Chapter 12

51.5K 3.5K 36
                                    

Teman-teman satu kelasnya yang tadi berniat mencari tahu tentang apa yang terjadi pada Elia dan Bagas di perpustakaan, terlambat! Mereka hanya bisa melihat adegan terakhir di salah satu lorong lantai dua tersebut. Elia pergi meninggalkan Bagas dengan memeluk beberapa buku yang dipinjamnya dari perpustakaan.

Elia masuk dalam kelas dan tentunya Sandra langsung menggandengnya mengajak Elia keluar lagi di lorong yang sepi untuk bicara bedua. Elia hanya pasrah tak berdaya ketika lengannya digeret oleh Sandra.

"El, jawab gue! Sebenarnya apa yang lo lakuin ke Bagas?" tanya Sandra to the point.

Elia masih diam dengan pandangan kosong lalu ia melepaskan tangan Sandra dari lengannya.

"San, sorry gue gak mau bahas itu," akhirnya ia menjawab sambil mencoba melangkah pergi namun sekali lagi tangannya dicegah oleh Sandra.

"Lo gak nganggap gue temen lo lagi?"

"San , please! I don't want to say anything... at least for now!" jawab Elia tegas.

Sandra terdiam dan dia mulai sadar mata Elia yang sembab.

"El, lo diapain Bagas?" tanya Sandra khawatir.

"San, please!" pinta Elia sambil meninggalkan Sandra.

Sandra pun terdiam dan mencoba menerka apa yang sebenarnya terjadi namun percuma. Tidak ada yang tahu itu kecuali hanya Elia, Bagas dan tentunya Yang Maha Kuasa.

Bel pertanda masuk kelas berbunyi....

"Ya. Gue rasa dia butuh waktu untuk sendiri!" ucap Sandra sambil melangkah menuju ke kelasnya mengikuti langkah Elia.

Ketika pelajaran berlangsung, semua teman sekelasnya masih menerka dan sangat penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Mereka melihat gerak gerik Bagas dan Elia namun nampaknya Bagas dan Elia bersikap seperti biasa. Mereka serius mendengarkan pelajaran tanpa ada keanehan apapun.

Yang tadinya saat jam istirahat Bagas mencari Elia dengan kemurkaannya, namun ketika di kelas dan Elia ada disini mengapa Bagas bersikap biasa saja? Kalau pun Elia sudah dimarahi Bagas mengapa dia terlihat biasa saja?

***

"El, gue antar lo pulang ya?" ucap Sandra menawarkan diri ketika dia dan Elia berjalan keluar kelas untuk pulang sekolah.

Elia tersenyum ringan dan menjawabnya datar. "Makasih ya San. Tapi gue mau mampir ke pasar dulu beli sayur dan buah untuk pesanan."

"Hmm... y... yaudah," jawab Sandra agak kikuk karena ia memang sedikit banyak tahu bahwa temannya itu memang bisa menyembunyikan perasaannya.

"Bukannya Elia sudah melupakan Bagas? Jangan-jangan, Elia masih menyukai Bagas dan menyembunyikan perasaannya sama seperti hari ini... dia menyembunyikan kesedihannya! Elia, lo emang selalu begitu. Meski dalam kesedihan, lo tetep bisa bekerja untuk bantu orang tua lo!" gumam Sandra kagum dengan sosok Elia.

Elia pulang ke rumah dan mengucapkan salam dengan membawa banyak kresek berisi sayur dan buah. Dia pun langung disambut oleh kedua orang tuanya dan adiknya yang langsung mengambil alih barang bawaannya.

Elia langsung tersenyum ketika melihat adiknya, Dina yang sepertinya mulai berubah.

"Ada apa kak?" tanya Dina pada Elia.

"Gak. Gak ada apa-apa kok. Kamu hari ini gak ada acara kan? Kamu mau bantu kita kan? Hari ini kita bakal sibuk lho...," goda Elia pada adiknya sambil melepas sepatunya.

