Part 4. Lupa!

40.8K 3.5K 25
                                    

"Baru balik Nas?" tanya Niana seperti biasa saat Iinaas masuk ruangan melebihi jam makan siang.

"Hmm. Duh, kapan sih Jakarta jadi adem gitu. Gila, panas banget hari ini." Keluh Iinaas seperti biasa juga.

"Kalau garis khatulistiwa udah melingkar di daerah sub-tropis sana. Ngaco lo!"

"Lo mah enak, kerja di bawah AC terus. Nah gue?"

"Yee... Gitu juga gaji lo dua kali lipat gaji gue Nas! Ya udah sih, impas. Lo mau tukeran sama gue?"

"Mau aja, asal gajinya enggak."

"Gue tampol juga lo. Udah ah, laporan gue belum selesai nih." Niana kembali ke hadapan komputernya. Sudah mendekati akhir tahun, dan tentu saja laporan semakin menumpuk, semua hectic dengan kerjaan masing-masing. Tadi pagi, Pak Rudi juga tidak bosan-bosannya memberi ceramah agar kerjaannya cepat diselesaikan.

Oh, mengingat Pak Trudi, Niana jadi ingat sesuatu. "Eh, Nas! Gue baru inget. Lo lusa berangkat ke Kupang ya, meeting bareng Pak Anjas."

Segera saja Iinaas menoleh. "Heh?" tanyanya.  Memastikan jika kupingnya tidak salah dengar.

"Iya, ke Kupang bareng Pak Anjas.  Meeting terakhir sebelum kita serahin pekerjaan."

"Kenapa mesti gue sih? Yang lain nggak ada? Lagian kan Pak Anjas pasti bisa ngatasi sendiri. Dia cuma butuh teman aja itu."

"Cuma elo yang nganggur Nas." kata Niana enteng. Setelah itu dia nyengir melihat ekpresi malas Iinaas. "Sama gue sih. Tapi lo tega apa ngebiarin gue yang hamil muda begini pergi ke Kupang sana. Kalau gue kenapa-napa gimana?" tambahnya. Selalu menggunakan hamil mudanya sebagai alasan. Eh tapi, emang bumil nggak boleh naik pesawat dulu kan, apalagi jauh begitu.

"Ah! Sial! Kerjaan gue juga masih banyak kali Na! Duh, gue belum bikin konsep awal projek yang di Semarang lagi." Iinaas mengingat-ingat lagi kerjaannya. Salah satu RSUD di Semarang, kampus swasta di Jakarta, ditambah sekarang Iinaas pusing mengurus projek pabrik kompor gas yang nggak jelas itu.

"Eh, kan ada anak baru tuh. Kenapa nggak dia aja sih. Siapa tuh namanya?"

"Mega? Pak Anjas mana mau pergi sama anak manja begitu. Lagian dia itu juga masih training Nas. Belum bisa ngapa-ngapain. Yah, masuk aja pake koneksi, ya begitu deh."

"Ah, pusing gue! Jam berapa flight-nya?"

"Jam tigaan, ntar gue kirim e-ticketnya. Kalian nginep dulu, baru besok paginya meeting, sore langsung balik." jelas Niana. Memang kalau untuk urusan tiket, dia yang mengaturnya. Beberapa kali, bosnya itu ia minta untuk cari sekretaris, tapi sampai sekarang belum dapat juga. Jadilah Niana, admin merangkap sekretaris.

"Kenapa nggak cari flight pagi aja sih? Berangkat subuh gitu. Kan lebih hemat juga." protes Iinaas. Sebenarnya dia paling malas kalau ada acara menginap begitu. Ribet!

"Lo kayak baru kemarin aja sih kerja sama Pak Anjas, dia mana mau yang dadakan begitu. Apalagi berangkat subuh. Masih enak kelonan sama istrinya dia mah. Lagian, kantor ini yang bayar. Bukanya malah enak, lo nginep dulu di hotel, besok paginya udah fresh lagi. Itung-itung refreshing sehari gitu."

"Masalahnya kerjaan gue numpuk Niana, kalau nggak dilembur nggak bakalan kelar."

"Yaudah sih biarin aja. Sekalian kan lo dapet alasan buat telat ngerjain. Atau kasih aja beberapa ke Mega sama Reno. Biar mereka nggak nganggur-nganggur banget. Lagian lo ya, apa-apa lo pegang sendiri. Nggak capek lo?"

"Ah bodo ah! Makin pusing gue."

"Udah, mending lo selesein apa yang bisa diselesaiin sekarang. Besok lo siap-siap, lusa berangkat. Langsung dari kantor aja nanti berangkatnya, biar nggak ribet."

Guide to Our MarriageWhere stories live. Discover now