Chapter 4

64.6K 3.8K 31
                                    

Hari kedua dua sahabat berpita dan berkacamata itu memasuki kelas mereka.

Elia masih dalam keadaan yang sama ketika melihat idolanya. Meski pelajaran telah berlangsung, konsentrasi Elia tetap terpecahkan oleh pesona Bagas yang duduk di depan kelas. Dia selalu mencuri pandang pada Bagas. Hanya dengan melihatnya saja hati Elia sudah mekar seperti bunga.

"Aduh Bagas... lo ganteng banget sih? Kapan ya lo bisa suka sama gue?Jadi cowok gue?" sepertinya Elia mulai menghayal.

"El, Focus! Focus!" ucap Sandra lirih sambil menginjak kaki Elia.

"Apaan sih San?" jawab Elia tak peduli.

"Hey! Kamu!" teriak Bu Tina selaku guru matematika yang sedang mengajar mereka sambil menunjuk Elia.

Elia dan semua temannya tersentak kaget.

"I... iya Bu," jawab Elia ketakutan.

Nampaknya Bu Tina sudah mengamati Elia yang sedari tadi melamun saat pelajarannya. "Cepat maju kerjakan soal nomor 4!"

Elia melihat sejenak bukunya dengan rasa ketakutan namun setelah melihatnya Elia bisa bernafas lega karena menurutnya soal nomor 4 tidak begitu sulit untuknya. Diapun berani maju dan yakin dengan jawabannya.

Setelah menulis jawaban beserta caranya di papan tulis, Bu Tina dan teman-temannya mengamati jawaban Elia tentang soal trigonometri tersebut.

"Bagus! Kamu boleh duduk," puji Bu Tina pada Elia.

Elia tersenyum bahagia atas pujian gurunya. Sejenak pandangannya berhanti pada sosok idolanya tapi tidak sesuai harapannya, Bagas sama sekali tidak menunjukkan wajah kagum padanya.

Bel istirahat sudah berbunyi. Elia dan Sandra bercanda sambil berjalan menuju kantin dan....

BRUK....

Elia menanbrak salah satu siswi kelas XI IPS bernama Chika yang membawa segelas es jeruk dan karena insiden ini, es jeruk Chika tumpah sampai mengenai baju seragamnya.

"Maaf," sesal Elia karena ceroboh.

Chika yang saat itu bersama tiga temannya yang lain saling pandang dengan wajah takut.

"Maafin gue ya!" pinta ulang Elia.

"Nggak apa apak kok... serius nggak apa apa... gue yang harusnya minta maaf sama lo! Maafin gue ya!" ucap Chika ketakutan yang membuat Elia heran.

"Iya El, maafin teman gue ya!" pinta salah satu teman Chika.

Elia mengerutkan kedua alisnya karena tambah heran. "Tapi kan gue yang nabrak lo sampe minuman lo tumpah dan baju lo jadi basah dan kotor. Jadi gue yang minta maaf sama lo!"

"Nggak apa apa. Maafin gue ya," ucap Chika sekali lagi dengan sedikit membungkukkan badanya lalu pergi bersama teman-temannya.

Elia yang masih keheranan menoleh ke arah Sandra dan Sandra pun langsung menggandeng Elia duduk di kantin lalu memesan makanan dan minuman.

"Lo ngerasa nggak sih kalau mereka tadi aneh banget San?"

"Nggak ada yang aneh Elia sayang!" jawab Sandra santai.

"San, lo ini gimana sih? Lo tahu kan tadi gue yang nabrak cewek itu? Tapi kok dia yang minta maaf sama gue? Mana wajahnya ketakutan lagi! Emang gue hantu?"

Sandra meminum jus jambunya lalu merespon pertanyaan Elia. "El, lo udah sadar nggak sih kalau lo itu udah masuk kelas XI IPA A, kelas unggulan?"

"Iya, terus?"

Sandra memandang Elia dengan mengerutkan dahinya. "El, sejak kelas X, lo udah tahu kan kalau kelas IPA A itu adalah 'penguasa' semua kelas? Udah jadi turunan dan melegenda di sekolah ini kayak gitu dan masih belum ada yang bisa ngerubahnya! Dan gue inget banget, lo dulu sebelum masuk di kelas ini, lo udah pikir matang-matang buat bisa deket sama Bagas, idola lo itu!"

"I... iya San, gue tahu tapi kok sampe mereka tadi segitu takutnya sama gue dan mereka juga tahu nama gue."

"El, setiap murid yang masuk kelas XI IPA A, itu otomastis langsung terkenal! Semua murid di sekolah ini pasti akan hafal nama-nama kita! Kita itu ibarat penguasa mereka di sekolah ini! Mereka nggak bakal berani sama kita! Karena kita udah masuk kelas XI IPA A!"

Elia mendengus sambil menundukkan kepalanya.

"EL, please! Jangan bilang lo nyesel udah masuk kelas kita? "

Elia mengangkat tegak kepalanya kembali untuk menjawab pertanyaan Sandra. "Lo tahu benar kalau masuk kelas ini adalah impian gue. Gue mati-mati an belajar buat masuk kelas ini!"

"El, gue tahu meskipun sebenarnya lo lebih suka pelajaran IPS, jiwa lo sosial tapi lo rela ngorbanin keinginan lo itu demi Bagas dan gue harap lo nggak goyah dengan situasi ini!"

"O... oke, tapi San, Bagas sama sekali nggak peduli sama gue!" rengek Elia.

"Yaelah... emang sejak kapan Bagas peduli sama seseorang? Lo bilang, tujuan lo cukup untuk melihat Bagas setiap hari aja dan sekarang lo mau jadi pacar Bagas? Ngayal boleh, tapi jangan berlebihan gitu dong El!"

Elia mengerutkan alisnya berdekatan sambil memonyongkan sedikit bibirnya. "Kayaknya lo nggak suka banget kalau gue jadi ceweknya Bagas?"

"Gue hanya menyadarkan sahabat gue dari tidurnya! Itu aja!" ucap Sandra sambil mencubit pipi Elia.

"Ahrg.., Sakit tahu!"

***

Setiap malam dan siang nama dan wajah Bagas selalu ada dalam pikiran Elia bahkan sering sekali ia memimpikan idolanya tersebut.

Iya memang benar. Hanya dengan melihat Bagas saja bisa membuat hati Elia bahagia tapi apakah ia tidak boleh menginginkan hal yang lebih?

Saat belajar pun terselip pikiran tentang Bagas."Emang sejak kapan Bagas peduli dengan seseorang?" Elia mengingat perkataan Sahabatnya di sela-sela ia belajar di kamarnya.

"Tapi setidaknya gue berusaha buat memperjuangkan cinta gue! Iya kan?" Elia mulai bicara pada dirinya sendiri.

"Tapi gimana caranya?" Elia mulai berpikir sambil menerawang ke atas.

Secret AdmirerDär berättelser lever. Upptäck nu