"Siap Bos!" jawab Dina tegas sambil mengangkat satu tangannya keatas seperti posisi hormat.

"Sepertinya Ibu sudah bicara padanya," gumam Elia lega dalam hati.

Sementara itu Ayah dan Ibu mereka tersenyum mendengar percakapan kedua anaknya tersebut.

"Bu, Elia mau mandi dan ganti baju dulu ya," ijin Elia pada Ibunya.

"Iya Sayang."

Elia masuk dalam kamarnya dan melemparkan tubuhnya diatas ranjangnya. Matanya menerawang keatas dengan mata yang tiba-tiba mulai sembab dan berakhir mengeluarkan air matanya. Iya, tentu saja ia teringat kejadian tadi pagi bersama Bagas.

Bagas yang menganggap perasaannya adalah suatu hal yang menjijikkan! Bagas yang meremas surat cintanya seakan surat itu sangat tidak berguna! Bagas menginjaknya layaknya keset! Tidak hanya itu! Bagas menyuruhnya membuang surat itu layaknya sampah! Seseorang yang dengan segenap hati menulisnya dengan perasaan yang tulus, Bagas dengan teganya menyuruh orang itu membuang suratnya sendiri...!

Setelah sekian menit menangis sambil merebahkan tubuhnya, Elia menyeka air matanya, menegakkan tubuhnya lalu bersiap mandi dan ganti baju. Pekerjaan telah menunggunya. Tidak ada banyak waktu untuk beristirahat! Toh dengan bekerja, pikiran Elia setidaknya tidak 100% untuk Bagas kan?

"Sini Bu, biar Elia masak saja!" pinta Elia mau membantu Ibunya yang sedang memasak sayur.

"Iya Sayang, Ibu bantu ayahmu mengantar makanan yang lain dulu ya... makanannya tinggal sayur ini saja kok! Dina, bantu kakakmu ya!"

"Iya Bu!" jawab Dina cepat sambil mengiris sosis untuk dimasukkan dalam sayur sop.

"Nanti ayahmu balik kesini lagi untuk ambil sopnya," jelas Ibunya.

"Iya Bu. Memangnya acaranya dimana Bu?" tanya Elia.

"Alamatnya Jl. Pemuda no.11-12, gedung Empire. Kamu tau kan?"

Elia tersenyum dan mengangguk pada Ibunya.

Setelah semuanya siap, Om Eko dan Elia siap berangkat ke gedung Empire sementara itu Dina menjaga rumah.

Elia masuk dalam gedung yang megah. Seketika matanya melihat sekelilingnya dan melihat ke atap gedung, sepertinya semuanya dibangun dengan arsitekur sempurna. Namun tentu saja dia tidak boleh membuang waktunya hanya untuk sekedar mengagumi gedung tersebut karena sekarang dia disana untuk bekerja.

"Yah, melihat gedung semegah ini kenapa yang punya acara malah minta kita yang nyiapin makanannya? Masak tidak ada Chef atau apa...?" tanya Elia heran.

"Kamu pikir Ayah dan Ibumu ini juga bukan Chef? Kamu kan juga bisa masak, berarti kamu juga Chef!" jawab Ayahnya santai.

"Ih, Elia serius nanya Yah!"

"Ini kita juga mau ke dapur sayang. Semua makanan yang kita bawa dibawa ke dapur dulu untuk dicicipi Chefnya baru nanti disajikan di acara."

"Terus Chefnya sendiri masak apa?" Elia masih penasaran.

"Ayah dengar semua kru dapur sudah masak banyak makanan, tapi secara mendadak, yang punya acara ingin lebih banyak macam makanannya lagi jadi Chef disini minta bantuan kita. Tapi ini rahasia lho ya!" jawab Ayahnya sambil berbisik ke Elia.

Elia hanya bisa mengangguk untuk merespon bisikan Ayahnya tersebut.



Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang