Part 24. Nggak Boleh Nyicil

62.2K 4K 290
                                    

Ciuman Abi masih terus berlanjut, bahkan semakin menuntut. Sedang Iinas masih saja kesulitan buat ngatur napasnya. Atau mungkin, memang Abi yang punya napas yang lebih panjang sampai buat Iinas susah mengimbangi.

Meskipun begitu, Iinas menikmatinya. Tangannya memeluk punggung Abi, kadang juga mencengkramnya. Kalau Abi udah keterlaluan dan membuatnya sesak, maka tangan Iinas dengan paksa menarik rambutnya.

Lidah Abi juga sudah menerobos mulut Iinas, dan membuat ulah di sana. Menggelitik, membelit, dan membelai rongga mulut Iinas. Sesekali bibir Iinas digigit sama Abi.

"Ahh."

Iinas mendesah saat ciuman Abi lepas sesaat. Akhirnya Iinas bisa bernapas juga. Kini, bibir Abi berpindah menciumi rahangnya, terus menjalar sampai ke leher Iinas. Bukan cuma ciuman, tapi lidah Abi lebih mendominasi di lehernya. Geli dan basah. Membuat Iinas mengerang kegelian. Apalagi, lehernya sensitif banget.

"Mmas?"

"Hmm?"

"Udah ya? U-udah siang." kata Iinas. Tangannya berusaha menarik kepala Abi dari ceruk lehernya. Iinas sampai mendongak karena ulah Abi.

"Belum. Belum selesai. Belum puas." ucap Abi, masih terus menjilati leher Iinas, bahkan menghisapnya. Leher Iinas hangat dan lembut.

"Emh."

"Kamu wangi banget. Saya suka."

Iinas nggak bisa ngapa-ngapain pas ciuman Abi mulai turun ke dadanya. Iinas udah lemas. Tangannya cuma bisa mencengkram punggung suaminya.

Perlahan dan sedikit gemetar, Abi membuka kancing piyama Iinas. Satu kancing, dua kancing, hingga tiga kancing, Abi membukanya. Terlihatlah belahan indah milik Istrinya. Jantung Abi berdetak lebih kencang cuma lihat belahan itu.

"Cantik banget." gumam Abi.

Baru kali ini Abi ngelihatnya. Dini hari tadi, Abi cuma sempet remas-remas dikit. Dan sekarang, Abi juga pengen remas lagi. Tapi, langsung tanpa ada penghalang.

Sedang Iinas, sudah memalingkan wajahnya. Malu banget kalau harus lihat wajahnya Abi. Mana bajunya dibuka-buka lagi.

Duh, semalam Iinas pake bra apa ya? Bukan yang udah kendor dan lusuh kan?

Enggak deh kayaknya. Iinas cuma bawa pakaian dalam barunya pas pindahan ke sini. Yang lama masih di kamarnya yang dulu

"Mas, udah ya?" kata Iinas lagi, wajahnya juga masih menghadap samping. Iinas cuma bisa menggigit jari telunjuknya. Malu dan deg-degan.

Tapi, di mata Abi, Iinas malah terlihat lebih seksi berlipat-lipat. Rambut yang terurai berantakan di bantal, wajah bangun tidurnya yang memerah, bibirnya yang menggigiti jarinya, juga bagian dadanya yang menampakkan bra warna hitamnya. Seksi banget! Abi nggak tahan!

Tangannya kembali menangkup wajah Iinas. Dilumatnya kembali bibir istrinya. Kali ini, bukan cuma ciuman yang menuntut. Tapi liar, dan dengan ritme yang lebih cepat. Membuat Iinas makin gelagapan.

"Mmh. Mas... Mas?" sela Iinas yang bingung kenapa Abi makin menggila. Kayaknya tadi udah agak tenang, ya meskipun lehernya yang jadi sasaran.

"Kamu kenapa seksi sekali? Saya nggak tahan buat nggak cium kamu." kata Abi, lalu menjatuhkan wajahnya ke ceruk leher Iinas.

"Mas udah ya? Udah siang. Kita harus balik ke rumah sakit."

"Satria belum kasih kabar. Satria ngerti."

"Tapi-"

"Kamu nggak suka ya? Keberatan?"

"Bukan gitu,"

Guide to Our MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang