Chapter 42

53.8K 3.7K 262
                                    

"Wow..! So beautiful! Cie... yang mau kencan...," goda Dina pada kakanya di kamar Elia karena sekarang kakaknya itu sudah sangat cantik.

Elia mengenakan baju dress cantik selutut warna coklat muda. Tidak hanya itu, Elia mengenakan sepatu, tas dan jam tangan yang kemarin sudah Bagas belikan untukknya. Rambutnya terurai namun dia juga menghiasnya dengan dua kepang kecil di sisi kepalanya yang ia kaitkan ke belakang rambutnya. Semua itu sangat menunjang penampilan Elia.

"Apa sih Dek!"

"Nggak usah ngeles deh Kak! Belum ketemu ama Kak Bagas aja pipi kakak udah merah tuh," ujar Dina sambil terkekeh membuat Elia langsung memegangi kedua pipinya.

"Elia, ada Bagas nyari kamu," terdengar suara Ibunya dibalik pintu kamarnya.

"Iya Bu."

***

"Bagas, kita ke taman aja ya? Rame kok disana kalau malam gini." Elia memecah suasana kesunyian diantara mereka saat di mobil. Iya, Dari tadi Elia dan Bagas hanya diam, bingung mau berkata apa. Elia yang masih malu dengan Bagas karena Elia merasa Bagas dari tadi curi-curi pandang padanya sambil menyetir.

Bagas yang sedari tadi mengagumi kecantikan Elia, speechless. Dia hanya bisa diam. Dia ingin memuji kecantikannya tapi bagaimana dia mengatakan itu? Sebelumnya dia tidak pernah memuji seorang cewek sekalipun.

"Eh... iya."

Sampai di taman, Bagas membukakan pintu mobil untuk Elia. Setelah Elia keluar dari mobil, Bagas langsung menggenggam satu tangan Elia. Ya meski sebenarnya Bagas sangat canggung tapi dia berusaha menutupinya. Dia benar-benar ingin memberi perhatian lebih pada Elia. Dia tidak ingin terlambat untuk mendapatkan Elia.

"Mau kemana dulu nih?" tanya Bagas.

Elia menunjuk salah satu lapak yang menjual pakaian pria.

"Ngapain?" tanya Bagas heran.

"Ayo kesana dulu," ucapnya lalu menggeret Bagas bersamanya mendekati lapak tersebut. Elia memilih satu jaket kulit berwarna coklat dan menempelkannya sebentar di dada Bagas. "Ini cocok banget buat kamu, Gas!"

"Pak, yang ini dibungkus ya," pinta Elia pada penjual tanpa persetujuan dari Bagas.

Bagas tersenyum tanpa komentar. Dia langsung mengambil dompetnya untuk membayar tapi Elia menghentikannya. "Kali ini gue yang beli'in lo ya?"

Bagas hanya mengangguk terpana pada sikap manis Elia padanya. Dia sama sekali tak keberatan menerima jaket yang harganya mungkin hanya seperduapuluh dari harga jaket yang biasa ia kenakan. Malah Bagas sangat senang karena itu adalah pemberian Elia.

"Bagas, kita beli itu yuk! Itu enak loh... murah lagi, cuma seribuan!" Elia menunjuk gerobak penjual sempol.

"Seribu?"

"He'em. Yuk!" Elia menggeret Bagas mendekati penjual sempol dan membelikannya untuk Bagas.

"Nih, cobain!" pintanya sambil menyodorkan satu tusuk sempol ke arah Bagas.

Bagas mengerutkan dahinya ragu karena harga makanan itu cuma seribuan. Ya. murah sekali! Namun ya... tentu Bagas akan mencobanya bila bersama Elia.

"Suapin!"

Elia sontak membulatkan matanya akan permintaan Bagas. Dengan ragu Elia lebih mendekatkan tangannya untuk menyuapi Bagas. Bagas pun langsung memakannya. Ia mengunyah, mencoba menilai rasa makanan yang seharga seribu rupiah tersebut. Elia memiringkan sedikit kepalanya menunggu respon Bagas atas makanan yang baru saja dibelinya.

Secret AdmirerOnde histórias criam vida. Descubra agora