Chapter 14

51K 3.4K 37
                                    

Setelah luka Elia diobati, acara selesai dan orang tua Elia pun sudah berjanji akan mengganti rugi piring-piring yang pecah tersebut. Mereka pun pulang ke rumah larut malam namun....

Ketika mereka masuk ke rumah, mereka melihat hampir semua barang-barang rumah berantakan, piring dan gelas banyak yang pecah.

"Ya Tuhan..! Ada apa ini?!" teriak Tante Ani sambil memegangi kepalanya.

Mereka semua terkejut dengan apa yang terjadi namun Elia segera sadar dan mengingat adiknya.

"Dina...!" teriak Elia sambil berlari menuju kamar Dina diikuti oleh Ayahnya.

Dina duduk dilantai kolong meja belajarnya dengan wajah ketakutan.

"Dina!" teriak Ayahnya sambil menarik Dina dan segera memeluknya sambil menangis. Teriakan Ayahnya pun membuat Ibunya langsung masuk ke kamar Dina dan juga langsung menangis sambil memeluknya.

"Dina, ada apa sayang? Katakan pada Ayah!" tanya Ayahnya.

"Ibu, Ayah... t ... tadi... ada... rentenir masuk rumah kita...," jawab Dina terbata-bata masih ketakutan.

"Lalu bagaimana dengan mu? Kamu tidak apa-apa kan?" sahut Ibunya cepat.

"Dina gak pa pa Bu, Dina tadi langsung masuk ke kamar dan sembunyi," jelas Dina yang sontak membuat lega semua anggota keluarganya.

Elia pun ikut memeluk Dina sambil menangis. Semua keluarga itu berpelukan sambil menangis.

Setelah menenangkan Dina dan membersihkan rumahnya, Elia masuk ke kamarnya dan merebahkan dirinya ke tempat tidur.

Ia melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB. Ya. Sudah pagi dan dia belum tidur seharian dan saat ini jangankan keinginan untuk tidur, dia hanya sibuk memikirkan banyak hal yang sukses menambah rasa pegalnya.

Dari kejadian terakhir, adiknya yang shock. Jangan sampai hal ini terulang kembali!

Masalah rentenir, bagaimana dia bisa membantu orang tuanya melunasi semua hutangnya setidaknya menyicilnya sehingga para rentenir itu tidak lagi datang ke rumah menakuti keluarga dan memporak-porandakan rumahnya. Apa dirinya harus mencari kerja sampingan?

Kejadian ketika orang tuanya menundukkan kepala mereka dan meminta maaf pada gadis-gadis jahat itu untuk sesuatu yang bahkan gadis-gadis itulah yang seharusnya minta maaf padanya.

Saat ia difitnah oleh gadis-gadis jahat malam itu dan sayangnya dia tidak bisa membela dirinya sendiri. Tidak ada yang percaya pada dirinya. Apa hanya karena dia orang miskin?

Ketika Bagas dengan pakaian 'berkelas'nya hanya diam saja melihatnya diperlakukan tidak adil oleh gadis-gadis jahat itu.

Dan terakhir, kejadian tadi pagi ketika perasaan tulusnya diinjak oleh Bagas dan dia terpaksa membuang surat-surat yang telah ia tulis sendiri dengan segenap hatinya.

Tidak! Harusnya surat itu memang harus dan pantas dibuang! Perasaan tulus cinta pada pria seperti Bagas itu menjijikkan! Iya. Semua itu harus dibuang dan dilupakan! Bagas sama sekali tidak penting! Yang terpenting sekarang adalah keluargaku!

Dear Bagas,

Kala itu aku terbangun dari tidurku....

Melihat kenyataan yang ada di depanku....

Saat itu entah mengapa keyakinanku....

Kau hanyalah sebuah mimpi yang semu....

-ACD-

Kini puisi-puisi itu hanya melekat di pikiran Elia, dan bukan lagi atas nama Secret Admirer melainkan inisial namanya sendiri yaitu Ana Camelia Diandra.

***

Pagi ini Elia adalah siswi yang berangkat paling pagi di sekolah. Dari jam empat pagi setelah rebahan di kamar, dia langsung mandi, menyiapkan makanan untuk keluarganya dan bersiap berangkat ke sekolah.

