Chapter 27

51.4K 4K 78
                                    

Perawat keluar ruangan bersama Elia. Pak Guntur dan Bagas pun berdiri. Elia langsung menyempitkan pandangannya ketika melihat Bagas. Kenapa Bagas ada disini?

"Bagaimana keadaan Papa saya Sus?" tanya Bagas segera pada perawat perempuan yang keluar bersama Elia tersebut.

Elia langsung terperanjat setelah mendengar pertanyaan Bagas barusan. "Papa saya?"

"Dokter masih belum selesai mengoperasi beliau tapi tranfusi darah sudah mulai masuk," jelas Perawat.

"Terima kasih," ucap Bagas sebelum perawat itu kembali ke ruangan.

Bagas melihat Elia memakai baju yang penuh dengan bercak darah dengan wajah pucat.

Elia yang merasa sudah tak kuat untuk berdiri, dia pun berjalan untuk duduk namun sebelum ia duduk, ia kehilangan keseimbangannya dan hampir jatuh. Bagas segera menangkap tubuh Elia dengan kedua tangannya. Elia mendongakkan wajahnya dan mendapati wajah Bagas sangat dekat dengan wajahnya dan sedang menatapnya. Mereka saling bertatapan.

Entah mengapa segala kenangan menyakitkan tentang Bagas terlintas di pikirannya. Elia pun segera melepaskan dirinya dari kedua tangan Bagas dan mencoba untuk melangkah kembali menuju tempat duduk.

"Hati-hati!" respon Bagas segera karena khawatir namun Elia sama sekali tidak menggubrisnya. Elia terus melanjutkan langkahnya untuk duduk di kursi tunggu.

"Dek Elia pasti lemah apalagi darahnya barusan didonorkan," ujar Pak Guntur.

"Pak, tolong belikan makanan dan baju buat Elia ya!" pinta Bagas segera.

"Baik Mas, saya segera kembali," jawab Pak Guntur sebelum pergi meninggalkan mereka berdua di ruang tunggu.

Setelah Pak Guntur pergi, Bagas menempatkan dirinya duduk di samping Elia.

"Makasih ya... lo... udah nyelametin Papa gue," ucap Bagas sambil menoleh ke arah Elia.

"Iya," jawab Elia singkat tanpa menoleh ke arah Bagas. Elia hanya memegangi kepalanya yang agak pusing.

Bagas mendadak speechless. Dia tidak tahu harus bicara apa lagi pada Elia meskipun sebenarnya dia sangat ingin bicara padanya. Dia ingin minta maaf pada Elia, dia ingin bertanya kepada Elia mengapa Elia keluar dari kelas unggulan, bahkan ia ingin menanyakan pada Elia apakah Elia masih menyukai dirinya dan masih menjadi pengagum rahasianya?

"L... lo... gak pa pa kan?" akhirnya Bagas mulai menanyakan keadaan Elia.

"He'em."

Bagas hanya mengangguk.

Selanjutnya untuk sekian menit mereka hanya diam. Hanya ada kesunyian.

"Jadi... Pak Setya itu Papa lo?" akhirnya Elia mengajak Bagas bicara sambil menoleh ke arah Bagas.

"Iya."

Elia mengangkat alisnya heran. Bukannya tidak percaya tapi pikiran ganjal Elia adalah bila Pak Setya adalah Papa Bagas, berarti beliau adalah direktur utama Angkasa grup bukan? Tapi kenapa beliau berjalan sendirian malam-malam dengan menggunakan pakaian biasa?

"Hmm... tadi beliau jalan sendirian di jalan dan—"

"Papa emang suka gitu. Suka melakukan hal-hal yang menurutnya membuatnya tenang. Pagi berangkat kerja dan setelah itu jalan-jalan, berkebun, dan lain-lain," Bagas menyahutnya seakan tahu maksud dari perkataan Elia dengan wajah masih khawatir dengan keadaan Papanya.

"Papa lo pasti akan baik-baik aja. Lo gak usah khawatir!" ucap Elia menguatkan sambil memandang Bagas.

Mereka saling memandang. Ada rasa takjub di hati Bagas pada Elia. Bagas merasa selama ini dia sudah jahat dan tega pada Elia. Apalagi ketika mengingat surat rahasia Elia yang ia injak dulu dan dia sendirilah yang menyuruh Elia membuang surat tersebut ke tempat sampah tapi kenapa Elia masih sebaik ini padanya?

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now