Chapter 9

54.8K 3.6K 79
                                    

Waktu belajar di sekolah hari ini sudah usai. Elia dan Sandra berjalan bersama keluar gerbang sekolah.

"El, tadi Bagas keren banget ya?!" komentar Sandra terhadap kejadian yang melibatkan Claudia tadi.

"Lo gak ngerasa kalau kalimat Bagas tadi sangat kasar?" Elia tak sependapat.

Sandra memutar bola matanya malas. "Ya ampun El... kayaknya usaha lo buat ngelupain Bagas mulai berhasil ya? Lo mulai berani mengkritiknya di depan gue? Eh, El, emang sejak kapan Bagas bersikap manis pada cewek?"

Elia memiringkan kepalanya ke kanan sambil mengingat. "Iya juga ya... Bagas emang selalu kasar!"

Sandra terdiam heran sambil melihat Elia. "Apa Elia sudah melupakan Bagas?"

***

Malam ini entah mengapa pikiran Bagas masih terlintas oleh surat tersebut. Sebelumnya Bagas tidak pernah menghiraukan surat-surat yang menurutnya tidak penting itu. Tapi mengapa kali ini ada surat yang mengusiknya?

Kadang dia merasa risih dan terganggu dengan adanya surat itu, tapi disisi lain kalimat-kalimat indah yang semua ditujukan padanya dalam surat itu membuat Bagas penasaran dengan sang Penulis alias Penggemar rahasia.

"Gue adalah ketidakmungkinan baginya? Sepertinya dia sadar akan posisinya," Bagas mengingat salah satu bait puisi sang Penggemar rahasia.

"Gue ibarat bintang dan langit yang terbentang luas baginya? Gue adalah semangat dan impiannya? Begitu tingginya dia menilai gue meski gue yakin dia tau sifat gue sebenarnya."

Bagas mengeluarkan tiga surat dari sang Penggemar rahasia tersebut dari tasnya. "Jadi lo mau maksa gue buat penasaran sama lo?" ucapnya sambil tersenyum ringan memandang surat-surat tersebut.

***

Pagi ini Bagas sengaja berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya berharap dia tahu siapa sebenarnya sang Penulis surat.

Bagas masuk dalam kelasnya namun masih belum ada siapapun yang datang. "Shit! Dia juga telah membuat gue berangkat sekolah sepagi ini!" ucapnya kesal.

Setelah sekitar 10 menit dari kedatangan Bagas, ada seseorang lagi yang masuk di kelas. Elia.

"Hhhh...!" Elia tersentak kaget seperti melihat hantu ketika memasuki kelasnya dan melihat Bagas sudah ada didalam kelas sendirian.

Elia melihat ke kanan dan kiri untuk mengurangi kegugupannya terlebih lagi sekarang Bagas melihatnya dengan tatapan tajam.

Elia mengambil nafas dalam dan menghembuskannya lalu mecoba bersikap biasa sambil berjalan ke arah bangkunya.

Elia duduk di kursinya sambil pura-pura mengambil buku olahraganya karena pagi ini memang jadwal pelajaran pertama adalah olahraga, seketika dia bisa merasakan suara langkah kaki Bagas yang mendekat padanya.

Elia sangat takut dan jantungnya berdebar tak beraturan. "Sepertinya Bagas mulai curiga sama gue, apa karena itu Bagas berangkat sekolah sepagi ini?"

Kini Bagas sudah berdiri tepat disamping bangku Elia. Elia mencoba menghilangkan ketakutannya dan memberanikan diri mendongakkan kepalanya untuk melihat Bagas yang ada di sampingnya.

Mereka pun saling memandang untuk pertama kalinya.

"Kenapa lo tadi kaget lihat gue?" tanya Bagas memulai.

Elia masih memandang Bagas. "L... lo tadi sendirian di kelas dan... sepagi ini," jawabnya gugup bercampur takut.

"Memangnya kenapa? Lo terganggu dengan kedatangan gue yang lebih pagi dari lo?" sepertinya Bagas mulai to the point atas kecurigaannya.

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now