Chapter 18

50.3K 3.6K 81
                                    

Hari mulai gelap namun pikiran Elia masih diliputi dengan kegalauan. Seperti biasa, bila ia ingin melupakan sesuatu, pasti ia akan menyibukkan dirinya.

Ia ingat di taman kota dekat rumahnya kalau hari libur pasti akan ramai orang berjualan. "Ya. Gue harus cari uang buat balikin uang Sandra!"

Segera ia keluar menuju taman kota. Elia menemui Pak Giman, pria paruh baya yang menjual buku bekas disana dengan beralaskan terpal dan satu lampu penerangan.

"Pak Giman!" sapa Elia sumringah setelah ia mengucapkan salam.

Pak Giman mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum ketika melihat Elia. "Elia."

"Pak, gimana dagangannya? Laris?" Elia bertanya setelah ia mencium tangan Pak Giman.

"Ya... Alhamdulillah. Hari libur kayak gini lebih laris daripada hari biasa. Elia mau cari buku apa?"

"Hehe...," nampaknya Elia masih ragu untuk mengutarakan maksudnya.

"Hayo... apa?"

"Hmm... Pak, boleh gak malam ini Elia bantu bapak jualan. Tapi—"

"Wah... boleh banget! Kebetulan malam ini Bapak sebenarnya mau jenguk keponakan yang barusan melahirkan. Tapi bingung ini jualan siapa yang jagain. Sayang kan kalau gak jualan kalau hari libur gini."

"Beneran Pak? Elia boleh bantu? Tapi...."

"Tenang saja Elia... nanti Bapak kasih uang buat jajan... Bapak balik sekitar jam 9. Gimana?" sepertinya Pak Giman sudah tahu maksud Elia.

"Iya, iya Pak. Siap!" jawab Elia semangat sambil mengangkat satu tangannya di samping kepalanya seperti orang hormat.

"Hahaha... yaudah. Bapak tinggal dulu ya. Harga bukunya sudah ditempel semua di cover."

"Ya Pak. Nitip salam buat debay sama Mamanya ya...."

"Iya. Bapak tinggal dulu ya."

***

Malam ini Elia sangat semangat melayani pelanggan. Pengetahuannya tentang buku juga dapat membantu pembeli untuk membeli buku yang terbaik pagi pelanggan. Disela-sela waktunya, disaat menunggu pembeli datang, ia sempatkan untuk membaca buku pelajarannya.

"Lho, gadis pita merah?!"

Tiba-tiba ada suara yang menyapa Elia. Elia yang langsung sadar kalau kalimat itu pasti tertuju padanya mengingat julukannya di sekolah memang 'gadis pita merah' karena pita merah yang setia menemani rambutnya itu. Elia mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang menyapanya disela-sela ia membaca bukunya.

Elia membulatkan matanya sambil menegakkan posisi duduknya. Ia melihat Dita, Rika, Anggun dan kali ini ditambah dengan Sandra. Iya. Sandra!

"Sekarang gue tambah nyesel bela dia waktu itu. Bela dia didepan anak IPS itu nurunin level gue. Gue heran, kenapa cewek kayak dia bisa masuk ke kelas kita... menurunkan reputasi kelas unggulan!" Dita menghina Elia dengan nada sinis.

"Dia itu pantasnya masuk di kelas XI IPS F. Kelas buangan!" tambah Anggun.

Sementara itu Rika tersenyum sinis dan bagaimana dengan Sandra? Heh, Sandra hanya diam melihat Elia dihina!

Elia melihat sahabatnya yang hanya diam itu lalu Elia tersenyum kecut. Sepertinya ia sedang mencoba tersenyum melihat takdir persahabatannya. Elia pun berdiri untuk menghadapi mereka berempat.

"Kenapa? Ada yang salah dengan gue? Gue disini cari uang. Gue gak minta uang sama orang tua kalian. Gue masuk kelas unggulan bukan hasil nyontek jawaban kalian. Gue gak makan dari uang kalian—" Elia menantang ucapan mereka namun Sandra menyelanya.

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now