Chapter 34

49.8K 3.3K 101
                                    

Elia duduk di depan meja belajarnya dan menyandarkan kepalanya diatas meja. Air matanya masih mengalir deras menyedihi mirisnya nasib persahabatannya dengan Sandra.

Persahabatan yang ia bina dengan tulus bertahun-tahun itu ternyata palsu. Sandra ternyata selama ini telah menipunya. Dia telah dibodohi oleh Sandra. Dikecewakan oleh Sandra yang sudah ia anggap sebagai saudara kandung.

Begitukah sifat Sandra yang sebenarnya? Jahat, sadis dan... penipu?

Elia masih berusaha tak mempercayainya tapi itu nyata. Sandra memang begitu adanya.

Elia menegakkan tubuhnya sambil mengingat perkataan terakhir Sandra sebelum ia pergi tadi.

"Apa benar Bagas yang nyuruh Sandra untuk jebak gue waktu itu? Apa benar Bagas yang ngerencanain pengeroyokan itu?Apa Sandra mengatakan yang sebenarnya?Kenapa Bagas ada di taman saat insiden itu?" Keraguan menyelimuti hati Elia.

Elia berfikir sebelum pengeroyokan itu, dia dan Bagas bertengkar dan Elia mengusir Bagas dari kelasnya. Seorang Bagas diusir oleh seorang cewek miskin dari kelas buangan? Dengan alasan itu saja cukup untuk membuat Bagas menyuruh teman-temannya mengeroyoknya, mengingat Bagas adalah ketua kelas dan hampir semua murid di sekolah ini takut padanya.

Selain itu anak-anak kelas unggulan juga pasti tak rela bila ketua kelasnya diusir seperti itu. Dengan sikap awal mereka yang jahat, sadis dan suka membully, sangatlah mungkin bila mereka mengeroyok Elia.

Elia juga memutar logikanya dan memikirkan segala kemungkinan yang ada.

Kalau Sandra berbohong tentang keterlibatan Bagas, berarti dia telah menfitnah Bagas. Bagaimana mungkin Sandra berani menfitnah Bagas? Jika dia ketahuan telah menfitnah Bagas pasti itu sangat beresiko bagi dirinya dan keluarganya.

Tidak! Tidak mungkin Sandra berani menfitnah Bagas! Itu sangat beresiko! Jadi apakah benar Bagas yang merencanakan pengeroyokan terhadapnya waktu itu?

Seketika Elia mengingat saat Bagas meminta maaf padanya. Apakah permintaan maaf itu bukan untuk penolakan cintanya waktu itu? Apakah permintaan maaf itu hanya untuk meminta maaf atas insiden pengeroyokan itu?

"Tidak! Gue belum bisa maafin lo Bagas!" akhirnya Elia mengambil kesimpulan yang pastinya akan ia sesali seumur hidupnya.

***

"Elia!" terdengar teriakan seperti ada seseorang yang memanggil namanya ketika ia memasuki gerbang sekolah.

Elia menoleh ke sumber suara dan langsung memalingkan mukanya malas ketika ia melihat orang tersebut. Bagas.

Bagas sedikit menggeryitkan alisnya ketika melihat respon Elia. "Ada apa dengannya?" pikir Bagas heran.

Meski demikian Bagas tetap melangkah mendekati Elia.

"El, pelaku tabrak lari udah ketangkap polisi berkat informasi dari lo. Makasih ya," ucap Bagas pada Elia meski Elia sampai sekarang belum menatap wajahnya.

Hati Elia sangat lega mendengar pelaku tersebut sudah tertangkap tapi disisi lain Elia juga ingin menjauhi Bagas, menghindari kontak mata dengan Bagas.

Dia tidak menyukainya bahkan membenci Bagas. Iya. Pikirannya sudah diracuni oleh perkataan Sandra. Elia sudah mengira kalau Bagas adalah otak dari pengeroyokan terhadap dirinya.

"Syukurlah...." respon Elia singkat lalu melangkah kembali tanpa mengangkat wajahnya melihat ekspresi Bagas yang sekarang sudah penuh tanya.

"Elia, Papa sudah boleh pulang dari Rumah Sakit. Papa ingin berterima kasih lagi sama lo karena informasi waktu itu!" ujar Bagas pada Elia yang kini membelakanginya.

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now