Lalu apakah dia tidak takut lagi bila Bagas akan mencurigainya memberikan surat itu lagi? Sekarang Elia tidak peduli dengan pikiran Bagas tentang dia. Yang terpenting sekarang adalah keluarganya dan saat ini dia hanya ingin bertemu Sandra.

Setelah Sandra datang dan duduk disampingnya, tanpa basa-basi lagi Elia langsung memulai maksudnya.

"San, gue mau ngomong sama lo, minta bantuan lo. Kita ngobrol diluar yuk!"

Sandra agak terkejut dengan sikap Elia yang berubah drastis. Baru kemarin dia tidak ingin membicarakan hal tentang apa pun dengannya dan kemarin juga dia terlihat rapuh. Tapi apa ini? Dia terlihat lebih terbuka dan tegar.

Sandra terdiam sebelum mengangguk pada Elia. Mereka pun keluar kelas dan duduk berdua di kursi tepi halaman.

"Ada apa?" tanya Sandra penasaran.

"San, gue boleh gak pinjang uang lo?" Elia langsung to the point.

Sandra terkejut dengan Elia. "Pi... pinjam? Hmm... maksud gue kenapa lo tiba-tiba pinjam uang?"

"San, gue janji gue akan balikin uang lo. Gue akan cari kerja!" jawab Elia serius dan tentu saja hal itu membuat Sandra lebih terkejut.

"Cari kerja? Hmm... gini,gini, gue akan pinjami lo uang tapi maksud gue lo ini kenapa El?" tanya Sandra khawatir.

"San, gue tadi malam difitnah mecahin piring-piring mahal! Rentenir juga udah buat onar di rumah gue! Orang tua gue juga lagi gak ada uang... gue rasa lo satu-satunya orang yang bisa bantu gue saat ini!" jawab Elia serius.

"Apa?! Difitnah? Rentenir?" ucap Sandra tak percaya dan Elia hanya bisa mengangguk mengiyakan.

"O... oke, gue akan bantu lo. Berapa yang lo butuhin?"

"10 juta."

Sandra terdiam sejenak sebelum ia mengangguk pada Elia.

Elia langsung tersenyum lega sambil memeluk sahabatnya tersebut. "Terimakasih banyak ya San... gue gak akan lupa kebaikan lo!"

"Hmm... El, kalau boleh tau, kemaren lo kenapa? lo... masih gak mau cerita ke gue?" tanya Sandra ragu.

Seketika Elia langsung menghentikan senyumnya dan terdiam.

"San, sorry ya sebelumnya. Gue gak bilang ke lo!" Elia mulai bercerita dan Sandra serius mendengarkan.

"Sebenarnya gue... dulu waktu gue bilang gue udah ngelupain Bagas dan gak peduli sama dia... sebenarnya gue bohong!" lanjutnya.

"Apa?!" respon Sandra tidak percaya.

"He'em. Gue masih suka sama Bagas... gue—"

"Terus kenapa Bagas kayaknya marah banget sama lo?"

"Gue beberapa hari ngasih dia surat cinta atas nama Penggemar rahasia... kayaknya dia gak suka dan mulai risih... sampai dia berhasil menemukan identitas gue sebenarnya."

Sandra hanya melongo mendengar penjelasan Elia. "Te...terus? Bagas ngapain lo? Maksud gue... awalnya dia nyari lo dengan wajah yang nakutin banget... tapi kenapa gak ada yang tau gimana dia marah sama lo?"

Elia menggelengkan kepalanya sebelum menjelaskan. "Karena Bagas ngelampiasin amarahnya gak dengan teriakan."

"Lalu?"

"San, waktu itu Bagas benar-benar nyakitin gue... tapi untuk hal ini bisa gak gue simpan cerita ini sendiri?" pinta Elia.

Sandra terdiam sambil berfikir. "Tapi gue ingin tau banget apa pembalasan Bagas ke lo El...."

"Iya, gue ngerti kok. Semua orang pasti punya rahasia kan," jawab Sandra sambil tersenyum.

"Makasih ya San, lo pengertian banget!" ucap Elia sambil kembali memeluk Sandra.

Setelah mereka selesai berbincang, mereka berdua pun kembali ke kelas. Sekilas mata Elia berpapasan dengan mata Bagas yang ternyata sudah ada didalam kelas. Mereka saling memandang sejenak entah apa maksudnya lalu berlalu.

Jangan lupa vote dan komen ya...

:)   

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now