Part 29. Ulah Abi

73.4K 3.5K 213
                                    


"Emmh... Mas?"

Iinas mulai gemeteran. Kini di atasnya, Abi udah sibuk sama dua aset berharganya. Jantung Iinas juga berdetak lebih kencang. Semalam hingga pagi, Abi udah ngelakuin ini, tapi Iinas tetap belum terbiasa. Bajunya udah kebuka. Bahkan, branya tadi udah dilepas paksa sama Abi.

Mulut Abi udah sibuk sama yang kiri. Tapi, yang kanan jelas nggak bakal dianggurin sama Abi. Tangannya yang main di sana. Iinas dibikin pusing sama kelakuan jari-jarinya Abi. Melintirnya itu loh bikin ngilu-ngilu sedap. Seluruh punggungnya sampai bergetar. Terutama yang di bawah sana. Kayaknya udah mulai basah.

Abi nih, kan masih sakit!

"Ma-mas, u-udah ya?" pinta Iinas. Tangannya udah megang kepala Abi yang dari tadi nggak mau lepas dari sana. Masih asik nyusu sama Iinas.

Abi melepaskan mulutnya dari sana. Dilihatnya Iinas dengan mata yang mulai mengabut. "Belum." katanya. "Saya tadi aja mijit kamu tiga jam lebih. Saya minta bayaran yang setimpal." lanjutnya lagi.

"Mak-maksudnya?" tanya Iinas mulai gugup.

"Saya juga mau tiga jam."

Setelah itu, Abi udah mengabaikan Iinas lagi. Kembali pada kesibukannya yang sempat diusik sama Iinas. Asik banget gini tuh. Apalagi pas Abi tau kalau kecupanya bisa memberi bekas merah di dadanya Iinas. Wah, Abi makin semangat aja ngasih tanda itu. Soalnya, dada Iinas yang putih jadi semakin lucu kalau dikasih warna merah gitu.

"Nanti keterusan Mas."

"Nggak masalah."

Ya saya yang kena masalah!

"Aaah!"

Iinas meringis pas gigi-gigi Abi memainkan ujung dadanya. Rasanya? Uh, bikin tengkuk Iinas makin merunding. Ngilu, geli, sakit, tapi Iinas mau lagi. Rasanya juga makin menjalar ke bawah sana, nyut-ngutan gimana gitu.

Dengerin desahannya Iinas, buat Abi makin menjadi. Tangan yang tadi katanya pegal, malah tambah sibuk sendiri. Makin semangat megang-megang tubuhnya Iinas.

"Mass!"

Iinas makin belingsatan. Otaknya ngeblank, gara-gara kelakuan Abi. Terbersit di otaknya, tiga jam yang diminta Abi. Walah, Iinas bisa jadi tempe penyet kalau begitu caranya. Atau enggak, bisa jadi Iinas geprek.

Puas main yang kiri, Abi pindah yang kanan. Enak banget ya ternyata nyusu. Emang dari dulu Abi suka sama susu. Tapi, dia baru sadar kali ini, kalau susunya Iinas jauh lebih enak dari susu sapi yang dikasih perisa stroberi. Aduh, Abi nggak bisa lagi buat deskripsiin gimana enaknya. Rasanya bibir Abi nggak mau lepas aja dari sumber nutrisi milik Iinas.

"Mas mas, pelan-pelan."

Iinas nggak bisa ngapa-ngapain lagi. Tubuhnya udah makin belingsatan, dari dada hingga bawahnya, mulai panas dingin. Apalagi pas lidah Abi udah mulai turun. Bermain di pusarnya.

"Mas, jangan ya." pinta Iinas pas Abi udah megang karet celananya Iinas. Udah mau diturunin aja sama Abi.

"Kenapa? Saya pengen banget ini. Udah nggak tahan." kata Abi. Wajahnya udah memerah sampai leher dan kupingnya. Sorot matanya juga udah beda.

"Tapi nanti sakit."

"Ada enaknya juga. Tadi aja kamu enakkan?"

Iya juga sih. Enak. Tapi after effect-nya itu loh. Iinas takutnya nanti pingsan kalau sampai Abi seganas tadi malam.

"Tapi pelan-pelan aja ya?"

"Iya."

"Sekali aja ya?"

Guide to Our MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang