Part 5. Kemarin

37.8K 3.3K 33
                                    

"Gimana acara kemarin?"

"Biasa aja."

"Gue tampol juga lo. Ngomong yang jelas! Gimana calon istri? Cakep nggak?" tanya seorang pemuda berkacamata pada pemuda di depannya. Ah, harusnya ia ikut acara penting sepupunya itu kemarin. Tapi mau bagaimana lagi, dia ada shift malam.

"Boro-boro. Ada aja enggak. Tapi bodo amatlah mau cantik apa enggak. Gak perduli gue!" jawab pemuda di sebrangnya malas. Dia kembali meminum kopinya, males banget sebenarnya buat bahas masalah rencana pernikahannya ini.

"Wah, jangan gitu lo bro! Tampang itu penting! Gitu-gitu juga nanti dia yang bakalan nemenin tidur lo sampe tua!"

"Bodo amat! Lo kan udah tau gimana gue Ndra." jawab Abi, pria 28 tahun yang terlihat kesal itu. Gimana enggak, dia udah repot-repot ngosongin jadwalnya kemarin malam buat acara yang sebenarnya tidak dia inginkan itu. Eh, malah si Calon istri nggak nunjukin ujung kukunya. Bukannya dia pengen ketemu banget sama calon istrinya itu, bukan. Tapi kalu gini, kesannya dia nggak dihargai banget. Apa dipikiran calon istrinya itu cuma Abi aja yang pengen kawin?

Cuih!!

Satu nilai minus buat calon istrinya. Bahkan Abi lupa siapa namanya.

"Iya gue tahu. Lo kan maho!" jawab pria berkacamata itu.

"Kampret Lu, Sat!"

"Tapi jujur deh Bi sama gue. Lo masih normal kan? Lo masih suka sama cewek kan? Lo belum berubah haluan kan?" tanya pria yang dipanggil Sat itu. Entahlah siapa namanya, Sate kali.

"Ngomong lagi, gue sambit lo! Ya iya lah gue masih normal!" sahut sepupunya geram. Enak aja bilang dia maho. Naudzubillah, dia masih waras dan belum mau diadzab sama Tuhannya.

"Mana buktinya? Coba bilang sama gue, kapan terakhir kali lo pacaran sama cewek? Pantes aja nyokap lo ngebet banget pengen ngawinin elo." tanya Sat tidak percaya. Percaya sih sebenernya, cuma dia mau pastiin lagi aja. Bagaimnapun juga dia sayang sama sepupunya ini. Dia tidak mau sepupunya pindah jalur, dari krl ke jalur busway. Apaan dah.

"Emang beneran minta digorok ni bocah! Lo pikir gue pernah pacaran sama kaum lo apa? Gue nggak pacaran, bukan berarti gue maho juga kayak lo!"

Kesal juga Abi lama-lama. Sebenarnya bukan satu dua orang aja yang menuduhnya maho, homo, gay, dan sejenisnya itu. Sudah banyak yang bilang begitu. Entah siapa yang pertama kali menghembus kabar itu, sampai dia sendiri lelah menanggapi dan membantah kabar tersebut.

"Sontoloyo! Lu pikir istri gue di rumah itu siapa yang buntingin, ogeb! Kalo gue beneran maho, udah gue jadiin pacar lu dari dulu."

"Amit amit! Mending nyawa gue dicabut sekarang juga deh, meskipun dosa gue masih banyak!" kata Abi mengetukkan kepalan tangannya di meja.

"Ya makanya, lu kalo ngomong yang bener!"

"Eh setan! Yang mulai duluan juga siapa?!"

"Iya deh iya. Gitu aja ngambek. Kayak cewek lu!"

"Gue sate juga lu!"

"Makanya cerita, gimana semalem? Kalo calon bini lu nggak ada, terus kalian ngobrolin apa?"

"Ya gitu lah, basa basi busuk. Malah nyokap minta acaranya dipercepat. Ah elah!"

