Part 46. Bayinya Iinas

56.5K 3K 444
                                    


Abi membalik tubuhnya. Tangannya dengan cekatan mengunci pintu kamar perawatan istrinya. Dia lagi nggak mau diganggu sama siapapun. Dan lagian, Iinas kayaknya emang udah nggak sakit lagi. Cuma butuh waktu buat pemulihan.

"Akhirnya tinggal kita berdua." kata Abi menyeringai, menghampiri ranjang Iinas.

Ditempatnya, kok Iinas agak ngeri ya. Kalau tadi ada banyak orang, dan Mas Abi nggak mungkin macem-macem, sekarang lain urusannya. Cuma mereka berdua di kamar itu. Ya meskipun Iinas yakin, Abi nggak bakalan ngapa-ngapain juga, tapi Iinas kayak ngeri sendiri aja. Mana pake ngunci pintu segala lagi.

"Kamu tau, aku udah kayak orang gila tadi waktu lari ke sini?" tanya Abi. Badannya udah ikutan naik ke ranjang perawatan Iinas. Untungnya sih muat.

"Maaf." cuma itu yang bisa dikatakan Iinas.

"Kamu tuh, bandel banget ya kalau dibilangin. Untung nggak apa-apa." kata Abi lagi. Tangannya udah mengelusi wajah Iinas. Mau marah, tapi nggak tega lihat Iinas yang masih agak pucat.

"Iya Mas. Maaf."

"Hmm." Abi memiringkan tubuh istrinya. Wajahnya langsung aja nyungsep ke dada montok istrinya itu. "Jangan diulangi. Yang nurut kalau dikasih tau." lanjutnya.

Abi menghirup dalam aroma Iinas. Wangi dan menenangkan. Anaknya nanti pasti senang nyusu sama ibunya. Abi aja seneng banget kok.

Sambil menyusup semakin dalam, Abi juga menikmati elusan tangan Iinas di belakang kepalanya. Tentu saja, setelah tau kabar istrinya seperti ini, Abi nggak bakalan niat buat balik kantor. Lagian udah sore ini. Besok juga mau cuti aja sehari. Nemenin Iinas dulu di rumah.

"Mas..." Iinas bersuara setelah keheningan beberapa menit itu. Tangannya masih juga ngelusin rambutnya Abi. "Makasih ya." katanya.

"Buat?"

"Buat semuanya. Makasih udah bikin Iinas seneng, makasih udah bikin Iinas jadi calon ibu." jawab Iinas. Rasa haru itu, mulai kembali menyelimuti hatinya.

Abi mendongakkan wajahnya. Ditatapnya wajah cantik istrinya itu. Bibirnya mendekat, dan dengan pelan memagut bibir Iinas lembut. "Makasih juga udah bikin aku jadi calon ayah. Makasih karena kamu mau jadi calon ibu dari anak-anakku nanti." kata Abi menyudahi ciuman lembutnya.

Iinas mengangguk. Matanya masih merem,  menikmati sisa-sisa pagutan Abi. "Anak kita." tambah Iinas.

"Iya, anak kita." kata Abi mengikuti.

"Aku sayang sama kamu, Mas." kata Iinas kembali memeluk Abi ke dadanya. Kayaknya baru kali ini dia mengungkapkan perasaannya dengan lugas seperti ini. Tapi memang itu yang dirasakannya. Sejak dulu. Sejak Abi mengambilnya dari sisi Papanya. Iinas udah membangun rasa sayangnya buat suaminya ini. Dan, rasa itu tumbuh begitu cepat. Dan juga subur.

"Aku apa lagi." balas Abi. Mengeratkan Iinas dalam dekapannya.

.....

Mereka sampai apartemen sekitar pukul sembilan malam. Maunya Abi sih, Iinas nginep dulu semalam di rumah sakit. Tapi, Iinasnya nggak mau.

Ya yang namanya rumah sakit, sebagus apapun, tetap nyaman kamar mereka sendiri. Lagian, Iinas kan nggak sakit. Dia cuma kelelahan aja. Cuma butuh istirahat sebentar. Dan kayaknya, abis ini Iinas bakalan dapat banyak istirahat karena baru aja jadi pengangguran.

Tadi, Abi udah telepon langsung bossnya Iinas buat ngijinin Iinas untuk resign. Iinasnya tadi juga masih aja ngeyel mau pamitan sendiri besok ke kantornya. Jelas aja Abi nggak ngijinin. Masih sakit begitu, susah banget dibilanginnya. Mana masih sempetnya mikir gimana nasib proyeknya di Balikpapan lagi.

Guide to Our MarriageOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz