Part 7. Gaun Pengantin

37.2K 3.3K 84
                                    


Setelah makan siang yang menurut Iinas 'super romantis', sampai mereka berdua tidak bisa berkata-kata, mereka melanjutkan perjalanan ke butik. Butik yang telah ditentukan entah oleh siapa demi kelancaran pernikahan mereka.

Selama perjalanan juga, Iinas dibuat mati kutu. Tak ada obrolan sama sekali, bahkan musik dalam mobil pun tidak dihidupkan.

Wah, romantis sekalee.

Ah, mana headset ketinggalan lagi!

Sial!

Batin Iinas saat itu. Demi apa, dia akan membangun rumah tangga dengan orang seperti ini? Dan, baru kali ini dia merindukan Mas Agus. Setidaknya, mantannya itu masih sesekali menggombalinya dengan kata-kata busuk.

45 menit neraka itu akhirnya berakhir. Atau, setidaknya pindah tempat. Mereka berjalan beriringan memasuki butik di daerah Jakarta Selatan. Cukup dekat dengan tempat kerja Iinas ternyata.

Mereka disambut hangat, karena pemilik butik merupakan sahabat dari calon Mama mertua Iinas, dan telah reservasi sebelumnya.

"Pilih sesukamu." Itu yang dikatakan calon suaminya saat Iinas meminta pendapat. "Yang simpel." tambahnya.

Tak mau ambil pusing, Iinas mengabaikan calon suaminya itu. Ia asik mengobrol dan konsultasi dengan salah satu pegawai butik. Membicarakan gaun mana yang siap dipakai atau mungkin yang ready dalam waktu satu bulan.

"Kalau ini bagaimana?" tunjuk Iinas pada sebuah gambar di katalog.

"Terserah." itu jawabannya.

Oke, anggap saja itu iya. Pikir Iinas.

Iinas sedikit antusias, karena bagaimanapun juga, ini adalah pernikahan pertamanya. Eh, memang dia berencana untuk menikah lagi? Pikiran Iinas memang kadang suka ngawur.

"Sini Kak, ikut saya. Kita coba gaunnya sama sedikit make up nya ya? Masnya tunggu di sini saja ya, nanti gantinya setelah calon istrinya selesai." kata pegawai butik itu ramah.

Iinas segera mengikutinya, mengabaikan calon suami yang akan menungguinya itu.

Bodo amat deh! Batu kalau ditinggal di pinggir jalan bakalan aman kan?

Batin Iinas, menyamakan calon suaminya dengan batu. Sama sih, sama-sama tidak responsif.

"Bagaimana?"

Iinas keluar dari kamar pas. Menunjukkan dirinya dalam balutan gaun pengantin warnah putih di depan calon suaminya. Iinas suka sekali gaun ini. Terlihat sangat anggun dan mewah. Pas sekali membalut tubuhnya.

Abi mengalihkan perhatiannya dari smarphone-nya, menoleh menatap calon istrinya. Dua detik!

Demi apa?

"Ganti." katanya datar. Dan yang bikin kesal, matanya kembali menekuri smartphone miliknya.

"Ya?" tanya Iinas meyakinkan pendengarannya. Tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Ganti yang lain."

Sialan! Tadi katanya terserah! Emanya dia udah liat gue?

Iinas mengumpat dalam hati, tanpa bertanya lagi Iinas kembali memasuki kamar pas. Kembali memilih baju yang kiranya pas di tubuhnya, dan tentu saja disetujui oleh calon suami batunya itu.

"Mbak, emang tadi calon suami saya udah lihat saya? Mbak nggak salah  ngaplikasiin make up di muka saya kan?" tanya Iinas pada Mbak pegawai butik. Jangan-jangan karena make upnya yang kayak ondel-ondel yang bikin Si Batu Abi itu hanya meliriknya dua detik.

Guide to Our MarriageDonde viven las historias. Descúbrelo ahora