Part 47. Kakaknya Iinas

50.6K 3.2K 317
                                    


Jam tiga pagi, Iinas kembali terbangun. Perutnya udah meronta, bergejolak mau ngeluarin isinya. Iinas cepet-cepet lari ke kamar mandi, jangan sampai dia malah muntah di lantai.

Hoekk!!

Lagi-lagi, seluruh isi perut Iinas keluar. Semalam, setelah calon bayinya dijenguk Abi, Iinas kembali makan dengan lahapnya. Abi mesenin makanan lewat pesan antar online, karena nggak mungkin juga Iinas mau masak. Apa lagi Abi. Tapi ya begini, sekarang Iinas jadi lemas karena semua isi perutnya keluar. Air matanya sampai keluar saking parahnya muntahnya itu.

"Muntah lagi?" tanya Abi. Jelas tidurnya terganggu saat Iinas udah nggak lagi dalam pelukannya. Juga suara gaduh di kamar mandi, makin membangunkannya.

Lagi, Iinas langsung luruh dalam pelukan Abi. Lemes banget rasanya. Mulutnya pahit nggak karuan. "Lemes Mas."

"Udah?"

Iinas mengangguk, sebenarnya mualnya masih. Tapi Iinas udah nggak kuat. Lagian, isi perutnya juga udah habis.

Abi langsung mengangkat istrinya dan baringin lagi di ranjang. Menutup Iinas pake selimut, biar nggak kedinginan. Tangan Abi segera mengusap perut Iinas. Abi ingat, katanya kemarin, Iinas suka dan baikan pas perutnya diusap sama Abi.

"Mau dikasih kayu putih?" tanya Abi.

"Nggak usah, gini aja." jawab Iinas, matanya mulai terpejam, saking lemesnya.

"Kamu mau makan?" tawar Abi. Bisa jadi dengan makan, lemanya Iinas bisa berkurang.

Iinas menggeleng, lidahnya kerasa makin pait cuma buat bayangin makanan aja.

"Tapi kata dokter, kamu harus banyak makan. Apalagi tadi muntah gitu."

"Iinas mau makan masakan Mama."

"Ha?" tanya Abi bingung.

"Kita ke rumah Mama yuk Mas! Iinas kangen sama Kak Fahim. Kayaknya udah lama banget nggak ketemu." ajak Iinas, setengah merengek juga.

"Tapi ini masih jam tiga, Sayang. Nanti aja ya, kalau udah terang." tawar Abi. Ya kali, dini hari begini dia harus ngetok rumah mertuanya. Jam segitu tuh, lagi asik-asiknya buat tidur. Jelas Abi nggak mau mengganggu ketenangan orang lain. Apalagi mertuanya sendiri.

"Tapi Iinas maunya sekarang! Mau makan telur dadar buatan Mama!"

"Nanti aja ya?"

"Sekarang Mas! Sekarang. Iinas lapar, tapi cuma mau telur dadar buatan Mama."

"Tapi nanti kita malah ganggu mereka loh."

"Ya udah!"

Iinas langsung miring, munggungin Abi dan menepis tangan suaminya itu. Iinas kesel! Mau nangis aja rasanya. Nggak tau kenapa, Iinas jadi pengen banget makan telur dadar buatan Mamanya. Yang pakai irisan tomat sama cabe itu. Sama daun bawang juga. Enak banget pokoknya.

"Iinas?" panggil Abi. "Sayang?" lagi, karena nggak dapet respon dari istrinya.

"Nanti aja ya?" bujuk Abi lagi.

"Bodo! Mas tidur aja sana! Biarin Iinas sama anakmu ini kelaparan. Besok mati juga nggak papa."

"Huss! Kamu ngomong apa sih?"

"Pokoknya Iinas mau pulang!"

"Ya udah, ayo. Kamu ganti baju dulu sana." kata Abi akhirnya. Abi nggak mau juga ngelihat Iinas marah kayak waktu itu. Pas awal pernikahan mereka. Apa Iinas lagi PMS kali ya? Eh, kan Iinas hamil. Orang hamil nggak PMS kan ya? Tapi kok Iinas jadi gini. Sensitif banget.

Guide to Our MarriageWhere stories live. Discover now