke atas sana, dimana aku melihat ekor tadi.

Aku tidak bisa membaca raut wajahnya, yang kutahu dia membungkam dan memalingkan wajahnya, lagi.

Aku terus memperhatikan wajahnya dari samping. Tampan. Itu yang terucap di kepalaku saat melihat lekukan wajahnya. Ingin tersenyum, tapi harga diri lebih penting!

"Jangan bermimpi," gumam pangeran masih dengan wajahnya yang tak mau melihatku.

Apa? Bermimpi? Memang ada mimpi dalam mimpi? Batinku.

Aku mengerutkan keningku dalam. Tak mengerti apa yang dia katakan barusan. Pikiranku terus bergelut tentang itu, hingga tak sadar orang di depanku balik memperhatikanku.

Aku mendongak sedikit. Menatap mata ambernya dan kemudian hatiku tersenyum melihat matanya. Matanya indah.

"Apa?" Pertanyaannya membuatku tersadar dan kembali menatap pasir yang kini kuinjak.

"Apa ini dunia lain? Darat? Air? Atau gaib?"

Dia tidak langsung menjawabnya, tatapan dan garis wajahnya sangat datar saat ini. Oh. Dia memang datar setiap saat. "Pikiranmu?" Nah! Inilah yang tidak aku suka darinya, bertanya balik. Menyebalkan.

Aku mengangkat bahu sedikit. "Entah. Kau menyebalkan!" hardikku sambil melipat tangan di depan dada serta berbalik badan membelakanginya.

Tiba-tiba saja. Tanganku yang kulipat, melonggar begitu saja. Dan dia menarik tanganku. "Ayo. Ikut aku."

Oh tidak! Dia membawaku ke ruangan pengap itu? Dia ingin membunuhku di sana agar tidak ada polisi yang bisa melacak? Astaga!

"Aku tidak mau!" Aku mencoba melepaskan tanganku dari genggamannya. Tapi naas, tangannya begitu kuat dan besar, hingga tenagaku habis hanya untuk memberontak untuk terlepas darinya.

"Diam."

"Aku tidak bisa diam!" Aku berteriak karena kekesalanku dan amarah ini memuncak. "Aku tidak pff---" Sialan! Mulutku dibekapnya.

Tiba-tiba saja. Kesadaranku hilang. Efeknya sangat kuat hingga mataku terpejam rapat.

***

Cukup lama mungkin aku tertidur, atau lebih tepatnya pingsan karena habis dibekap oleh anak laki-laki ini. Entah ini sudah malam atau mataku yang belum mengurai.

Tempat ini gelap. Dan di atas kepalaku terdapat bintang yang sepertinya tak jauh dari jangkauanku. Indah. Sangat indah. Tempat ini benar-benar gela gulita hingga aku bisa melihat jelas bintangya. Aaa~ aku tidak mau pulang deh kalau bintang ini terus ada.

Mulutku terus-terusan tersenyum gembira menatap bintang-bintang itu. Mataku terus berotasi menatap langit dari sudut ke sudut. Sungguh. Aku suka ini.

Mungkin akhir kebahagian dari sekapan di ruang gelap, pengap dan lembab itu. Tuhan kan memang memiliki janji, setelah ke sedihan, akan datang kebahagian setelahnya. Dan ini yang aku rasakan sekarang.

Tapi... Firasatku mengatakan kalau aku tidak sendiri di sini. Sepertinya laki-laki itu yang membawaku kemari. Dan aku merasakan kalau dia berada di sampingku, sambil menggenggam tanganku.

Aku menengok ke arah kananku. Dan benar! Dia menatapku dan setelah itu dia meluruskan pandangan. Aneh. "Apa ini bintang?" Aku bertanya sambil terus tersenyum menatap langit.

Belum ada jawaban. Hingga detik ke sepuluh dia menjawabnya, "Ya."

Aku tidak terkejut. Aku sudah terbiasa dia menjawabnya lama dan hanya berakhir dua huruf. Cukup membuat kesabaran menipis.

Matanya masih menatap langit. Aku tersenyum melihatnya dan ikut melihat langit tersebut. Ah... aku bersyukur sekali bisa mendapat kebahagian semacam ini. Walaupun dalam mimpi.

Tanpa aku sadar. Tangannya masih menindih tangan kananku. Aku terus melihatnya. Dan kemudian dia mengangkat tangannya, aku mengikuti arah gerak tangannya dan tatapanku jatuh di matanya yang berwarna amber.

"Maaf," katanya seraya mengalihkan pandangannya. Aku tersenyum. Senang. Sangat senang.

Seketika aku melupakan tentang kejanggalan yang aku dapatkan. Mungkin, hari ini, besok, atau lusa. Aku bisa mempertanyakan hal ini padanya.

Tbc

15 Januari 2019

Floweryum's note :

Aku seneng bisa update walaupun hasil maksa otak. Hahaha *canda

Kukira ini bakal menjamur karena nggak ada yang komen. Rupanya ada pembaca yang baik hati mau membagi waktu untuk komen di ceritaku. Makasih. Maaf karena nggak tepat ngasih harinya :<

Semoga puas ya. Ini cuman 700+ words. Maaf banget banget.

Jujur, anak SMK itu sukar, kebanyakan tugas praktek TUTORIAL. Mantul. Aku sampe pulang malam terus ngerjain tugas yang nggak ada habisnya tiap minggu  :(

Oke deh, itu aja.

SALAM WANGI

D A H L I A

The Prince Mermaid Where stories live. Discover now