🌀 25

1.8K 127 7
                                    

Jangan sia-siakan orang yang kau sayang. Selagi masih bersamamu, di sampingmu, dan terlihat olehmu, jaga dia. Suatu saat, kau akan tahu rasanya kehilangan, sama sepertiku.

Yuta -

***THE PRINCE MERMAID***

Dia mengusap puncak kepalaku. Mengelusnya lembut. Tapi aku tahu, dia orang yang tidak punya hati. Selembut apapun usapannya dia, jika dia melakukan itu tanpa menggunakan hati, sama saja seperti paksaan.

"A-aku tidak butuh pedulimu!" erangku gagap. Air mataku terus menerus meluncur deras. Hingga isakan yang kupendam, tidak bisa kutangguhkan lagi. Isakan itu lolos dari bibirku.

———

Tangan besarnya mengusap punggungku, dan dengan sekuat hati aku menahan isakan. Aku meronta saat tangannya merangkul bahuku. "Aku membencimu!" ujarku dengan suara serak.

"Aku tidak peduli."

Begitu dia mengucapkan kalimat yang membuatku ingin menamparnya, dia mengangkatku. Menggendongku di atas bahunya. Aku terkejut dengan perlakuannya. "Apa yang kaulakukakan bodoh?!" Aku memukul punggung kokohnya. Aku tidak peduli jika tubuhnya memar nanti.

Dia tidak menjawab. Melainkan berjalan entah ke arah mana. Aku terus meronta agar dia menurunkanku. Air mataku terus-menerus keluar.

Ya Tuhan... apa yang akan dia lakukan?

Dadaku semakin sesak karena tangisku juga belum berhenti dan langkah besar pangeran—ah, anak bodoh—ini tidak berhenti, namun semakin mempercepat langkahnya.

"Turunkan aku bodoh!" geramku.

Aku terus memukul punggunya, namun kekuatanku melemah. Tanganku pegal. "Yuta... Athan..." Tanpa sadar aku memanggil kedua sahabatku, lirih. "Kumohon... jangan sa--kiti aku."

Mataku lelah. Terasa berat. Namun aku sama sekali tidak ingin menutup mataku. Pasti mataku sembab saat ini. "Turunkan aku, kumohon..."

Aku terdiam. Mataku berat. Hidungku dan bibirku terasa ikut membengkak. Dia menurunkanku. Aku hanya diam.

Bahkan aku tidak sanggup untuk berdiri. Aku terduduk di atas rumput hijau yang sama seperti tadi. Aku terus menatap mata ambernya lemah, dia juga menatap manik mataku dalam. Dia berjongkok, mendekatkan wajahnya. Hingga jarak antara wajahku dengannya hanya 20 centimeter.

Tangan besarnya terangkat satu. Dan aku hanya bisa diam. Tidak berkutik saat tangan itu menghapus jejak air mataku. Aku masih diam. Bahkan pandanganku tidak lepas dari mata amber tajamnya itu.

"Diam," titahnya datar. Dia pun menurunkan tangannya dan tersenyum. Tersenyum. Tersenyum tipis.

Seolah terhipnotis sejak tadi. Aku membulatkan mata. Terkejut. Tidak, bukan untuk senyumnya, melainkan kegiatannya yang dilakukannya tadi. Menghapus air mataku dengan tangannya.

"Aku sangat membencimu! Aku tidak butuh bantuanmu. Aku tidak butuh kau di sini!" seruku nyaris emosiku meluap semua.

Setelah aku berteriak kepada pangeran, suara berdebum datang. Aku terdiam. Merapatkan mulutku, karena hampir saja aku memaki orang ini, lagi.

"Sudahku bilang, diam," ujarnya datar. Dia bangkit dari jongkoknya, dan aku pun mengikutinya. "Diam. Pergilah ke belakang batu besar." Dia menunjuk ke belakangku, di mana ada batu yang sangat besar di sana. Aku pun mengikuti arah tunjukkannya.

The Prince Mermaid Where stories live. Discover now