Prolog

74.5K 4.7K 74
                                    


Cuaca hari ini sangat panas. Sepertinya Mentari sedang bersemangat menyinari bumi. Memberikan semua nutrisinya pada makhluk bumi ini.

Iinaas, yang lebih sering dipanggil Nanas oleh teman - temannya - karena menurut mereka, nama Iinaas itu alay dan berat. Susah manggilnya, harus pakai mad tabi'i - berjalan tergesa ke sebuah kedai minuman di kantin kantornya. Tenggorokannya sudah berteriak minta dibasahi sejak tadi. Nanas baru saja menemui salah satu kliennya. Bukan di sebuah kafe atau resto melainkan di sebuah tempat proyek konstruksi yang sedang berjalan.

Bukan juga di area indoor proyek itu, tapi langsung outdoornya. Bahkan ia juga harus menggunakan safety helmet untuk menemui kliennya itu. Untung hari ini dia memakai celana.

Dan, panasnya itu loh gaes yang buat Iinaas enggak kuat. Tengah hari bolong, di luar ruangan, tempat konstruksi, dan di ibu kota. Syukur Iinaas tidak pingsan karena dehidrasi.

"Milshake Stawberry-nya satu mbak."

"Baik kak, ditunggu ya." Pramusaji itu tersenyum manis.

"Jangan lama - lama ya mbak, saya udah mau pingsan nih!"

"Siap!"

Lima menit kemudian, Nanas mendapat panggilannya. Buru - buru kakinya melangkah ke area kasir. Mengambil minumannya.

"Semuanya tujuh belas ribu, Kak."

Nanas memberikan selembar dua puluh ribuan. "Ambil aja kembaliannya."

Tanpa menunggu lama, Nanas segera membalikkan tubuhnya. Sebelah tangannya sibuk memasukkan dompet kedalam tasnya. Langkahnya terus berjalan, dan tentu saja membuatnya lalai. Kepalanya membentur sesuatu yang keras, minuman yang belum disedotnya terhuyung ke depan, lalu memantul ke belankang.

Astaga!

Matanya membola melihat penampakan di depannya. Kemeja putih bersih itu seketika ternodai dengan cairan pink nya. Tak terkecuali blouse toska yang digunakannya.

"Maaf. Maaf." Nanas tak menghiraukan milshake yang telah dinanti - nantikannya selama lima menit itu. Minuman itu sudah berceceran tak berdaya di lantai. Fokusnya kini hanya pada korban ketidaksengajaannya.

Tangannya segera mengusap - usap dada si pemilik kemeja putih. Berniat membersihkan, atau setidaknya mengurangi bekas noda pink di kemeja itu.

Memang sungguh sial harinya. Tanpa diduganya, si pemilik kemeja yang berusaha ditolongnya, malah menepis kasar tangannya. Tak hanya itu, pemuda itu juga mendorong bahunya hingga pantat seksinya bertubrukan dengan sisa tumpahan milshakenya di lantai.

Untuk sesaat, Nanas hanya bisa melongo. Memandangi laki - laki yang baru saja memperlakukannya dengan kasar. Mulutnya semakin menganga melihat laki - laki itu segera berbalik, dan keluar dari kantin itu. Bokongnya semakin dingin saja.

"Kak? Kakak tidak apa - apa?" tanya pramusaji yang kebetulan melayaninya tadi.

"Mbak punya cermin?"

"Ha?"

"Saya merasa gagal menjadi manusia. Apa tampang saya begitu buruk hingga dia memperlakukan saya seperti ini?"

Pramusaji itu hanya diam dan tertawa sumbang. Kedua tangannya mencoba membantu Nanas untuk berdiri.

"Saya kan tidak sengaja mbak." lanjut Nanas mencoba menumpahkan isi hatinya. "Saya hanya merasa bertanggung jawab dan mencoba menolongnya. Tapi dia malah seperti itu."

Pramusaji itu tetap diam. Tangannya mengambil tissu terdekat, dan mencoba mengelap telapak tangan juga bokong Nanas yang basah. "Kok saya merasa menjadi tissu bekas yang harus segera dibuang setelah digunakan untuk mengelap ingus karena saking banyak kuman yang mengendap di situ. Memang saya seburuk itu mbak?" Nanas tidak marah, dia hanya tidak habis pikir dengan perlakuan yang baru saja diterimanya.

"Sabar ya Kak! Cowok cakep memang seperti itu. Sombongnya nggak ketulungan."

"Bahkan saya tidak sempat melihat wajahnya. Atau karena dia cakep, makanya dia menganggap saya buruk rupa seperti kuman atau penyakit menular yang harus dijauhi?"

Pramusaji itu berpikir. Tidak. Dia yakin kalau customernya yang cantik ini sedang PMS atau baru saja ditinggal nikah sama pacarnya sehingga dia mengalami krisis kepercayaan diri.

"Makasih ya mbak, atas pertolongannya. Saya pesan satu lagi deh minumnya. Tenggorokan saya belum sempat dibasahi." Nanas mengeluarkan dompetnya lagi. Mengambil selembar lima puluh ribu dari dalamnya. "Ini mbak uangnya. Tolong antarkan ke sini ya, baju saya basah semua. Nggak enak diliatin orang. Kembaliannya buat mbak aja. Maaf lantainya jadi kotor gara - gara saya."

"Oh, I-ya kak!" kata pramusaji itu gugup. Baru kali ini dia mendapat customer yang begitu baiknya. Lumayan kan dia dapat tips tiga puluh ribu lebih. Bisa buat membelikan adik - adiknya martabak manis nanti malam.

Nanas memberikan senyuman pada orang - orang disekitarnya. Dia merasa bersalah karena mengganggu kenyamanan pelanggan kantin lain. Padahal orang - orang itu seperti mendapatkan hiburan gratis di siang hari bolong. Mereka hanya menonton, tapi tak ada yang menolong.

Dan ya, begitulah Iinaas Huuriya Darpa. Dia terlalu baik untuk berprasangka buruk pada orang - orang yang mulai hilang kesensitifannya itu.

......

Hai gaes, new story nih.
Semoga kalian suka yaa..

Harapan saya, semoga saya bisa kelarin cerita ini. Karena bagi saya, POV 3 itu lebih sulit dari POV 1.

Baikla, 100 vote for prolog.

vomen nya, jangan lupa.

Love,

SINNAD
31052018

Guide to Our MarriageWhere stories live. Discover now