Chapter 26

51.4K 3.7K 97
                                    

Jam pelajaran telah usai. Siswa kelas XI IPS F berencana latihan olahraga menyiapkan diri untuk lomba antarkelas yang diadakan 1 bulan lagi. Baru kali ini kelas buangan sangat semangat untuk mengalahkan kelas unggulan.

"El, lo gak ikutan?" tanya Arsen ketika melihat Elia bersiap dengan tasnya untuk keluar kelas.

"Hmm... gue mau kerja Sen," jawab Elia jujur.

"Apa?! Jadi lo kerja paruh waktu?" tanya Arsen terkejut.

"He'em. Gue pulang dulu ya."

"El, gue antar lo pulang ya! Kita kan satu arah," Arsen menawarkan namun Elia berfikir sejenak untuk menjawab.

"Lo malu pulang sama cowok urakan kayak gue?"

"Ih, apaan sih? Yuk!" pinta Elia sambil menunggu Arsen.

Arsen speechless sambil tersenyum lalu bangkit untuk pulang bersama Elia.

Sampai di parkiran, banyak pasang mata yang melihat Elia yang naik motor bersama Arsen. Iya. Salah satunya adalah Bagas.

Bagas memicingkan matanya melihat pemandangan tersebut. Diam-diam, rasa cemburu itu datang lagi di hati Bagas. Rasanya dia ingin sekali memukul cowok berpenampilan preman yang sekarang membonceng Elia tersebut.

***

Setelah bekerja, Elia menunggu angkot untuk pulang ke rumah namun na'as, tidak ada satu angkot pun yang datang. Mau order taxi atau ojek online tapi paketan datanya juga sudah habis dan ia belum punya uang untuk membeli pulsa.

Elia pun memilih berjalan kaki saja dan melewati jalur yang lebih dekat namun agak sepi.

Elia agak merinding karena malam-malam begini berjalan sendirian. Tadinya Elia mengira jalan ini tidak sesepi ini tapi... ya sudah lah... sudah terlanjur! Setiap langkahnya dia hanya bisa berdoa untuk keselamatannya.

BRUUKK....

Ada suara tabrakan namun tanpa klakson mobil sebelumnya.

Elia seketika melebarkan matanya sambil menganga melihat apa yang terjadi. Sebuah mobil menabrak seorang laki-laki paruh baya dan mobil itu masih melaju kencang. Tabrak lari!

"Tidak...!" Elia berteriak ketakutan sambil melihat korban lalu beralih melihat mobil pelaku.

"B7609KM, Mobil Fortuner warna hitam," Elia sempat melihat plat nomor dan ciri-ciri mobil tersebut.

Elia berlari ke arah korban dan melihat darah ada di hampir sekujur tubuh korban, namun Elia bisa melihat mata korban masih terlihat sadar.

"Oh, ya Tuhan...! Pak? Pak..?" ucap Elia gugup serta takut untuk mengecek kesadaran korban.

"Eh...," korban masih bisa mengeluarkan sedikit suara meskipun sangat lemas dan tak berdaya.

Elia melihat sekitar jalan namun jalanan masih sangat sepi. "Tolong...! Tolong...!" Elia berteriak sekencang-kencangnya untuk mendapatkan pertolongan.

Elia pun akhirnya melihat sepasang cahaya kuning yang medekat ke arahnya.

"Mobil!"

Segera Elia melambai-lambaikan tangan berharap diberi tumpangan oleh mobil hoda jazz silver tersebut.

Mobil silver tersebut pun berhenti dan memberi tumpangan pada Elia dan korban.

"Ayo Pak, tolong segera kita ke rumah sakit!" pinta Elia cepat setelah ia dan pemilik mobil tersebut memasukkan korban ke mobilnya dipangkuan Elia.

"Kita ke RS. Gradien Medika aja ya. Paling dekat! Tapi, ini kenapa Dek?" tanya Pak Sahrul, pemilik mobil honda jazz tersebut sambil menyalakan mobilnya.

"Tabrak lari Pak! Tadi ada mobil yang nabrak Bapak ini!" jawab Elia sambil menangis takut karena darah terlihat tambah banyak dari tubuh orang yang sekarang ada di pangkuannya tersebut.

"Ya Allah...!"

Elia pun berfikir sejenak lalu dengan gugup, dia merogoh pakaian dan saku celana korban untuk mengambil Hp nya lalu menelfon seseorang sembarangan dari kontak yang ada Hp tersebut.

"Halo..! Siapapun disana! Orang yang punya Hp ini sekarang mengalami kecelakaan! Ini dalam perjalanan ke RS Gradien Medika!"

Sesampainya di rumah sakit, korban segera ditangani namun Pak Sahrul tidak bisa menemani Elia lebih lama karena ada urusan penting lain.

Elia menunggu di ruang tunggu dan tak lama kemudian Hp korban yang sedari tadi ia pengang bergetar. Elia pun segera mengangkatnya dan memberitahukan keberadaannya.

"Maaf, Adek yang namanya Elia?" sapa Pak Guntur sambil berlari, laki-laki separuh baya yang tadi ia hubungi dan menelfonnya.

"Eh, Iya. Saya Elia," jawab Elia sambil berdiri.

Elia melihat sekilas laki-laki tersebut berpenampilan sangat rapi. Penampilannya seperti orang yang akan pergi ke kantor yang biasa ia lihat di TV.

"Bagaimana keadaan Pak Setya?" tanya Pak Guntur khawatir.

Sebelum Elia menjawab, Dokter keluar ruangan memberitahu keadaan Pak Setya.

"Apa kalian keluarga Pak Setya?"

"Saya sekretarisnya Dok," jawab Pak Guntur cepat yang membuat Elia agak heran.

"Pasien kehilangan banyak darah akibat kecelakaan. Beliau harus segera dioperasi karena mengalami perdarahan dalam. Pasien juga butuh tranfusi darah B segera tapi stock golongan darah B di rumah sakit ini habis. Kita sudah menghubungi PMI tapi stock disana juga habis. Apa ada keluarga yang punya golongan darah B?" tanya Dokter tersebut setelah menjelaskan keadaan Pak Setya.

"Anaknya sudah saya hubungi Dok, mungkin 15 menit lagi baru sampai. Tapi saya juga tidak tau golongan darah anaknya apa," jawab Pak Guntur cepat.

"Kita tak punya banyak waktu—"

"Saya! Golongan darah saya B," potong Elia menawarkan dirinya.

Elia pun masuk ke ruangan bersama dokter untuk mendonorkan darahnya pada Pak Setya.

Beberapa menit kemudian anak Pak Setya datang. Bagas.

"Pak, gimana keadaan Papa?" tanya Bagas panik.

Pak Guntur pun menjelaskan keadaan Pak Setya saat ini pada Bagas.

"Elia..?!" tanya Bagas kembali shock atas penjelasan Pak Guntur tentang gadis yang menyelamatkan Papanya itu bernama Elia. Bagas melebarkan matanya tak percaya atas apa yang ia dengar.

"Iya. Namanya Elia. Sekarang dia ada didalam, mendonorkan darahnya," Pak Guntur mengulang penjelasannya.

Bagas terdiam, shock sampai dia pun harus menenangkan dirinya dan duduk di kursi tunggu.



Secret AdmirerWhere stories live. Discover now