Abi makin kesal. Demi Dewa apapun, dia itu masih 28 tahun! Bahkan Abi masih ingat dengan helas bagaimana mimpi basahnya dulu. Rasanya baru kemarin dia mengalaminya, dan sekarang ibunya memintanya untuk menikah?

"Ya bagus itu. Gue tau gimana perasaan Tante. Dari pada keburu anaknya belok beneran kan?"

"Syialan lu!"

"Udah sih terima aja, gue yakin dia pilihan terbaik nyokap lu. Gue tau kok gimana seleranya Tante, bini gue kan Tante juga yang ngenalin."

Ya, dua tahun yang lalu Tantenya itu mengenalkannya dengan seorang perempuan muda, cantik. Rima namnya.  Perempuan sholehah lemah lembut yang awalnya mau dikenalkan untuk Abi, tapi tahu sendiri bagaimana kelakuan Abi. Akhirnya Ibunya menyerah dan mengenalkan Rima untuk Sat, dia terlanjur sayang dengan perempuan itu. Sayang kalau diabaikan. Jadilah, dia kenalkan saja buat keponakan tersayangnya. Yang sudah dianggap anaknya sendiri. Dan, setelah satu tahun perkenalan akhirnya mereka menikah juga.

"Iye, iye. Serah lu dah! Masa bodo gue mah." kata Abi malas. Dia tidak menyesal sedikitpun, meskipun tahu harusnya dulu Rima yang jadi istrinya. Gila aja, dia masih 26 tahun waktu itu. Rasanya dia baru lulus kuliah, terus disuruh nikah? Ya Tuhan!

"Tapi lu gak berniat buat mainin pernikahan lu kan, Bi?" tanya Sat was-was.  Dia kenal betul bagaimana sepupunya ini. Ibaratnya mereka sudah bermain bersama dari sejak dalam kandungan.

Sat tahu, sepupunya ini masih waras. Namun dia juga tahu kalau Abi tidak terlalu menyukai wanita. Bisa dihitung dengan jari siapa saja wanita yang pernah berinteraksi dengannya. Dalam artian hanya untuk mengobrol.  Bahkan, istrinya saja masih takut sama Abi hingga sekarang. Istrinya pernah bercerita kalau dia bersyukur dulu tidak jadi menikah dengan Abi. Walaupun Abi jauh lebih cakep.

Kurang ajar memang istrinya itu. Masak ngomong begitu di depan suaminya sendiri. Untung Sat udah kadung sayang.

"Gue coba. Tapi gak janji!" kata Abi akhirnya.

Abi juga sadar pernikahan itu bukan untuk main-main. Dia akan mencobanya, meskipun niat awalnya kurang tepat. Dia hanya lelah mendengar omelan mamamya sejak dua tahun yang lalu. Padahal dari tahun lalu dia sudah memisahkan diri dengan orang tuanya. Hidup sendiri di apertemen miliknya.

Tapi tidak semudah itu, bahkan Mamanya bisa datang hampir tiap malam untuk inspeksi mendadak. Dilanjutkan dengan ceramah dan interogasi setidaknya satu jam lamanya. Kelar hidup Abi udah.

"Jangan main-main lu! Gumanapun juga, lo nikahnya beneran, bukan mainan kayak di drama sama novel yang dibaca istri gue."

"Iya iya, gue coba. Elah!"

Ya, dan Abi memang harus mencobanya. Meskipun kemarin, calon istrinya itu sudah mengecewakannya.

.....

Hellow gengs. Gimana, cepet kan updatenya?

Saya gak tau lagi deh sama author yang bisa up tiap hari gitu, bahkan ada yang nyampe 3 kali sehari. Aplouse buat mereka. Kalo hayati udah gak kuat bang.

Tapi, semoga besok saya bisa up ya, saya lagi berusaha buat up tiap hari nih. Doakan berhasil ya.  Wkwkwk

Udah dikit aja, karena besok juga up lagi. Semoga kalian suka dan gak bosan sama cerita ini.

Kissbye
Lovlove

Sinnad
29122018

Guide to Our MarriageWhere stories live. Discover now