Chapter 11

52.4K 3.7K 70
                                    

Pagi ini setelah Bagas keluar dari mobilnya, ia langsung menuju ke ruang guru.

"Hari ini gue harus tau siapa lo sebenarnya!" nampaknya dia mempunyai ide untuk mengetahui siapa sebenarnya orang yang telah mengirimi surat cinta setiap hari terhadapnya tersebut.

Bagas pun bertemu dengan Pak Yanto. Ia ingat betul baru kemarin ada PR pelajaran olahraga yang dikumpulkan di Pak Yanto.

"Iya Bagas, ada apa?" tanya Pak Yanto.

"Begini Pak, kemarin kan kita ada tugas yang dikumpulkan ke Bapak. Sepertinya ada tugas lain yang terselip di buku olahraga saya. Kalau Bapak perbolehkan bolehkah saya memeriksanya? Hmm... saya janji tidak akan mengubah jawaban saya."

"Hahaha...Bagas... Bagas... siapa yang akan mencurigaimu kalau nilai olahragamu selalu yang tertinggi? Bapak belum selesai mengoreksi. Buku-bukunya ada disana. Kamu bisa periksa sendiri," jawab Pak Yanto mempersilahkan

"Baik. Terima kasih Pak," ucap Bagas sebelum ia melangkah mendekati tumpukan buku yang ditunjuk oleh Pak Yanto.

Bagas pun pura-pura mencari bukunya namun sebenarnya ia mencari buku atas nama 'Ana Camelia Diandra' alias Elia. Sekarang kecurigaannya hanya tertuju pada Elia. Dia hanya ingin tahu bagaimana tulisan Elia yang sebenarnya.

Setelah menemukan buku yang ia cari, segera Bagas membukanya dan...Ya. tentu saja dia sangat terkejut karena tulisan Elia mempunyai banyak kemiripan dengan goresan tulisan sang Penggemar rahasia.

"Banyak orang mempunyai karakter tulisan yang sama. Aku tidak boleh salah tebak. Si Penulis pasti sangat menyukai sastra. Aku harus tau apakah Elia menyukai sastra, sama seperti Penulis itu!" gumam Bagas dalam hati setelah berfikir dengan logikanya.

"Pak, saya sudah memeriksanya. Ternyata tugas saya tidak terselip dalam buku olahraga saya. Terima kasih ya Pak. Maaf telah mengganggu," ucap Bagas berpamitan dengan Pak Yanto.

"Oh iya. Sama-sama Bagas."

Setelah itu Bagas masuk dalam kelasnya dan langsung duduk di bangkunya sambil melihat ke arah Elia yang sedang berbincang dengan Sandra.

"Gadis pita merah!" gumam Bagas berkomentar penampilan Elia yang setia setiap hari dengan pita merah di rambutnya.

Bel istirahat telah berbunyi. Nampaknya Bagas punya ide lain untuk memastikan kecurigaannya terhadap Elia.

Dia pun bergegas untuk menemui Bu Eka, guru bahasa indonesianya.

"Iya Bagas, ada apa?" tanya Bu Eka.

"Begini Bu, saya mau menanyakan apa bulan ini ada perlombaan puisi atau sastra?"

Bu Eka diam sejenak untuk mengingat. "Sepertinya belum ada. Kenapa? Kamu mau ikut? Nanti kalau ada perlombaan, Ibu kabari kamu ya...."

"Tidak Bu, terima kasih. Saya hanya menanyakan saja."

"Oh, kirain kamu berminat... padahal kamu juga punya bakat loh Gas! Tapi Ibu dengar kamu kan memang punya banyak bakat...."

Bagas tersenyum atas pujian Gurunya. "Terima kasih Bu, Hmm... ngomong-ngomong kalau ada lomba puisi, selain saya, kira-kira siapa yang akan Ibu tunjuk untuk mewakili sekolah kita?"

Bu Eka berfikir sejenak sebelum menjawab."Yah, ini kan masih awal masuk sekolah jadi Ibu belum bisa menerawang betul kemampuan kalian dalam segi sastra. Sejauh yang Ibu tau semua temanmu juga berbakat. Ya kalian kan memang kelas pilihan, unggulan! Hmm... tapi kalau disuruh milih selain kamu, Ibu akan pilih Elia!"

Bagas sontak terperanjat dengan jawaban Bu Eka. "Elia?"

"Iya. Beberapa hari lalu saat Ibu minta kalian membuat essay singkat, Ibu tertarik dengan karya Elia. Dia banyak menggunakan kalimat indah serta majas-majas dalam karyanya."

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now